Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Firanda Andirja-Salafi Tertolak di Negeri Serambi Mekah

15 Juni 2019   07:27 Diperbarui: 15 Juni 2019   16:22 883
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penolakan terhadap Firanda | Foto dutaislam.com

Salafi kembali ditolak. Kali ini di bumi Nangroe Aceh Darussalam dan menimpa Abu Abdil Muhsin atau yang lebih dikenal sebagai Ustaz Firanda Andirja. Penolakan ini menambah panjang deretan gesekan horisontal yang terjadi antara warga dengan para pengikut Salafi. 

Beberapa insiden yang tercatat media diantaranya penolakan GP Ansor terhadap kehadiran Ustaz Khalid Basalamah di Sidoarjo pada Maret 2017 lalu, penolakan warga Bogor terhadap rencana pembangunan masjid Ahmad bin Hanbal yang ditengarai sebagai sarana penyebaran dakwah Salafi dan dipermasalahkannya kehadiran Ustaz Yazid bin Abdulqadir Jawwaz oleh warga Sentul yang diakhiri dengan mediasi oleh pengasuh az-Zikra, Ustaz Muhammad Arifin Ilham (allahyarham).

Dan Aceh sendiri bukanlah tempat dimana keberadaan Salafi baru sekali dipermasalahkan. Tepatnya pada September 2015 lalu, masyarakat Aceh menggelar sebuah parade yang bertitel Parade Ahlussunnah wal Jama'ah (Parade Aswaja). Parade yang diikuti oleh ribuan masyarakat itu bertemakan penolakan terhadap paham Wahabi - Salafi, Syiah dan komunisme. 

Kali ini, penolakan terhadap Firanda diawali dengan rekomendasi dari Majelis Pemusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh atas aktivitas dai kelahiran Surabaya 39 tahun silam itu yang direncanakan dilaksanakan selama 3 hari.

Warga Madura tolak Syafiq Basalamah | Foto. Moslemtoday
Warga Madura tolak Syafiq Basalamah | Foto. Moslemtoday

Diberitakan oleh situs Beritakini.co, penolakan atas Firanda dimulai pada Kamis sore (13/6/2019) oleh sejumlah warga di Bandara Sultan Iskandar Muda. Lalu aksi tersebut berlanjut ke Masjid al-Fitrah Simpang Keutapang Banda Aceh, tempat Firanda melakukan daurah dengan massa yang lebih besar.

Aksi anti Firanda tersebut menurut Wakil Ketua MPU Banda Aceh, Tul Bulqani Tanjongan, dipicu oleh pernyataan mengenai status orang tua nabi di akhirat yang oleh Firanda (dan semua dai Salafi) dikatakan sebagai ahli neraka. Pendapat itu muncul sebagai wujud tekstualitas kaum Salafi dalam memahami hadits rasulullah.

Tekstualitas Salafi Lahirkan Literatur Ilmuwan Aswaja

Sanggahan terhadap hasil pemikiran Salafi sebenarnya sudah dikemukan oleh banyak ulama dan kalangan ilmuwan aswaja. Salah satunya adalah mantan Mufti Mesir (menjabat dari 2003 hingga 2013) yang juga guru besar Ushul Fiqih Universitas al-Azhar al-Syarif, Syekh Muhammad Ali Jum'ah. 

Ulasan mengenai kedudukan orang tua nabi di akhirat yang dikatakan Firanda dan Salafi lainnya sebagai ahli neraka masuk sebagai salah satu pasal dalam kitabnya al-Mutasyaddidun, Manhajuhum wa Munaqasyatu Ahammi Qadlayahum. Kitab ini sudah dierjemahkan dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan dengan judul Menjawab Dakwah Kaum 'Salafi'.

Tulisan Syekh Ali Jum'ah dan ulama-ulama lain pada dasarnya memberikan jawaban atas tudingan sesat ataupun bid'ah yang dialamatkan pada amalan yang sebenarnya sudah berjalan sebagai tradisi keislaman umat selama ratusan tahun. Ambil contohnya tabarruk, tawassul, tasawwuf, maulid ataupun pembelaan terhadap akidah Asy'ariyah dan Maturidiyah.

Dan di Indonesia pun sudah banyak literatur yang bisa dijadikan pegangan untuk memperkuat keyakinan bahwa semua hal yang diberi stempel bid'ah pada dasarnya berpijak pada dalil yang sah. Dialog antara Salafi dan pihak-pihak penerima tuduhan bid'ah pun sudah diadakan, salah satunya debat ilmiah antara Kiai Idrus Ramli (NU) dengan Firanda Andirja,Lc dan Zainal Abidin, Lc yang diadakan di Batam.


NU dan Salafi, Beda atau Sama?

Salafi dan umat Islam lain sebenarnya memiliki banyak kesamaan namun dalam hal-hal tertentu memang terdapat beda pendapat. Misal dalam bab tawassul. Salafi dan Asya'irah (pengikut Asy'ariyah) sepakat bahwa berdoa dengan perantaraan seseorang yang masih hidup --minta didoakan oleh orang alim-- adalah sah. 

Namun Salafi menolak istinbath yang memperbolehkan seseorang memohon kepada Allah dengan menggamit nama-nama ulama yang telah meninggal. Salafi menganggap hal itu sebagai hal terlarang dan cenderung menganggapnya sebagai kesyirikan. 

Dalam hal ini, Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki (allahyarham) dalam karyanya Mafahim Yajib an-Tushahhah mengatakan bahwa tawassul seperti itu sama halnya dengan tawassul dengan cara 'memamerkan' amal saleh kita kepada Allah, yang sah menurut syariat. 

Warga Bogor tolak Wahabi dan pendirian Masjid Ahmad bin Hanbal | Foto Pojoksatu.id
Warga Bogor tolak Wahabi dan pendirian Masjid Ahmad bin Hanbal | Foto Pojoksatu.id

Karena orang yang berdoa kepada Allah --sekali lagi memohon kepada Allah-- dengan menyebut nama orang alim pada dasarnya menunjukkan bahwa dia mencintai orang saleh tersebut dan itu adalah sebuah kebaikan.

Pakar hadits yang pernah menjabat sebagai imam besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. Ali Mustafa Ya'qub (allahyarham) dalam sebuah tulisannya yang berjudul "Titik Temu Wahabi - NU" mengungkapkan sebenarnya banyak persamaan antara pengikut ormas terbesar di Indonesia dan para pengikut ajaran Syekh Muhammad bin Abdulwahhab (Salafi-Wahabi). Namun tentu hal itu tidak mudah diterima oleh sebagian orang, terutama NU yang kerap menjadi sasaran pem-bid'ah-an, tuduhan khurafat dan sesat dari kalangan Salafi.

Hal itulah yang menjadikan perbedaan antara NU --yang mewakili Asy'ariyah sebagaimana perkumpulan aswaja lain semisal FPI, Majelis Rasulullah, Mathla'ul Anwar, al-Bahjah dan lainnya-- terus melahirkan pembelaan-pembelaan atau counter terhadap Salafi yang adakalanya berupa tindakan fisik seperti yang terjadi di Aceh.

Sampai kapankah friksi itu terjadi? Allahu a'lam.

Tapi tak ada salahnya berharap muncul lebih banyak lagi dai-dai seperti Ustaz Abdullah Soleh Hadrami yang sudah kenyang dengan tabdi' dan kekerasan sikap terhadap golongan selain mereka, dan sekarang lebih memilih untuk bersikap moderat terhadap segala perbedaan.


Baca artikel terkait :

Romansa Perlawanan FPI terhadap Pemikiran Wahabi

Jama'ah Tabligh, Politik Praktis dan Hidangan Satu Nampan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun