Dalam kasus ini, mereka seolah lupa bahwa seorang ulama masyhur Salafi yang dikenal sebagai seorang ahli fiqih, Syekh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin dalam kumpulan fatwanya --Majmu' Fatawa wa Rasail 19/363 berkata :
"Doa yang ma'tsur: (Allahumma laka shumtu wa 'ala rizqika afthartu), di antaranya juga ucapan Nabi : Dzahabadh dhama'u wabtalatil 'uruqu wa tsabatal ajru insya allah. Dua hadits ini, jika di dalamnya ada kelemahan, tetapi sebagian ulama telah menghasankan keduanya. Bagaimana pun juga, jika Anda berdoa dengan doa ini atau selainnya saat menjelang berbuka, maka itu adalah momen dikabulkannya doa." (klik sumber)
Jika Syekh 'Utsaimin saja bersikap bijak seperti itu, kenapa dai-dai Salafi yang ada di Indonesia justru terkesan lebih keras penentangannya terhadap tradisi yang sudah berjalan (Allahumma laka shumtu)?
Apakah mereka merasa lebih salaf dari sang syekh?Â
Awam Bertanya Dalil, Pantaskah?
Seorang ulama kenamaan bermazhab Maliki, Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad Al-Lakhmi Asy-Syathibi atau dikenal dengan Imam al-Syathibi (w. 790 H) dalam sebuah kitabnya yang membahas tentang ushul fiqih, al-Muwafaqat (judul asli : Unwan al-Ta'rif bi Ushul al-Taklif) berkata :
"Dasarnya adalah ada dan tidaknya dalil bagi orang awam itu sebenarnya sama saja. Karena mereka belum bisa mengambil faedah dari dalil-dalil itu. Menganalisis dalil-dalil syar'i bukanlah tugas mereka. Bahkan tidak boleh sama sekali mereka melakukan itu"Â
Selanjutnya masih dalam kitab yang sama, beliau mengatakan bahwa fatwa para ahli ijtihad itu statusnya sama dengan dalil syar'i bagi para mujtahid.
Jadi orang awam yang tak paham mengenai ilmu perangkat dalam menelaah sumber hukum baik al-Quran maupun al-hadits cukuplah berpedoman pada perkataan ulama yang memiliki ilmunya. Karena diberikan dalil apapun, jika tak mengerti cara menelaahnya maka seseorang hanya akan mengangguk meski dalil yang diberikan tak sesuai dengan konteksnya.Â
Buat apa merasa bisa memahami dalil, jika berbahasa Arab saja masih tergopoh-gopoh mencari terjamah. Padahal ilmu ini menjadi dasar dalam memahami sumber hukum Islam baik al-Quran maupun al-hadits. Dan jangan mengira, bahwa dengan mengerti terjemahan seseorang juga telah mengerti kandungan kitab suci dan sunnah nabi.
 Allahu a'lam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI