Mohon tunggu...
masikun
masikun Mohon Tunggu... Petani - Mahasiswa

Mahasiswa Pertanian

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Perasan Jeruk Nipis

29 Oktober 2019   23:16 Diperbarui: 29 Oktober 2019   23:36 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Selepas hari raya idul seperti ini memang keadaan yang cukup  membosankan. Sanak keluarga sudah kembali ke tempat kerjaan masing-masing. Teman-teman juga sudah kembali ke aktifitasnya masing-masing. Aku yang masih libur panjang harus bersabar lebih lama berdiam di rumah. Toh dengan begitu waktu bersama keluarga jadi lebih banyak. 

"Eh bt nih di rumah. Kamu masih di Pwt?"

"Haha iya masih."

"Lagi apa?"
"Habis bikin ini." Ia lampirkan gambar bucket yang sepertinya terbuat dari kerudung.

"Wah mau dong aku dibinin kek gitu juga."
"Boleh boleh."

"Nanti kalau kamu pulang ya. Bahan-bahanya kamu masih ada kan?"

"Kecuali jilbab sih."
"Ah itu aku yang nyari. Tapi baiknya jilbab yang kek apa?"

"Yang pasmina aja."

"Pasmina itu kek apa?"

"Haduh dasar cowo.... Segi empat, mass."
"Hehe, terus warnanya?"

"Ya gak tau, kan kamu yang mau."
"Maksudnya ada saran gak gituloh."
"Owalah, yang gelap-gelap gitu aja, warna netral macem gitu. Jadi bisa masuk dipadukan apa aja."

Obrolan yang berawal dari kegabutanku tak sengaja mengingatkanku suatu hal yang ku beli tempo hari silam. Sebulan yang lalu. Yha, jilbab yang ku bawa dari Banjar belum sempat aku kasihkan. Aku masih bingung bagaimana dan kapan yang tepat untuk mengasihkan kepadanya. Mau ngasih gitu aja, kok ya aga gimana gitu. Mau dibungkus macem hadiah-hadiah juga kek apa. Sampai satu bulan lamanya barang itu masih tersimpan di goodybag. 

"Aku sudah di rumah. Kalau masu ke sini jam 10an aja ya. Aku mau nyelesein tugas dari Umi dulu."

"Siapppp."

"kerudungnya sudah dapet?"

"Sudah kok sudah."
"Bagusss."

--------------------

"Aku otw."

"Hati-hati, mas."

Jarak antar rumah kami cukup jauh. Meski tak memakan waktu satu jam. Tapi cukuplah untuk menghabiskan lagu Sepanjang Kenangan sampai enam kali diulang. Aku sengaja lewat jalan desa. Selain memang karena aku gak punya sim, motor yang ku pakai juga sudah telat bayar pajak. Bisa ditebak seandainya lewat jalan kota, dan kena rajia. Auto nginep deh motor. Sayangkan. Mending lewat pedesaan yang asri. Melintasi jalan-jalan kecil yang kanan kirinya hijau pohon, sawah menguning, juga yang bikin sendu adalah tingkah orang-orangnya. Melihat anak-anak bermain kelereng, petak umpet, sampai layang-layang. Motor yang ku pakai termasuk motor tua. Crypton-99, 105cc. Kecepatan tak lebih dari 60km/jam. Bukan karena gak berani ngeggas lagi, cuma ya memang mentok gas juga kecepatanya segitu doang. Entah kenapa saat naik motor ini malah jadi nambah pd. Santai. Apalagi kalau lagi malam-malam. Serasa Bayu Skak di film Yowes Ben deh pokoknya. Cuman satu yang bikin gak sreg. Suarak knalpotnya. Bising betul. Sudah beberapa kali mencari knalpot yang ramah lingkungan, tapi belum nemu. Itu jugalah yang bikin hati-hati kalo mau main kerumah temen, apalagi cewek. Takut aja dikira anak urakan. Haha. Lah iya. Di tempatku anak-anak yang motornya pake knalpot -blong kek gitu auto deh anak urakan. Tentu saja ini gak semuanya benar! Aku contohnya. Saat masuk ke gang menuju rumahnya yang hanya menerima arus searah itu. Hanya cukup untuk satu stang saja. Melewati gang yang diapit dua tembok tinggi kanan-kiri tentu saja membuat suara knalpot semakin menggema. Untuk mengatasinya, aku mencoba untuk seminimal mungkin menarik gas. Pelan.... Padahal gang itu panjangnya cuma sepanjang tembok satu rumah saja. Rumah Bu Leknya si dia. Selepas itu, sudah masuk ke pelataran rumahnya. Pintunya terbuka. Mungkin karena sudah tahu mau ada yang bertamu jadi ya dibuka saja. 

"Heii, masukkk.. masuukkk."
"Assalamualaikum."
"Wa'allaikumusalam.... duduk mas."
"Iya." Belum sempat terduduk, Umi keluar.

"Sehat Umi?" Sambil ku cium tanganya.

"Alhamdulillah sehat. Duduk-duduk. Lagi masak, ditinggal dulu ya."
"Enggeh Mi, mboten nopo-nopo."

"Ndu, ndamelaken minum." Perintah Umi ke dia yang ku dengar dari ruang tamu. Semenjak aku masuk dan ketemu Umi, dia telah lenyap. Sepertinya ke dapur.

"Taraaa, kamu harus nyobain ini.." Dia keluar dengan masing-masing gelas ditangan kanan dan kirinya.

"Apa ini? Jeruk?" Aku yang baru menerima langsung bisa menebak dari aromanya.

"Hu-umzzzt, kemarin sehabis dari dokter, katanya disuruh banyak minum perasan jeruk nipis. Terus matur ke Umi, eh malah dibeliin banyak banget jeruk nipis kalih umi."

"Lah kenapa aku yang ikutan minum, asemmmm banget."

"Biaarrin... Biarr ikut merasakan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun