Mohon tunggu...
Ichanx Nugrov
Ichanx Nugrov Mohon Tunggu... pegawai negeri -

manusia biasa saja, tak kurang tak lebih

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gladi Resik Kematian

7 April 2010   01:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:57 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tragedi yang terjadi dibelahan selatan pulau jawa sekarang tinggal menyisakan puing-puing kesedihan, apakah bencana itu sekiranya peringatan, cobaan atau adzab yang diberikan Allah kepada makhluknya? Sangatlah sekuler kiranya manusia apabila tidak menghubungkan bencana itu dengan Kehendak Allah, dan hanya mengait-ngaitkan dengan faktor alam. Memang betul alamlah sarananya yang dengan ilmu yang diturunkan Allah padanya. Maka alam itu dapat dibaca gejala dan kejadiannya. Tapi tidaklah seharusnya kita memisahkannya dari Rencana Allah.

Dari tragedi bencana itu korban yang berjatuhan yang tidak mungkin disaring mana yang paling beriman maka akan mendapat kehilangan yang paling sedikit, dan mana yang lebih kufur akan mendapat kehilangan yang lebih banyak. Semua menyatu dalam satu kesatuan bencana. Laksana seorang pedagang yang membeli berkarung-karung jeruk, dia tak akan memilih lagi mana jeruk yang busuk dan mana jeruk yang bagus. Semua ada dalam satu kesatuan 1 ton jeruk.

Dimalam itu, dimalam sebelum bencana melanda, dimalam ketika lentikan jari Allah belum menunjuk ujung selatan jawa, Samsul berusaha untuk memejamkan mata setelah melewati 4 hari libur panjang bersama keluarganya. “mas Shalat isya` dulu mas !” pinta istrinya, “aaaaaggghhh” menggeliat tangan samsul , tapi ya hanya menggeliat. Akhirnya lewat waktu isya` “mas Shalat subuh mas!” pinta istrinya lagi setelah isya` tak lagi terlaksana. “agghhhh” lagi-lagi jawaban itu yang diterima istrinya.

“Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar “ terkejut samsul oleh teriakan istrinya, terbangun dari tidurnya kepalanya terasa pusing dirasanya atap rumahnya bergoyang, tapi atap rumah itu bergoyang bukan karena pusingnya tapi karena sudah waktunya lentikan jari Allah menunjuk daerah itu untuk bergoyang. Dengan serta merta diraihnya anis anak perempuan semata wayangnya dan digeretnya istri tercintanya tuk keluar dari rumah, selang beberapa detik rumah kecil yang memang mau rubuh itu akhirnya rubuh juga.

Menunduk tertegun samsul menyaksikan rumahnya ambruk, tapi begitu bersyukurnya ketika disaksikan tak seorangpun terluka dari anggota keluarganya, ditanyanya istrinya, bergilir anis anak perempuannya. Semua mengangguk tanda tak terluka parah atau kesakitan.Dalam tertegun itu teringat kembali semua apa yang dilakukan samsul sebelum kejadian itu,

1 menit bagi manusia terasa sangat lama ketimbang 1 menit bagi ketakutannya, bagi rasa ngerinya. Apa yang dirasa dalam 1 menit bagi ketakutannya terasa begitu menyesakkan, bahkan 1 menit itu semua memory akan terekam dengan sangat jelas, masih sempurna dalam ingatannya 1 menit ketakutannya itu bagaimana dia melompat merangkul anis anak perempuannya, bagaimana dia merasakan betul dinginnya tangan istrinya saat 1 menit ketakutannya membuat dia sekecil debu diatas bumi Allah ini.

Terngiang dalam telinganya sentuhan istrinya saat membangunkan untuk shalat subuh dan apa yang diberikannya hanya geliatan dan auman malas. Isya` lewat, subuh apalagi.

Adzab kah? Peringatan kah ? yang diberikan Allah kepadaku guman samsul. Tapi Allah memang sedang memberikan gladi resik kepadaku, memberikan gambaran bagaimana rasa ngerinya saat kematian menjelang, Allah memberikan latihan tentang ketakutan yang akan terjadi saat sebenar-benar maut akan menjemput, sebuah gladi resik kematian gumam samsul.

Teringat dia akan kelalaiannya, shalat yang penuh lubang, puasa yang sangat jarang, dan hanya dunia yang dia sempatkan. Dengan serta merta samsul bersimpuh mengumbar semua janjinya, yang bisa jadi janji itu adalah titik balik peningkatan imannya, dan ikrar kesanggupannya untuk menjadi hamba yang lebih taat.

Yang pasti dalam dada samsul dia merasa Allah berusaha menyampaikan pesanNYA dalam gladi resik kematian itu,yaitu


  1. Allah menggambarkan bahwa ketika kematian menjemput , semua manusia akan menjadi sangat individual, dia tak akan memikirkan orang lain lagi, dalam 1 menit itu yang ada dalam dada samsul hanya ketakutan dan kengerian.
  2. ini baru gladi resik pikir samsul, bagaimana seandainya kematian samsul tidak di “pre memory” oleh Allah. Bagaimana seandainya didalam 1 menit itulah seharusnya waktu samsul tuk berjumpa dengan malaikat maut, alangkah menyesalnya samsul…karena tidak ada lagi waktu bertobat atas kelalaiannya meninggalkan shalat.
  3. samsul merasa bukanlah apa-apa di bumi Allah ini, bila Allah mengguncang bumi dengan seguncang-guncangnya, maka gunung akan tampak seperti anai-anai yang berterbangan, apalagi samsul yang hanya semata manusia, setitik debu dibandingkan gunung. Menyadarkan samsul bahwa dia hanya setitik manusia dalam jutaan metric luas alam.

Begitulah samsul diperingatkan oleh Allah dengan gladi resik gambaran kematian yang ditampakkan didepan matanya, dan bagi samsul itulah campur tangan Allah dalam hidupnya, alam hanyalah cabang ilmu yang diturunkan Allah untuk dicermati bukan untuk dipisahkan dari kekuasaan Allah.

Pagi ini Allah kembali melakukan Gladi resik untuk ummatnya di ujung Banda. Dimulai pada pukul 5.15 WIB hingga 6.35 WIB gempa membuat bumi bergetar berkali kali. Dari 7,2 SR hingga 5,0 SR. membuat setiap manusia bergidik, membuat Samsul-Samsul yang lain terngiang kembali akan kedahsyatan kekuatan air memecah ikatan keluarga memisahkan mereka dari yang hidup dengan yang mati.

Mari sekali lagi menilik diri kita masing-masing, bila mungkin gladi resik itu menimpa kita. Sudahkah rekening kebajikan kita terisi dengan keimanan?

Semoga kisah samsul ini memberikan gambaran betapa Kekuasaan Allah sangatlah besar atas kita. Dan Allah adalah Maha penyayang atas makhluknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun