Lebih jauh lagi, perjumpaan saya dengan cerita hidup Habibie membuat rasa penasaran saya akan iklim akademik di luar negeri semakin memuncak. Lebih tepatnya, bagaimana usaha keras mahasiswa international dalam beradaptasi di kampus, dan ilmu apa saja yang bisa dibawa pulang untuk ibu pertiwi.Â
Semenjak saat itu, jiwa saya meronta ronta; menuntut agar kiranya impian tersebut tidak hanya menjadi khayalan belaka, melainkan sebuah kenyataan.Â
Tuhan mengabulkannya, dan saya merasa Habibie berperan penting dalam imajinasi saya akan Pendidikan yang lebih menantang tersebut. Tentu perjalanannya sedikit berbeda, baik dari sumber funding yang ada maupun lingkungan yang saya hadapi.Â
Jika Habibie dibiayai oleh ibu kandungnya dan harus berjalan selama beberapa kilometer dari tempat tinggalnya yang murah, maka saya dibiayai oleh uang rakyat dan hanya butuh beberapa menit untuk sampai kampus dengan bersepeda.
 Situasi yang berbeda itu lantas harusnya menjadi sebuah dorongan penting untuk saya pribadi agar kiranya lebih banyak mengeksplor segala sumber daya pengetahuan di kampus. Dengan kata lain, tidak ada alasan sedikitpun untuk tidak belajar.
Tidak hanya itu,semangat pengabdian Habibie dalam membuat pesawat tentu menjadi bahan refleksi Panjang untuk saya. Bukan berarti saya harus membuat pesawat, melainkan pemikiran akan ide baru apa yang bisa dibawa pulang. Jangan sampai pulang ke Indonesia hanya untuk menikmati dan mengikuti system yang ada, dan membanggakan title dari kampus luar negeri.Â
Kuliah di sini membuat saya sadar bahwa tanggung jawab keilmuan itu penting, spesifknya tanggung jawab akan pengamalan ilmu yang telah dipelajari demi kemajuan lingkungan sekitar, minimal dalam lingkup RT atau kampung.
Saya ingin mengatakan sekali lagi bahwa saya merasa kehilangan sosok motivator. Saya membayangkan hari-hari tanpa mendengar wejangannya lagi, dan itu tentunya membuat saya harus independent dalam memotivasi diri sendiri.Â
Terima kasih Eyang Habibie atas segala jasamu untuk bangsa ini dan juga untuk diri saya pribadi. Dalam pandangan subjektifitas dan penuh keterbatasan ini, say yakin dirimu insyaallah akan ditempatkan di SurgaNYA., karena tuhan tidak pernah tidur dan absen mencatat amal-amal baikmu selama ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H