"Satu struk saja."
Lagi-lagi kaki lemes memandang kedepan. Rasanya pengen duduk aja. Tapi, kapan lagi bisa eksplore ini tempat kalo gak sekarang. Kami berjalanan beriiringan.Â
"Memang di sebalah mana sih, tempatnya?"
"Pokoknya dari pintu keluar kelihatan itu tempat."
Setelah berjalan cukup jauh kamipun sampai di tempat yang ia maksud. Sebuah tempat bisa dikatakan sebagai taman terbuka sih. Tempat ini juiga tidak kalah ramainya dengan stasiun. Banyak pedagang, supir taksi, tukang ojek, sampai orang-orang yang mungkin sekadar singgah menikmati malamnya Stasiun sambil melihat lalu lalang kereta.Â
"Duduk di sana aja." Dia menunjuk tempat duduk di tepian kolam.Â
Akhirnya kami duduk menghadap stasiun. Lagi-lagi kembali bercerita. Tentang dia pertama kali datang ke tempat ini bersama Uminya. Ternyata asik juga. Melihat anak-anak bermain bola. Melihat para sopir bercengkrama satu sama lain. Dan bisa melihat kereta tiap saat. Ada yang lewat jaluar atas, ada juga jalur bawah. Semakin lengkap dengan rambulan yang mulai sempurna. Menambah indahnya malam syahdu, begitulah kira-kira.Â
"Mas, aku salat isya dulu ya."
"Iya udah sekalian saja."
"Ndak usah. Kamu sini saja. Kereta kita masih lama kok."Â
Diapun beranjak. Lamat-lamat ia menghilang dalam malam yang remang. Aku masih saja tak lepas pandang. Aku sesekali mempertanyakan siapa dia, siapa aku.Â
-Bersambung