Semalam mabuk bersama Yanto dan Lasto
Mabuk bir kelas literan
Tiap tegukan serasa lima langkah tapak kaki
Ringan meniti anak tangga imajinasi
Teguk terus hingga puncak! Puncak harapan!
Di puncak yang silir, ku lihat ke bawah
Kenyataan hidup tertinggal di sana
Pahit di bawah hanyalah sebuah video bisu tanpa rasa
“Itu aku dan kamu mBul!, hahaha” tawaku berbalas tawa Yanto dan Lasto
Di puncak yang silir, ku pandang indah batas langit
Jernih luas langit serasa layar bioskop tengah kota
Menyaksikan anakku ke sekolah memakai seragam baru, sepatu baru
Riang tawa canda bersama teman-temannya
Menatap istriku menghampiri meja makan
Membawa piring-piring beragam lauk
Takjub ku pada Yanto, dia berdiri di depan Kedai Kopi mewah miliknya
Aneh, biasanya Yanto jualan kopi termos keliling
Lega gembira mendapati Lasto, dia berada dalam Dealer mobil dinding kaca
Aneh, biasanya Lasto duduk ndodok nambal ban di tepi jalan
Ah, aku tak peduli, tak ada waktu mikir yang aneh-aneh
Teguk terus hingga muntah! Muntah serapah!
--------------------
Lupa bagaimana aku turun
Tak ingat dengan siapa aku pulang
Terbangun dari sofa kusam lungsuran
Jam sepuluhan menjelang siang, aku telah sadar
Tak ku dengar suara keluh pinta anakku
Sepatu bututnya tak tampak di teras
Dapur sepi, mungkin istriku di warung tetangga
Sibuk lobi ngutang lagi!
--------------------
Aku telah sepenuh sadar
Bagi tukang batu sepertiku, kesadaran adalah dera derita dirasa
Sadar hasil kerja keras seharian tak cukup menutupi kebutuhan
Hiburan adalah mimpi tak terbeli, sebatas bermimpi itu adalah hiburan!
Ku nyalakan tivi kotak abu-abu
Nyimak berita seputar aparat negara ini
Mereka; hakim, polisi, pentolan birokrasi, serta politisi
Bicara tentang kesejahteraan, bicara pengentasan kemiskinan
Aku menyaksi kumpulan orang-orang mabuk di siang hari!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H