Mohon tunggu...
bambang heryanto
bambang heryanto Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Pena lebih tajam daripada pedang. Namun tidak banyak orang yang mampu menulis. Blogging merupakan sarana efektif untuk belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Anak-anak Logam

18 Maret 2011   11:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:41 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulang dari sekolah buru-buru Bayu melepas pakaian seragamnya dan menggantinya dengan pakaian rumah. Setelah itu dilahapnya makan siangnya dengan cepat kemudian dia berlari keluar "Mau kemana, Bayu?"tanya ibunya

"Main”, Jawab Bayu singkat..

Sudah sebulan ini keluarga Bayu pindah ke Gilimanuk. Gilimanuk adalah pintu masuk ke Pulau Bali dari arah barat. Ayahnya bekerja di perusahaan pelayaran sehingga mereka sering berpindah tempat tinggal. Sebelum ini mereka tinggal di Surabaya.

Sudah sebulan ini pula ibu Bayu memberi kelonggaran kepada Bayu untuk bermain. Dia menyadari sebagai anak tunggal tentu Bayu sangat kesepian. Apalagi berpisah dengan teman-teman lamanya. Untuk itulah ibunya tidak pemah melarang Bayu bermain selamaitu tidak mengganggu jadwal belajarnya. Bayu memang pandai bergaul sehingga sebentar saja dia sudah dikenal di kampungnya.

Hari ini dia diajak teman-temannya untuk menyelesaikan pembuatan ogoh-ogoh. Ogoh-ogoh adalah patung yang melambangkan kejahatan. Bayu pemah melihat ogoh-ogoh, namun itu di TV sehingga karenanya dia sangat tertarik waktu diberitahu teman-temannya bahwa mereka sedang membuat ogoh-ogoh. Teman-temannyapun dengan senang hati mengajak Bayu untuk bergabung bersama mereka.

Sampai di rumah Wayan Sudirtha teman-temannya sudah berkumpul. Kadek Sugita, Nyoman Muliana, Nengah Sumarna serta Ketut Rauh. Mereka sedang menempelkan kertas-kertas semen pada rangka patung yang terbuat dari bambu. Patung itu cukup besar. Menggambarkan seorang raksasa dengan tinggi 2 m dan berbadan gendut.

"Ayo Bayu, bantu kami!" Wayan mempersilahkan

Sambil terus menempel kertas Wayan menjelaskan kepada Bayu

"Sebentar lagi adalah hari raya Nyepi. Sehari menjelang nyepi kami mengarak ogoh-ogoh, yaitu patung yang menggambarkan kejahatan. Setelah diarak patung itu kami bakar sebagai simbol kami membakar kejahatan yang ada dalam diri kami. Esok harinya adalah Nyepi. Kami tidak melakukan kegiatan apapun. Kami melakukan catur brata penyepian atau empat kegiatan penyepian yaitu amati geni atau tidak menyalakan api, amati karya atau tidak bekerja, amati lelanguan atau tidak bersenang-senang dan amati lelungan atau tidak bepergian .........”

"Berarti sehabis nyepi hari raya besar, dong?" tanya Bayu

"Benar. Seperti lebaran di Jawa"

Sambil bekerja mereka asyik bercerita. Teman-teman barunya suka dengan Bayu karena sekalipun dia dari kota namun dia dengan cepat mampu menyesuaikan diri dengan mereka.

"Eh .. ngomong-ngomong, bagaimana kabamya Gusti Komang?" tanya Bayu. Sudah 2 hari ini teman mereka, Gusti Komang Susrawan tidak masuk. Dia terserang demam berdarah dan dirawat di Rumah Sakit Umum Negara, yaitu kota kabupaten yang jaraknya 30 km dari Gilimanuk.

"Masih berada di rumah sakit" jawab Kadek Sugita

"Bagimana kalau kita menengoknya?" usul Bayu

"Setuju!!" serentak teman-temannya menyahut

"Tapi kita harus naik bis. Darimana kita dapat uang?" tanya Bayu lagi ragu

"Gampang ... !" jawab Wayan Sudirtha

"Gampang bagaimana?"

"Dia itu anak logam" kata Kadek

"Anak logam?"Bayu penasaran

" Iya. Dia itu anak logam"

Bayu mengangguk-angguk seakan mengerti

"Jadi dia pemah mengalami kecelakaan, kemudian di tubuhnya dipasangi pelat-pelat logam. Begitu?" tukas Bayu memperjelas

Teman-temannya tertawa

"Wayan itu itu anak logam. Dia juga" kata Kadek sambil menunjuk Nengah," Ketut juga, bahkan akupun sama. Pada dasamya kami semua adalah anak logam"

"Aku tidak tahu maksud kalian" kata Bayu bertambah bingung

"Kamu bisa berenang?" tanya Ketut tanpa mempedulikan kebingungan Bayu, "Maksudku jago berenang?"

"Lumayanlah" jawab Bayu

"Kalau begitu nanti sehabis kita mengerjakan ogoh-ogoh ini kita ke pelabuhan"

Ogoh-ogoh hampir selesai. Mereka memutuskan hari itu cukup sampai disini. Setelah membereskan peralatan kemudian mereka menuju ke pelabuhan.

Siang menjelang sore. Pelabuhan penyeberangan Gilimanuk nampak ramai. Beberapa kapal fery bersandar di pelabuhan. Bus-bus malam satu demi satu memasuki perut kapal. Memang pada saat-saat semacam itu yang ramai adalah bis-bis malam. Dan anak-anak itu memang sengaja menunggu saat semacam itu. Saat kapal penuh oleh bis sehingga penumpangnya juga banyak

Setelah menitipkan baju mereka ke ibu Wayan Sudirtha yang membuka kedai di pelabuhan, mereka naik ke atas kapal fery penyeberangan yang menghubungkan Pulau Bali dan Pulau Jawa. Mereka hanya memakai celana pendek saja. Para penjaga yang sudah mengenal mereka membiarkan saja.

Kapal penyeberangan itu cukup besar dan terdiri dari 4 lantai. Lantai pertama untuk mobil, lantai ke dua dan ketiga untuk penumpang sementara lantai ke empat adalah tempat nakoda. Ke lantai keempatlah mereka menuju.

Sampai di lantai paling atas mereka berkumpul di tepi pagar. Dari atas kelihatan air laut biru di bawah mereka.

Hati Bayu berdegup kencang. Dia benar-benar merasa menjadi petualang

"Bayu, kamu melihat saja, ya?" kata Wayan yang dianggap sebagai pemimpin mereka. " Tidak usah memaksa diri ikut kami"

Bayu mengangguk.

Wayan bersiap dan kemudian dengan berteriak nyaring dia melompat ke bawah. Ketinggian tempat Wayan melompat lebih dari 6 meter. Teriakannya yang keras serta suara ceburan air mengejutkan para penumpang kapal itu ..

Byur .........

Terdengar bunyi keras benda tercebur ke air

"Ada orang jatuh .............. ada orang jatuh .... !!." teriak para penumpang kaget sambil berkerumun di sisi

kapal

Belum hilang kekagetan mereka terdengar lagi jeritan kedua diikuti suara benda berat yang jatuh ke air, kemudian yang ketiga dan ke empat

Byur .... byur .... byur

Dengan penuh rasa ingin tahu sekaligus khawatir para penumpang berkerumun di sisi kapal. Mereka masih terkejut melihat sosok-sosok tubuh yang melayang dari atap kapal dan tercebur ke dalam air taut

Namun kekhawatiran para penumpang sirna ketika melihat anak-anak yang tercebur itu muncul lagi sambil tertawa dan melambaikan tangan.

"Oom ... koin ... om!!!" teriak anak-anak itu.

Salah seorang penumpang melemparkan sekeping uang logam. Dengan sigap anak-anak itu menyelam mengejarnya. Begitu dapat, mereka muncul lagi sambil menunjukkan uang logam itu.

Para penumpang bertepuk tangan kagum melihat kesigapan anak-anak itu

Ya, mereka adalah anak-anak pantai yang sering kali memberi hiburan dengan menampilkan ketrampilan meraka mengejar uang yang dilemparkan oleh para penumpang kapal. Mereka biasanya disebut dengan nama anak logam. Tidak jelas dari mana asal nama itu. Mungkin karena mereka selalu berteriak-­teriak minta uang logam, atau mungkin karena kesigapan mereka yang selalu mampu mengejar uang logam yang dilemparkan.

Dengan riang gembira anak-anak berenang kesana kemari mengejar uang yang dilemparkan oleh para penumpang. Banyak penumpang yang dengan sengaja melempar dengan kuat sehingga uang itu terlempar cukup jauh namun anak-anak itu selalu mampu mengejarnya. Uang itu kemudian mereka simpan di kantong yang sudah mereka siapkan. Kantong kecil itu kadang mereka kalungkan di leher kadang diikat pada celana pendek mereka. Mereka menyebut kantong itu dengan kantong tuyul.

Bayu masih termangu-mangu di lantai atas kapal. Dia memang kadang melompat dari papan loncat indah, namun itu di kolam renang. Namun rasanya malu juga kalau dia tidak berani melompat.

Teman-temannya yang melihat Bayu termangu-mangu, melambaikan tangan

" Ayo, Bayu ........... " teriak mereka

Akhirnya sambil memejamkan mata Bayu berteriak melompat

Byur ...

Teman-temannya bertepuk tangan

Bel kapal berbunyi menandakan kapaI akan berangkat. Pertunjukan babak pertama selesai. Anak-anak kemudian menyingkir. Sangat berbahaya apabila mereka tetap berada di air pada saat baling-baling kapaI berputar. Baling-baling kapal yang berkekuatan besar mampu menghisap mereka dan mencabik-cabik tubuh mereka.

Mereka sempat naik ke kapal kedua. Namun pada waktu mau naik ke kapal ke tiga hari sudah mulai gelap. Sudah saatnya pulang

Mereka kemudian berkumpul sambil menghitung perolehan mereka. Lumayan juga. Mereka memperoleh cukup uang untuk ongkos transpor menengok sahabat mereka sekaligus untuk membeli oleh-oleh

Bayu pulang dengan langkah ringan. Hari ini dia memperoleh pengalaman luar biasa dengan teman-­teman barunya. Mencari uang adalah sesuatu yang belum pemah dia lakukan. Apalagi itu dilakukan dengan cara yang luar biasa

"Cara seorang petualang" katanya dalam hati sambil tertawa

Dan yang membuat dia lebih gembira adalah uang hasil kerja mereka akan digunakan untuk menengok sahabat mereka, Gusti Komang Susrawan yang terbaring sakit. Dia berharap semoga kedatangan mereka nanti akan memberikan penghiburan serta penguatan kepada Gusti Komang sehingga sahabat mereka itu segera sembuh.

13004477761524485653
13004477761524485653

130044580990128393
130044580990128393

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun