Nama lengkapnya Zakir Abdul Karim Naik. Lahir di Mumbai, India pada 18 Oktober 1965. Dia dikenal sebagai seorang ahli debat muslim yang tiap acaranya dihadiri oleh ribuan audiens dan diisi dengan dialog baik dengan kalangan umat Islam maupun non muslim.
Di negaranya, India, Zakir dianggap berbahaya oleh pemerintah hingga menyebabkan pelariannya. Pada masa pemerintahan Perdana Menteri Najib Razak, tepatnya pada 2015, Zakir mendapatkan status permanent resident dari pemerintah Malaysia.Â
Hal itu disampaikan oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia menanggapi isu yang dihembuskan oleh media India bahwa ahli debat tersebut telah menjadi warga negara Malaysia.Â
Malaysia Terima Zakir Naik?
Permanent resident adalah status yang diberikan kepada seseorang/ekspatriat untuk tinggal di Malaysia selama waktu yang tak ditentukan, misal terkait dengan pekerjaan.Â
Seseorang yang mendapatkan status ini dapat mengajukan permohonan untuk diberikan status kewarganegaraan setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh pemerintah federal Malaysia diantaranya telah tinggal di negara itu selama 12 tahun terakhir.Â
Selain di Malaysia, Zakir pernah berpindah tempat di beberapa negara seperti Saudi Arabia, Uni Emirat Arab dan beberapa negara lain. Sementara di negera kelahirannya, dia justru ditetapkan sebagai buronan dengan tuduhan terorisme. Organisasi yang didirikannya Zakir, Islamic Research Foundation (IRF) pun ditetapkan sebagai organisasi terlarang.Â
Pada 2017, pemerintah Malaysia mendapatkan gugatan dari belasan aktivis yang meminta agar pemerintah menetapkan Zakir Naik sebagai bahaya nasional.Â
Selama sepekan ini, Zakir mendapatkan kritik tajam dari publik Malaysia terkait ungkapan yang ditujukannya kepada etnis Cina di negara itu.Â
Pernyataan dalam sebuah dialog pada 8 Agustus 2019 lalu itu dipicu oleh tuntutan sebagian orang yang menyebutnya sebagai tamu yang pantas untuk dideportasi.Â
Zakir pun membalas dengan mengatakan bahwa jika dia yang seorang tamu patut diminta pergi, warga Cina yang lebih lama bertamu pun selayaknya diperlakukan sama.Â
Dipaparkannya juga bahwa umat Hindu di Malaysia justru lebih loyal kepada Perdana Menteri India, Narendra Modi daripada Mahathir Mohammad.Â
Saat ini, Kepolisian Diraja Malaysia telah menerima sekurangnya 115 aduan terkait pernyataan Zakir tersebut. Dia dianggap telah melakukan pelanggaran Pasal 504 UU Pidana tentang penghinaan yang disengaja dengan maksud untuk memprovokasi pelanggaran kedamaian.Â
Dimintai pendapatnya mengenai pencabutan status permanent resident Zakir, Mahathir berkomentar tentang masih perlunya menunggu hasil penyelidikan polisi akan aduan itu. Jika terbukti bahwa perbuatannya merugikan maka pencabutan status itu mungkin saja dilakukan.Â
Zakir Naik dan SalafiÂ
Zakir Naik dikenal publik sebagai penerus Syekh Ahmad Deedat, seorang ahli debat yang dikenalnya sejak 1987.Â
Orang-orang pada umumnya melihat Zakir Naik sebagai seorang pengikut Salafi. Tercermin dari pandangan-pandangannya yang bersesuaian dengan pandangan orang-orang Salafi.Â
Persamaan-persamaan itu diantaranya adalah pandangannya terhadap Maulid dan bid'ah pada umumnya, mensifati Allah sebagaimana makna literal ayat-ayatnya dan peng-haram-an tawassul.Â
Orang-orang Salafi biasa menyebut Maulid sebagai sebuah perayaan yang tak ada di zaman nabi sehingga vonis haram jatuh kepadanya.Â
Mengenai sifat Allah, para pengikut Syekh Muhammad bin Abdulwahhab itu mengecam adanya ta'wil dan memilih untuk mengambil makna sesuai dengan dhahir ayatnya, termasuk mengimani bahwa Allah bertempat di atas makhluk-Nya yang terbesar, 'Arsy dan meyakini Allah memiliki anggota badan selayaknya makhluk.Â
Dalam sebuah rekaman, Zakir justru berbeda dengan Deedat, setidaknya tentang Maulid. Deedat berpendapat bahwa jutaan muslim merayakan hari lahir nabi itu termasuk dirinya, berbeda dengan Zakir yang menganggapnya bid'ah.Â
Namun anggapan bahwa ahli debat asal India itu menganut paham Salafi justru dibantahnya dalam sebuah dialog. Dalam pernyataannya, dia pun membuka fakta tentang adanya perpecahan di tubuh Salafi dimana di antara mereka kerap saling menyalahkan satu sama lainnya.Â
Dalam menyikapi Zakir, sebuah institusi pendidikan agama terkemuka di India, Darul Ulum Deobandi mengelurkan fatwa bahwa Zakir Naik adalah seorang yang tak memiliki pengetahuan mendalam dalam hal agama.
Dia disebut sebagai seorang ghair muqallidin yakni seseorang yang tak mengikuti salah satu mazhab diantara 4 mazhab yang masih eksis hingga kini (Hanafiyah, Malikiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah).Â
Dikatakannya bahwa seharusnya muslim tidak terpecah belah dalam berbagai macam sekte karena hal itu adalah larangan dalam al-Quran. Padahal menjadi seorang pengikut salah satu paham bukan berarti menafikkan pemahaman dari mazhab lainnya dan menganggap yang lain keliru. Mazhab hanyalah sebuah jalan yang dirintis oleh para imam/mujtahid dalam memahami al-Quran dan al-Hadits. Sehingga mengikuti imam mazhab pada hakekatnya pun adalah mengikuti rasulullah yang membawa risalah.
Namun bagaimanapun juga, bagi muslim pada umumnya, Zakir Naik tetap dianggap sebagai seorang jenius agama yang patut diikuti perkataannya, tak terkecuali di Indonesia. Meski pemikirannya menyelisihi pemikiran sekian banyak ulama yang lebih mu'tabar dari dirinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H