Seminggu kumenunggu keberangkatan sesi 2. Aku kembali berangakat. Dengan teman yang sama dari kehutanan. Lokasi yang kami tuju ini sungguh luar biasa. Nama desanya sendiri, Tambak Bajai yang kalau diartikan Tambak Buaya. Benar saja, setibanya kami di desa penempatan sungguh mencekam. Listik tidak ada. Sungai memanjang di dpan rumah. Mentalku sudah mulai drop. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa lokasi yang harus kudatangi nanti. Malam harinya kami, dan orang lokas berdiskusi soal survey yang akan kami lakukan. Baru saja kami menunjukkan salah satu lokasi di peta salah seorang warga berkata "Itu tidak bisa dijangkau."Â
Aku semakin yakin bahwa ini akan sulit. Benar saja esok hari kami berangkat dengan perahu mesin. Mencari jalan, tetap saja tidak bisa tembus. Kami mencoba lewat jalur darat menerobos semak belukar yang bahkan tidak pernah orang ke sana. Baru saja kami masuk semak, kami diserang tawon.Â
Kami lari tunggang langgang mencari perlindungan. Rekan satu tim dari orang lokal mendapat tiga hadiah dari si tawon. Kamipun akhirnya menyerah dan pulang. Ah gilak, dalam hatiku. Setelah berunding antara tim yang di lapangan dengan yang di Banjarbaru disepakati bahwa tim kami dipindah untuk membantu tim yang lainnya.Â
Akhirnya kami mengerjakan titik tim orang lain. Setiap malam kami bersama dengan tim yang lain selalu bertukar keluh dan kesah. Ada lima tim saat itu. Dan titik survey kamipun hampir sama. Medan yang susah. Aku bersama tim total terhitung 5 hari kerja. Dan, kami kembali ke Banjarbaru.
Selang dua hari kami kembali diberangkatkan. Jarak ke desa penempatan lebih jauh. Tidak kurang dari delapa jam perjalanan. Belum lagi ditambah dengan perjalan menggunakan perahu mesin selama tiga jam. Wah capek betul. Setelah sampai penempatan kami disambut dengan begitu ramah. Rasa capek itu seketika hilang melihat keramahan mereka. Sepertinya kami akan betah.Â
Kali ini aku beruntung, lokasi survey kami dekat dengan penginapan. Hanya  saja satu-satunya transportasi kami ya perahu. Setiap hari selama 11 hari kami naik perahu. Benar saja, meskipun medannya tidak mudah kami tetap senang. Orangnya begitu ramah-ramah. Satu lagi, alam hutan di sini begitu asli. Masih perawan. Sebelas hari kami lalui dengan suka cita.
Ohya, untuk honor sendiri dibayarkan 70% dahulu. Dua hari setelah kepulanga kami mendapatkan honor itu. Setengah bulan kemudian 30% cair ditambah dengan uang trannsportasi. Jikalau dihitung-hitung menyentuh dua digit. Lebih dari itu aku akhirnya menikmati IKIGAI.Â
Semoga setelah ini akan ada ikigai, ikigai lainnya. Aamiin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI