Mohon tunggu...
masikun
masikun Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Mahasiswa Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sepuluh Juta Pertamaku

17 Januari 2021   13:16 Diperbarui: 17 Januari 2021   13:36 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku sedang asik membaca, mendengarkan, juga menonton segala hal yang bekaitan dengan ikigai. Ya, ikigai. Sebuah prinsip yang banyak dicontohkan oleh orang Jepang. Berangkat dari sanalah aku menjadi semacam punya impian. Kelak, aku ingin melakukan hal dimana hal itu adalah hal yang aku sukai, aku bisa melakukannya, aku dibayar karenanya, dan tentu saja bisa bermanfaat. Begitulah kira-kira prinsip ikigai itu. Menarik, bukan?

Suatu malam salah seorang teman menginfokan perihal kerjaan sebagai surveyor. Tidak pikir lama. Aku mendaftarkan namaku. Sistemnya siapa cepat ia dapat. Aku mendapatkan itu. Jujur saja, awalnya aku ragu. Menurut informasi survey yang akan dilakukan adalah survey tanah gambut. Aku agak ragu karena pengetahuanku soal tanah gambut tidaklah mendalam. 

Apalagi untuk segala macam alat survey yang akan aku gunakan nanti. Meskipun sebenarnya aku tidak buta-buta amat soal tanah. Mengingat background pendidikanku memang bidang pertanian.  Aku hanya meyakinkan diriku bahwa semua bisa dipelajari. Lebih-lebih sebelum diterjunkan ke lapangan kami memang ditraining terlebih dahulu.

Selama masa training aku benar-benar semakin menyadari bahwa aku memang tidak banyak tahu soal materi survey ini. Untung saja, banyak teman yang saling berbagi. Aku belajar pada teman yang lain. Aku mencoba sendiri alat bor sampai identifikasi tanah gambut. Tidak sesulit yang kubayangkan ternyata. 

Selesai masa training, kami diarahkan untuk tanda tangan kontrak kerja. Wah, ini adalah pengalaman kedua tanda tangan kontrak kerja. Pertama tentu saja bersama kompasiana satu tahun silam. Kubaca satu persatu poin-poin dalam perjanjian itu. Mataku segar melihat nominal yang tertara di sana. Tertulis Rp. 300.00,-/hari dengan estimasi kerja 3o hari. Aku bersemangat. Kububuhkan tanda tanganku. Tinggal menunggu hari kerja.

Awalnya kukira semua tim akan diberangkatkan pada hari yang sama. Ternyata tidak. Kami dibagi beberapa sesi. Aku mendapat sesi 2. Seminggu setelah keberangkatan sesi 1. Cukup mendebarkan. Ohya dalam satu tim terdiri dari dua orang mahasiswa(pertanian+kehutanan), dan dua orang lagi masyarakat lokal di sana. 

Tugas anak kehutanan adalah menentukan track dan kordinat serta identifikasi flora faunanya. Aku sendiri sebagai anak pertanian tentu saja melakukan analisis tanah (pH, TDS,Ec). Sedangkan dua orang warga lokal membantu kami. Juga membantu menjelaskan mana kala ada masyarakat lain yang bertanya. 

Setibanya di tempat kerja aku senang. Tempatnya begitu asri. Hutan masih lebat. Pun listik sudah 24 jam. Sinyal masih 4g. Beberapa tim yang lain tidak menikmati itu. Ada yang lsitriknya hanya dari magrib sampai jam 10 malam. Sinyalpun tidak ada. Dan, itu terjadi padaku saat keberangkata ke 2 dan ke 3. 

Hari pertama kerja kami berempat begitu semangat. Aku bawa bor gambut lengkap dengan segala alat ukurnya. Temanku dengan GPSnya. Dan dua orang lokal dengan parangnya. Lokasi pertama kami berada di lahan sawit. Cukup mudah. Tidak ada semak belukar. Tiga hari kami bekerja mendapat 25 titik. Ohya jarak antar titik itu 500 meter. 

Setelah habis lahan persawitan, kami mulai masuk hutan. Inilah tantangan itu dimulai. Dua orang pendamping kami begitu sigap kalau urusan merintis. Biasa kami di sawitan sehari dapat 8 titik, sekarang untuk mengejar tiga titik saja sudah setengah mati susahnya.

Semakin hari jarak survey yang harus kami datangi semakin jauh. Pernah kami survey dengan manaiki perahu mesin menghabiskan 20 liter bensin. tidak kurang dari lima jam kami diatas perahu yang terus berjalan menyusuri panjangnya sungai gambut Kalimantan Tengah. Tidak ada yang bisa kami lihat di kanan ataupun kiri terkecuali hutan, juga tanaman kelakai. Medan semakin berat. Tenaga semakin terkuras. Mental mulai melemah. Tiba-tiba kami dipulangkan. Ya memang jadwalnya kami sudah selesai. Tahap pertama selesai dua belas hari.

Seminggu kumenunggu keberangkatan sesi 2. Aku kembali berangakat. Dengan teman yang sama dari kehutanan. Lokasi yang kami tuju ini sungguh luar biasa. Nama desanya sendiri, Tambak Bajai yang kalau diartikan Tambak Buaya. Benar saja, setibanya kami di desa penempatan sungguh mencekam. Listik tidak ada. Sungai memanjang di dpan rumah. Mentalku sudah mulai drop. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa lokasi yang harus kudatangi nanti. Malam harinya kami, dan orang lokas berdiskusi soal survey yang akan kami lakukan. Baru saja kami menunjukkan salah satu lokasi di peta salah seorang warga berkata "Itu tidak bisa dijangkau." 

Aku semakin yakin bahwa ini akan sulit. Benar saja esok hari kami berangkat dengan perahu mesin. Mencari jalan, tetap saja tidak bisa tembus. Kami mencoba lewat jalur darat menerobos semak belukar yang bahkan tidak pernah orang ke sana. Baru saja kami masuk semak, kami diserang tawon. 

Kami lari tunggang langgang mencari perlindungan. Rekan satu tim dari orang lokal mendapat tiga hadiah dari si tawon. Kamipun akhirnya menyerah dan pulang. Ah gilak, dalam hatiku. Setelah berunding antara tim yang di lapangan dengan yang di Banjarbaru disepakati bahwa tim kami dipindah untuk membantu tim yang lainnya. 

Akhirnya kami mengerjakan titik tim orang lain. Setiap malam kami bersama dengan tim yang lain selalu bertukar keluh dan kesah. Ada lima tim saat itu. Dan titik survey kamipun hampir sama. Medan yang susah. Aku bersama tim total terhitung 5 hari kerja. Dan, kami kembali ke Banjarbaru.

Selang dua hari kami kembali diberangkatkan. Jarak ke desa penempatan lebih jauh. Tidak kurang dari delapa jam perjalanan. Belum lagi ditambah dengan perjalan menggunakan perahu mesin selama tiga jam. Wah capek betul. Setelah sampai penempatan kami disambut dengan begitu ramah. Rasa capek itu seketika hilang melihat keramahan mereka. Sepertinya kami akan betah. 

Kali ini aku beruntung, lokasi survey kami dekat dengan penginapan. Hanya  saja satu-satunya transportasi kami ya perahu. Setiap hari selama 11 hari kami naik perahu. Benar saja, meskipun medannya tidak mudah kami tetap senang. Orangnya begitu ramah-ramah. Satu lagi, alam hutan di sini begitu asli. Masih perawan. Sebelas hari kami lalui dengan suka cita.

dokpri
dokpri
lihat saja, anak dua belas anak laki-laki yang gagah perkasa haha.

dokpri
dokpri
Sepulang dari sana kami rasa puas bukan kepalang. Tugas sudah selesai. Tinggal menunggu pembayaran honor. 

Ohya, untuk honor sendiri dibayarkan 70% dahulu. Dua hari setelah kepulanga kami mendapatkan honor itu. Setengah bulan kemudian 30% cair ditambah dengan uang trannsportasi. Jikalau dihitung-hitung menyentuh dua digit. Lebih dari itu aku akhirnya menikmati IKIGAI. 

Semoga setelah ini akan ada ikigai, ikigai lainnya. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun