Malam ini entah mengapa isi kepalaku hanya tentang dia (semoga tidak tasakko-sakko ji kodong). Seseorang yang sedikit banyak memberikan pengaruh besar dalam kehidupanku setidaknya hampir delapan tahun belakangan. Mengenalnya diawal, tidak beda dengan pertemuanku dengan teman-teman yang lain. Selain karena dia berbeda kelamin denganku selebihnya tidak ada yang special diawal. Ketika saya dan dia masih berbaur dalam sebuah komunitas yang lebih dikenal dengan Keluarga Mahasiswa salah satu kampus ternama di kawasan Timur Indonesia semuanya belum memberikan kesan apapun. Salah satu penyebab karena dalam naungan komunitas itu jumlah laki-laki dan perempuan sangat jauh berbeda. Sehingga kami (kaum adam) lebih dimanjakan dengan belimpahnya jumlah kaum hawa di sekitar kami. Tanpa terjebak terminology baper, pertemuan awal saya dengannya juga menjadi tidak terlalu berkesan karena saat itu saya sedang pacaran dengan salah satu anggota komunitas tadi.
Adalah selembar kertas yang berisi permohonan pemateri semuanya menjadi pintu pembuka awal sosoknya “memperkenalkan diri”, walaupun belakangan ternyata itu dilakukannya tanpa disadari. Selain itu ada beberapa kesempatan pertemuan kami yang juga memberikan pengaruh besar dalam upaya berkenalan dengannya jika kata pendekatan sangat alay sifatnya saya cantumkan saat ini, mengingat umur yang sudah tidak muda lagi…hahaaayyyyy. Entah saya yang terlalu overconfidence atau dia yang sudah menyerah dengan segala upaya mengaktualkan ego ku untuk menjadi dekat dengannya semunya kemudian impian untuk menjadi lebih dekat denganya menjadi nyata. Seiring berjalannya waktu kemudian ternyata kedekatan kami tidak semulus dalam hayalan, karena saya harus terbentur kembali pada keadaan saat itu yang mustahil mewujudkan kondisi menjalin hubungan dengan lebih dari satu orang wanita dalam satu waktu. kembali lagi dia menjadi sosok yang saya korbankan untuk sesuatu yang awalnya saya mulai sendiri.
Adalah kemudian setelah hubunganku dengan yang pertama berakhir, kemudian ingatan tentangnya kembali mengganggu. Ingatan yang berangkat dari rasa bersalah karena telah menjadikannya korban atas keegoisanku terdahulu. Dan lagi-lagi menurutku ini tentang dia yang akhirnya memutuskan melimpahkan tanggung jawab orang tuanya kepadaku karena untuk mencari seseorang yang menjadi pendamping untuk menghabiskan sisa hidupmu tidak cukup hanya dia menarik secara fisik, namun yang terpenting dia mampu menguasai alam fikiranmu, minimal jika sedang sendiri. Dan ini yang saat ini sedang saya alami. Ingatan tentang bukan semata karena secara fisik dia menarik, namun sebagai seorang yang berbeda jenis kelamin menurutku dia adalah sosok perempuan yang tangguh, setidaknya untuk kemudian menemuiku kembali setelah selembar kertas permohonan pemateri itu saya sobek didepannya, pada waktu itu sudah pasti membutuhkan seluruh keberanian yang tersisa didirinya. Iniah kesan pertama sekaligus membekas dalam ingatan hingga akhirnya tiba masa dimana sosoknya kembali menyelimuti ingatanku. Dengan mengumpulkan sisa ego yang dibungkus dengan sedikit keberanian akhirnya saya mencoba untuk membuka komunikasi yang sebelumnya sudah saya akhiri tanpa penjelasan yang pantas untuk diberikan kepadanya. Dan lagi-lagi dia menunjukkan sebuah sikap yang untuk kesekian kalinya membuat diri ini terkesan. Tanpa berusaha untuk menghakimi diri ini yang telah berlaku tidak adil kemudian dia memberikan respon positif untuk sekedar menjalin komunikasi lagi setelah beberapa waktu terputus.
Pasca terhubungnya kembali itu kemudian kami banyak menghabiskan waktu, meski itu hanya sekedar berbaur dengan kaum muda lainnya pada waktu itu di titik titik berkumpul kota besar waktu itu. Lagi-lagi dia tidak henti-hentinya menunjukkan sikap yang semakin membuka mata ini jika dia adalah sosok yang pantas untuk menemaniku menghabiskan sisa hidupku, misalnya sikap permisifnya terhadap salah satu kebiasaan burukku. Entah apakah kondisi ini menjadi causa untuk masuk dalam kategori jodoh dengannya…entahlah. Karena konsep jodoh yang saya pahami ketika sebuah perpisahan hanya terjadi karena kehendak lebih besar dari kita sebagai manusia seperti kematian. Secara bersamaan kemudian diri ini sadar jika sosok yang saya kenal tentang dia sebenarnya belum mewakili seluruh ke-diri-an nya. Walaupun sebenarnya sebagai seorang yang dikala itu tergolong mahasiswi yang aktif, besar keyakinanku jika sosoknya juga tidak sedikit yang mengagumi bahkan sampai pada tahapan menyukai. Dan ini kembali bukan menghalangiku untuk kemudian meyakinkan diri untuk bersamanya menghabiskan sisa hidup ini kelak pada waktu itu fikirku.
Di sebuah rumah makan cepat saji akhirnya diri ini mengajukan sebuah proposal masa depan sebuah hubungan yang lebih serius dengan syarat dan kondisi yang berlaku. Walau sambil melakukan salah satu tindakan yang paling dia benci akhirnya proposal itu diterimanya. Masalah yang kami hadapi bukan akhirnya berakhir, karena selepas itu saya akhirnya harus meninggalkannya untuk memenuhi panggilan kerja di daerah yang berbeda dengannya. Hubungan kami lalui dalam ruang dan waktu yang berbeda, hingga hanya untuk sekedar mendengar suara setidaknya saya harus mencari posisi yang memungkinkan karena ini berhubungan dengan alokasi signal yang tidak merata di daerah yang termasuk wilayah timur Indonesia pada waktu itu. Ini bukan penghalang bagi kami yang pada waktu itu sedang mempersiapkan diri melangsungkan prosesi budaya bersatunya dua orang yang dikenal dengan pernikahan.
Adalah hari Sabtu tanggal 12 bulan November Tahun 2011 atau yang bertepatan dengan tangga 15 Dzulhijjah tahun 1432 Hijriah merupakan waktu yang disepakati oleh keluarga kedua belah pihak untuk melangsungkan acara itu. Bagiku ini semacam momentum yang bersejarah namun sekaligus membingungkan, mungkin karena pertama seumur hidup, jadi pasca itu banyak hal yang kurang menurut penilaian diri sendiri. Ini pun bukan akhirnya bukan tanpa masalah kemudian, karena ternyata pasca menikah masih banyak hal-hal yang sebelumnya tidak didapati ketika menjalin kedekatan atau biasa disebut berpacaran terjadi. Terlepas dari semua masalah yang akhirnya kami alami satu keyakinan diri ini jika memang dia-lah yang pantas untuk menemaniku menghabiskan sisa umur ini dengan segala kekurangan ini.
Akhir kata coretan diatas bukan bermaksud gombal picisan, karena fase itu kita telah lalui bersama. Dan bukan pula upaya untuk meyakinkanmu akan keberadaanku, karena satu keyakinanku ketika dirimu telah memantaskan diri untuk menemaniku menghabiskan sisa hidupku disaat itulah sebenarnya kau telah menunjukkan keyakinanmu untuk menerimaku sebagai pendampingmu wahai wanita yang telah menjadi ibu dari anak-anakku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H