Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Desaku antara Logam, Tebu, dan Sebuah Urban Legend

14 Agustus 2019   21:53 Diperbarui: 15 Agustus 2019   12:28 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siluet Merapi dan Merbabu | Dokpri

Hari terakhir di kampung selalu kulalui dengan berat hati. Bukan karena yang lain, hanya karena tak terlalu ingin balik ke ibu kota. Kalau bukan karena wasilah penghidupan, mungkin sedari lama aku sudah tinggalkan hirup pikuknya kota besar itu. Biarin saja, menjadi ndeso itu adalah sebuah pilihan pun, ya nggak?

Desa Metropolis 

Sebenarnya bayangan ndeso yang melekat pada kata "kampung" tak akan terefleksikan pada desaku. Desa Tegalrejo, sebuah desa metropolis yang berada kurang lebih 10 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Klaten. 

Desa ini yang diisi oleh banyak penggerak roda perekonomian dari skala kecil hingga besar. Ya, dikenal sebagai sebuah wilayah yang dihuni oleh banyak pengusaha cor, di Tegalrejo berdiri pabrik-pabrik pengecoran logam. 

Sehingga kawasan ini dikenal sebagai sentra cor logam di Klaten. Pada mulanya, para pengusaha cor logam terpusat di dukuh Batur, sebuah wilayah yang masuk ke dalam wilayah desa Tegalrejo. 

Pada perkembangannya, industri itu melebar sampai ke luar Batur ke wilayah di sekitarnya yakni desa Ceper yang berbatasan langsung dengan desa Tegalrejo. Dan lambat laun, produksinya bukan saja cor logam melainkan juga alumunium yang identik dengan barang-barang antik/hias. 

Hasil produksinya bermacam-macam. Dari siku cadang mesin (bukan mesin otomotip), besi gril drainase, lampu hias, kursi antik, sampai perkakas rumah tangga seperti timbangan dan wajan. 

Siluet Merapi dan Merbabu | Dokpri
Siluet Merapi dan Merbabu | Dokpri
Proses pengolahannya bisa dibilang sederhana. Pada intinya melebur besi bekas menggunakan tanur sampai meleleh yang kemudian dituangkan ke cetakan yang terbuat dari tanah atau pasir kwarsa. Cetakan itu berbentuk separuh yang kemudian dijadikan satu sehingga membentuk sebuah cetakan utuh dari sebuah barang. Kalau tak salah, metode seperti ini disebut sebagai metode bivalve. 

Keseharian di Desaku 

Saban pagi hari, di sepanjang jalan utama desa, ratusan anak berangkat ke sekolah baik dengan mengayuh sepeda maupun sepeda motor. Tiga puluh tahun lalu, aku menjadi salah satu di antara mereka. Berangkat jam 06.30 pagi dan pulang selepas Dhuhur. 

Tak berapa jauh dari Tegalrejo, berdiri dua buah pabrik garmen yang mempekerjakan ratusan karyawan dari luar daerah. Tepatnya di desa Ceper. Hampir bersamaan dengan jam berangkat anak sekolah, mereka berkendara melewati depan rumah orang tua. Sore harinya, kembali mereka meramaikan jalan beraspal selebar 7 meteran itu. Bagi para mahasiswa teknik sipil, mungkin ruas jalan itu cocok untuk survey Lalu Lintas Harian (LHR). Hehe.. 

Kalau di Jakarta dan sekitarnya, angkringan hanya buka dari sore hingga tengah malam, di desaku angkringan buka buka dalam 2 shift. Ada yang dari pagi hingga siang atau sore, ada pula yang jam malam. Bukan cuma satu atau dua, bisa dikatakan banyak, gaes. 

Stasiun Ceper | Dok. HeritageKAI.id
Stasiun Ceper | Dok. HeritageKAI.id
Satu setengah kilometer dari rumah, ada sebuah stasiun kereta api yang kini sudah tak aktip lagi sebagai tempat transit kereta penumpang. Di situ terdapat gudang PT. Pupuk Sriwidjaja. Saat kuliah, stasiun itu masih aktip untuk angkutan penumpang. Saat melintas di pagi hari, kereta ekonomi yang datang dari Jakarta dengan tujuan Solo atau Surabaya berhenti dan menurunkan penumpang di situ. 

Pabrik Gula dan Urban Legend

Aset daerah lain yang ada di sekitar desaku adalah sebuah pabrik gula yang dibangun dan beroperasi semenjak zaman Belanda. Saat kecil, aku dan teman-temanku punya tradisi nakal saat lori-lori yang mengangkut tebu dari perkebunan menuju pabrik. Pabrik itu terletak di pusat kota kecamatan Ceper. Aku lupa sejak kapan tepatnya pabrik gula itu tak beroperasi lagi.

Menurut cerita bapak, Klaten yang memiliki 2 pabrik gula --pabrik satunya berlokasi di desa Gondang-- membuat produksi tak efektip. Karena areal perkebunan tebu saat ini sebenarnya cukup dihandle oleh sebuah pabrik gula saja. Maka pabrik di Ceper akhirnya di grounded. Dulu saat SD, pabrik itu masih beroperasi.

Di sana pun pernah diadakan kompetisi Pramuka sekecamatan. Pesta Siaga nama helatannya dan aku menjadi salah satu perwakilan SD-ku. Kini, semak belukar memenuhi areal yang entah berapa luasnya itu. Gelap gulita kalau malam, gaes. 

Ada sebuah tradisi masyarakat sekitar yang masih berjalan hingga kini. Dulu, sebelum musim giling -- sebutan untuk aktivitas produksi pabrik, pada musim panen tebu -- biasanya diawali dengan pengadaan pasar malam. Kami menyebutnya dengan cembrengan. 

Bagian dalam PG. Ceper Baru. Dua buah cerobong asap ini terbuat dari susunan batu. Pada gempa Yogya silam, konstruksi tua itu runtuh mulai pada bagian tengahnya. | Foto. blusukanpabrikgula.blogspot.com
Bagian dalam PG. Ceper Baru. Dua buah cerobong asap ini terbuat dari susunan batu. Pada gempa Yogya silam, konstruksi tua itu runtuh mulai pada bagian tengahnya. | Foto. blusukanpabrikgula.blogspot.com
Konon, pabrik gula tua itu memiliki penjaga berupa sesosok ular besar. Entah mitos atau fakta tapi ceritanya pernah ada warga yang menjumpai sosok makhluk itu. Allahu a'lam. 

Hingga kini, cembrengan itu masih digelar meski pabrik gula sudah tak beroperasi lagi. Kalau nggak salah, dilaksanakannya saat menjelang tahun baru Islam atau Jawa, yakni Muharram atau Sura.

Itulah sekitas cerita tentang kampung halamanku. Yang hingga saat ini, masih saja kurindukan. Seperti lagu itu.

*Mulai ditulis di Ceper dan diselesaikan di atas Kereta Senja Utama yang tengah melaju ke Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun