Selama terkatung-katung, banyak orang nyinyir terhadap program Esemka yang telah dirintis semenjak Jokowi menjabat sebagai Walikota Surakarta.Â
Saat itu, Esemka dipresentasikan dalam ujud SUV keren yang siap diterjunkan ke pasar otomotip untuk bersaing dengan para produsen otomotip asing yang sudah lebih dulu menjajakan dagangannya di Indonesia.Â
Dikabarkan bahwa salah satu calon konsumen produk SUV Esemka itu adalah pendiri Partai Gerindra, Prabowo Subiyanto. Bukan cuma 1 unit, melainkan 10! Wow! Peresmian PT. SMK pekan lalu setidaknya cukup sebagai bukti bahwa tuduhan Esemka sudah tamat adalah salah.Â
Namun bukan penyinyir sejati kalau patah arang dengan kenyataan. Sekarang tema yang digunakan berganti menjadi "Katanya produksi SUV, kok malah ngrakit pick up. Njiplak mobil Cina lagi".Â
2. Produk Anak Bangsa dengan Kandungan Lokal MinimÂ
Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) produk perdana Esemka ini diberitakan hanya sekitar 60%. Jadi masih belum cukup dong untuk dikatakan sebagai produk anak negeri.Â
Coba bandingkan dengan brand lain yang namanya saja nggak Indonesia banget tapi justru TKDN-nya lebih tinggi. Misal Avanza dan Xenia yang sudah mencapai 94% atau Terios yang menyentuh angka 89%. Fortuner pun sudah mencapai 75% lho.Â
Lha ini namanya saja Es-Em-Ka yang identik dengan institusi pendidikan yang hanya ada di Indonesia, masa "keindonesiaan"-nya cuma 60%? Harusnya mencontoh produk beraroma Indonesia banget seperti Kijang, yang di awal produksinya 42 tahun lalu sudah mencatatkan kandungan lokal sebanyak 19%! Beda jauh kan?
3. Melestarikan Cebong-ismeÂ
Pernah lihat lambang PT. SMK? Mirip apa coba? Bukan, sama sekali tak mirip hurup E kapital. Justru lebih mirip dengan 3 ekor anak kodok yang biasa kita sebut kecebong.Â