Surabaya (20-Maret-2012). Jam 12.30 Hp saya berbunyi, langsung saya lihat, ternyata Cak Haris yang SMS dan minta jemput di Terminal Purabaya. Saya langsung bergegas, tak lupa saya bawa helm.
Sampai di terminal, saya parkir di pojok (sebelah kanan tempat penurunan penumpang luar kota). Melihat hp, lihat sms masuk dan sambil mencari warung tempat Cak Haris makan. Beliau makan di warung pojok, depan toilet umum. Tak berselang lama, saya pamit untuk mindah motor agar bisa kelihatan dari warung. Parkir motor dan menggembok cakramnya. Samping saya, ada orang laki-laki berdiri dengan gagah, sambil mendengarkan musik menggunakan handfree.
Saya langsung menuju ke warung tempat makan tadi, ternyata baru 10 langkah, orang laki-laki yang berdiri tadi itu langsung marah-marah, pelipisnya luka, seperti orang yang selesai berkelahi. Eh : “kamu tadi yang menginjak kaki saya?, saya jawab: kapan mas? Tadi itu, waktu di warung? Perasaan saya tidak menginjak kaki? Gak ngaku? Tanya laki-laki itu dengan mata yang melotot, sambil pegang baju saya. dia langsung menekek leher saya dengan lengan. Mau mati kamu? Kamu dari mana? Dari probolinggo mas, jawab saya dengan tegang”. Beberapa menit kemudian, dia melepas tangannya, dan mengatakan, “ya udah, ayo ke warung itu, saya juga mau makan”. Tandasnya.
Saya menuju ke warung, dan diikuti oleh dia. Saya tidak pernah melihat ke belakang. Saya langsung duduk di kursi dekat cak haris karena perasaan (feeling) saya, dia akan duduk di depan saya, agar bisa ngomong-ngomong dengan baik dan masalahnya selesai. Ternyata, dia duduk di kursi yang terakhir. Berarti, dia dengan saya selisih satu kursi, dekat dengan pintu keluar.
Saya di pesankan nasi goreng dan teh panas oleh Cak Haris. Laki-laki itu hanya pesan minum es teh. Tak berselang lama, saya makan nasi goreng yang terasa pedas dengan santai agar lama, sambil ngelirik dia. Dia minum es tehnya sambil menutupi pelipisnya yang luka. Mungkin dia malu sama Cak Haris karena beliau melihat keluar. Meskipun tidak fokus melihat pada lelaki itu, paling tidak laki-laki itu ketahuan di pelipisnya luka.
Saya baru makan separuh nasi goreng, laki-laki itu ke luar. Dia masih berkeliaran di depan pintu warung. Beberapa menit kemudian, ada orang gemuk, memakai baju warna biru dan pakek kopiah putih. Dia bertanya kepada saya, “siapa yang di todong barusan? Saya bapak, jawab saya. Gak apa-apa? Lanjutnya, iya bapak, saya tidak apa-apa. Ngapain kesini, jemput tah? Nggeh bapak. Ya udah, kalau dah selesai, langsung pulang ya. enggeh bapak.” Bapak itu kemudian pergi.
Saya bercerita kepada Cak Haris. Saya barusan mau di jambret sama orang yang minum es teh tadi. Iya tah? Tanya beliau lebih lanjut. Beliau bayar uang makan dan teh,sambil bertanya sama penjaga warung yang cantik, dia menjawab; saya tidak kenal bapak. Saya dan Cak Haris, langsung bergegas pulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H