Mohon tunggu...
Ahmad Indra
Ahmad Indra Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

Aku ingin begini, aku ingin begitu. Ingin ini ingin itu banyak sekali

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Idul Fitri yang Tak Selalu Fitri

6 Juni 2019   07:58 Diperbarui: 6 Juni 2019   19:10 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kartun lebaran | Gambar www.bp-guide.id

Ramadhan Usai, Antar Sedih dan Gembira

Dari 2 jenis puasa di atas (khushush dan khushusil khushush), secara sadar diri tak mungkin kita merasa bahwa puasa kita masuk ke katagori khushusil khushush. Dan puasa jenis pertama (khushush) pun kita ragu apakah pantas kita pantas menyandangkan. Sehingga mungkin kita hanya memenuhi kriteria puasanya orang-orang biasa/awam yang hanya sekedar menghindarkan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa. 

Kita kerap berkata, "Eh, jangan bohong, lagi puasa lho", namun kita masih akan menggunjing orang lain atau memfitnah hanya karena perbedaan orientasi politik misalnya, baik lewat lisan maupun tulisan. Dan dengan melihat hal itu, bukan tak mungkin sebenarnya kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang bergembira saat Ramadhan berakhir. 

Kita tak melihat puasa sebagai sarana untuk meng-upgrade kualitas diri namun sebatas pada pelaksanaan kewajiban saja. Ketergiuran kita terhadap janji-janji Allah seolah memiliki expired date sehingga semangat kita hanya berlaku untuk kurun waktu tertentu. Sehingga nantinya semua "perbuatan tak standar" yang kita laksanakan di dalam bulan Ramadhan seperti frekuentatipnya qiyamullail, baca Quran dan sebagainya tak berlanjut selepas Ramadhan usai. Dan kita kembali ke kondisi awal dimana semuanya standar-standar saja dan lebih parah lagi kita tak sungkan lagi berkata dusta atau menggunjing karena merasa tak terancam dengan hilangnya pahala puasa.

Dan tujuan puasa pun nihil dari keberhasilan. Karena perginya Ramadhan tak menimbulkan perasaan kehilangan sebagaimana sedihnya kita saat kehilangan kesempatan untuk merayakan Idul Fitri bersama keluarga kita di kampung halaman.

Mari mengintrospeksi diri. Semoga jika diberi kesempatan bertemu Ramadhan di tahun depan, kita dapat menggunakannya sebagai momen menempa diri sehingga akhirnya kita masuk ke dalam golongan yang benar-benar meraih kemenangan dengan menjadi pribadi yang lebih baik bukan sekedar kemenangan semu yang menjadikan Idul Fitri sebagai momen seremonial lepas dari Ramadhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun