Mohon tunggu...
Mas Imam
Mas Imam Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

..ketika HATI bersuara dan RASA menuliskannya..

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Fabel] Cerita Raja Rayap

7 November 2015   03:41 Diperbarui: 7 November 2015   10:08 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Imam Muttaqin | Nomer: 118

___________________________________

Bulir-bulir air hujan menyusur celah rekah. Merasuk jauh ke dalam gelap rongga tanah, hingga Istana Isoptera pun dilewatinya. Luncur air itu adalah rupa kanal bagi bangsa Rayap menuju Dunia Atas. Dunia dimana Rayap dari Kasta Alates kan berusaha mencari hangat, melawati beragam ancaman, dan merengkuh cahaya sebagai jaminan terus hidup mulia bersambung penobatan raja-ratu.

Ada empat koloni dalam kasta Rayap Alates, dan selalu setiap musim terbagi dalam angka itu. Tegar, Sio, Joko, dan Aminah adalah pimpinan tiap koloni. Tegar adalah rayap hitam besar tiada gentar. Sio berkulit pucat penuh perhitungan peruntungan. Joko kalem patuh teguh menjalani nilai laku leluhur. Aminah, betina cerdas, seolah tiada lelah saat berfikir.

Hari-hari awal bulan penghujan adalah hari penentuan, mereka bersiap sedari sebelas purnama berlalu. Seragam pun telah rapi dikenakan, dan resmi disematkan pada mereka julukan: LARON. Bilah-bilah multi-fungsi tiada lupa mereka bawa, berfungsi sebagai dayung tatkala perjalanan dari Istana ke hulu kanal, dan sesampai diatas dipasang di pundak sebagai sayap.

-----

Dunia atas; siang baru saja menghilang. Batu langit beradu tumbuk gemuruh, kilat petir menyobek hitam malam, gerimis mulai turun..

Tegar perintahkan pasukan segera bersiap. Perintah itu bukan tanpa alasan. Lembab mulai terasa mendekap, hangat harus segera ditemukan, kering kanal mulai terairi, dan samar cahaya sedikit tampak. Perihal ‘hening’ Tegar meragu,.. seolah telinga mendengar suara deru di atas sana yang ia belum tahu, atau sebatas mendengar kencang degup jantung mulai berdebar takut?. Tegar memangkas ragu itu. “Toh lembab ini mula pertanda kematian, yang penting mencari hangat.. mencari harapan” Tegar pun meloncat ke kano.. mulai mendayung membelah gelap,.. diikuti oleh ribuan kano pengikutnya..

-----

Dunia atas; hitam malam pudar berangsur tipis kelabu, matahari masih rabun,.. gerimis berselimut kabut, fajar menjelang pagi..

Sio masih duduk diam seolah terpaku, merenung. Sesekali kepalanya menengadah ke atas, lalu kembali tertunduk.. mata kembali terpejam, berusaha merasakan timbang peruntungan. Tiba-tiba ia berdiri beteriak memecah hening barisan. “Ini saatnya!” singkat teriak Sio. Cahaya meski remang namun terus menerang, hangat semakin meruang, hening tanda prasyarat telah ia dapati, dan kanal mengalir bening. Subuh, Sio dan pasukannya berangkat,.. mendayung kano sekuat tenaga melawan arus, mendaki curam,..

-----

Dunia atas; matahari mulai mengulur sinar.. terhalang gelayut awan abu kehitaman,.... masih gerimis..

Joko terlihat membolak-balik Kitab usang berisikan catatan-akhir sebuah awal perjalanan serupa para leluhur. Dan tepat pada halaman terakhir untuk kali ketiga, dengan kalem Joko berujar: “Kawan-kawan, ini saat yang sama ketika leluhur mengalaminya, saat mereka berangkat. Dan sekarang pun kita berangkat!”. Pembacaan Joko atas pagi itu sama yang tertulis dalam Kitab Filsafat Sangkaduga. Tertulis: “Temaram cahaya merata menerang. Hening.. sesekali samar terdengar sahutan kokok ayam. Jangan meragu,.. kokok ayam tidak merusak hening.. bebunyian itu malah meng’ada’kan tajam keheningan. Rasakan hening segenap hati, jangan sebatas gendang telinga. Air mengalir tidak deras.. juga tiada pelan. Rasakan hangat,.. rasakan segenap tulang jiwa, jangan sebatas rapuh kulit”. Joko dan ratusan pengikutnya pun mulai bergegas mendayung,..

-----

Dunia atas; Sekarang gerimis benar-benar habis. Tersisa air dalam banyak serak kubang.. sedikit manja terik mulai terasa,..

Aminah, sudah tiga jam selepas subuh berusaha menenangkan pasukan. Pasukan yang tiada sabar tuk bersegera mendayung, mengejar, dan menatap cahaya. Kini tiba saat Aminah memberikan aba-aba keberangkatan: “Jangan pernah tiru Tegar, jelas ngawur! Ketakutan telah membunuh akalnya!. Sio juga sama, terlalu terburu, belumlah matang!. Sedang Joko dan pasukannya, percaya leluhur tanpa ada bukti adalah serah bunuh diri!. Sekarang saatnya, saat hangat sebenar hangat, saat atap seolah terpasang cuil-cuil bintang, saat sisa kucur air masih mengalir, saat kita hening kala SEDIKIT dan BERBEDA, bukankah bahagia dan kebenaran berada pada keduanya(?)!. Kawan setiaku, kita berangkat sekarang!!

__________________________________

Sabtu,.. selepas isyak;

Tegar dan pasukannya muncul. Gagap, terbang terberai seolah huru-hara. Kabur terbawa deru laju kendaraan malam. Mengangkasa menuju cahaya kilat petir.. putus asa di tengah jalan. Menuju hangat lampu bolam.. tak lama kemudian padam. Menuju lampu neon, bingung tercekat.. pendar cahaya tanpa hangat. Semua tewas dalam kebenaran yang mereka yakini..

Minggu,.. awal subuh;

Sio dan pasukannya tiba,..Ternyata sahutan kokok ayam yang Joko dengar sebelum berangkat adalah suara girang kawanan ayam menyantap Sio dan koleganya. Sebagian yang lolos pembantaian, lelah mengejar timur tiada ujung!

Awal terang pagi; Joko dan pasukannya sampai,..

Nganga tiada percaya, patuk paruh ayam-ayam masih menyergap-membunuh. Ditambah tipu daya paruh kantung plastik anak-anak, sihir jeruji tanpa rupa.. mati lunglai lemas beriring tawa canda pembunuhnya.

Awal terang siang; Aminah dan pasukannya sampai,..

Sebagian kabur tertiup angin, sebagian lain mati dalam derita dehidrasi tanpa mampu rengkuh surya,..

---------

Lantas siapa Laron yang mendapat hangat, bertemu hening, dan memeluk cahaya?.. siapakah raja Rayap selanjutnya?.

Satu dari ribuan, lepas dari amatan,.. sempat bertemu hangat, melepas sayap, lepas dari tebasan maut, mendapati hening dalam pingsan, dalam bujur badan tanpa geming mendapati cahaya-Nya. Cahaya teramat terang yang membutakan dan menghapus memori.. sehingga kelak tiada mampu bercerita apa yang terjadi,  ia hanya mendapati kenyataan masih hidup dan para nimfa memanggilnya raja!.

                                                ***

______________________________

NB : Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community | Dan Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community 

Sumber ilustrasi foto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun