Mohon tunggu...
Muhammad Nur Hayid
Muhammad Nur Hayid Mohon Tunggu... -

ingin mengabdi untuk kemaslahatan, menjadi sinar bagi gelapnya kehidupan akhir zaman, seperti kanjeng nabi muhammad khoirul kholqi walbasyar.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Selamat Datang Zhafira Anakku ....

31 Juli 2012   11:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24 786
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhamdulillah ... Bienvenue ya binti 'Najecha Zhafiralgeria Putri Hannia'  pada 28 Juni 2012 di RS Elquds-Hydra, Alger, Aljazair. 9 Bulan kami menunggumu dengan penuh harap dan cemas. Akhirnya tepat pada pukul 07.00 pagi hari kau hadir menyapa kami semua di alam kedua, yaitu alam dunia  setelah kau tinggalkan alam rahim ibumu. Kau sapa dunia ini dengan senyum merekah dan sedikit tangis sesaat setelah keluar dari rahim ibumu.

Marhaban ya Binti, kami hanya bisa bersyukur dan bersukur atas karunia besar ini. Alhamdulillah, subhanallah demikian untaian kata yang tak terputus dalam sujud syukurku di ruang persalinan setelah kupastikan bayi kecil mungil itu di tangan dokter Kharrasi. Kau lahir di bulan yang suci yang mulia dengan berat 3.30 Kg dengan panjang 49 Cm. Rupanya kau tak mau berlama-lama membebani ibumu yang selalu berpuasa meski mengandungmu sampai 9 bulan.

Ibumu selalu menemani ayahmu untuk sahur sambil juga dia sahur untuk dirinya sampai tanggal 9 Ramadan. Tepatnya tanggal 28 Juli ibumu harus menghentikan puasanya karena sejak tanggal 8 ramadan kau sudah tak sabar ingin keluar menengok dunia ini. Kau ingin ringankan beban ibumu meskipun
kata dokter kau baru akan lahir pada 9 agustus atau bahkan 17 agustus. Namun, alhamdulillah, Allah sudah mengatur semuanya. Dan Sabtu 28 Juli itulah hari bersejarah kamu anakku ... Zhafiralgeria.

9 bulan kami menunggumu Zhafira. Bahkan ada bimbang antara kau lahir di  Indonesia atau di Algeria. Sebab, memang tugas ayah ini harus dilaksanakan sementara engkau, mama dan kakakmu masih berada di Indonesia. Sampai keputusan penting itu akhirnya diambil berdasar pikiran jernih dan tentu istikhoroh kepada Allah, tepat pada 21 April kau dan kakakmu serta mama menyusul ayah di negeri seberang. Kau ingin lahir di negeri orang.

Dan dengan sedikit susah payah mama kamu harus membagi beban membawamu dan barang-barangnya serta anak-anak. Sebab ayah tak bisa menjemputmu karena alasan tugas. Namun Alhamdulillah, ada orang baik dan bersih hati Pak Kiai Masrur yang rela menemani keberangkatan kalian dari tanah air sampai ke negeri sejuta syuhada ini. Alhamdulillah tepat esok harinya, kalian datang dengan selamat dan aku sambut dengan senang dan haru kalian di bandara internasional Hoari Boumedian, Alger Aljazair.

Setelah itu, hari-hari menjelang kelahiranmu kita jalani bersama di rumah mungil di daerah Hydra (Mentengnya Jakarta), setelah seminggu numpang di wisma duta. Ini karena pemilik rumah tak bisa memenuhi janjinya menyiapkan rumah siap huni sebelum tanggal 20 April. Tapi tak mengapa, alhamdulillah, tepat 1 mei kami tempati apartemen kecil itu. Baiti jannati. Meski tak semegah istana, tapi kalau rumah sendiri jau lebih enak dan nikmat. Sebab mau ngapain aja, bebas dan tak ada yang terganggu.

Seperti biasa, kegiatan kami ke kantor, kegiatan saling kunjung dan menghadiri acara KBRI serta tentu jalan-jalan dan belanja. Sampai 27 Juli sore hari, kami merasa bahwa jadwal lahiran masih lama, kami putuskan jalan-jalan ke mal besar yang baru buka di ALger, namanya Ardis untuk belanja kebutuhan bayi. Saat berangkat istriku tak merasakan apa-apa, kami berangkat sekitar jam 3 sore. Namun setelah kami keliling dan hampir pulang, dia mulai merasakan mules-mules di perutnya.

Karena mules, dan umur kehamilannya sudah sembilan, tanggungjawabku sebagai bapak siaga (siap antar jaga) langsung mengajak dia ke rumah sakit elquds tempat dia lahiran nanti. Dan acara ngabuburit di pinggir pantai laut mediterania pun kami cancel karena memprioritaskan istriku yang mulai kesakitan. Kami langsung meninggalkan kawasan Ardis dan menuju Elquds. Saat kami datang, petugas jaga agak kaget karena ngapain orang asing ini datang. Namun aku langsung bilang bahwa kami adalah pasien dokter Amhis yang juga dokter Elquds. Akhirnya mereka langsung memeriksa kami dan menyuruh istriku ke ruang persalinan.

Beberapa saat setelah itu, istriku keluar masih dengan sedikit meringis kesakitan, kata petugas jaga itu belum saatnya lahir, mungkin besok atau lusa. Dia menyuruh kami pulang karena di sini tak umum seperti di Indoesia langsung ngamar. Di sini baru dikasih kamar kalau dah mau lahiran. Beda negara ya beda aturan, apalagi di sini masih baru menjadi negera sedikit terbuka dan tidak ada klinik lain yang siap. Kami pun ikut arahan petugas yang belakangan ketahuan sebagai perawat senior. Sebelum pulang dia memberi resep obat induksi kepada kami.

Sore itu, aktivitas seperti biasa, kami buka bersama di rumah karena istriku masih puasa saat kami jalan-jalan itu. Jadi dari tanggal 1 ramadan sampai 8 ramadan dia mampu menunaikan kewajibannya meskipun dapat rukhsoh sebenarnya untuk ibu hamil agar tak puasa. Tapi dia memilih lain, karena  menurutnya puasa lebih enak di badan dan lebih baik untuk kesehatan dia, selain alasan dia tak mau banyak-banyak nyaur utang nanti. Namun setelah buka, rasa sakit berupa mules-mules itu tak kunjung pergi. Dia pun menelponku saat aku hadiri buka puasa di rumah lokal staf, pak Masrur.

Aku bergegas pulang setelah salat magrib berjamaah di antar pak Munir. Dan kami berembuk untuk membawa ke dokter dan klinik malam itu juga. Namun istri saya nggak mau karena kasian anak-anak yang tentu tak akan bisa istirahat jika ke klinik malam itu. Apalagi kami harus hemat tenaga dan pikiran agar selalu sehat sehinga bisa saling bantu. Maklum kami sekarang tak lagi di Jakarta, Lumajang atau di Pacitan yang segudang saudara siap membantu jika ada yang mau lahiran. Kami sendiri dan harus bisa jaga diri dan atur diri.

Namun, sekitar 6 bulan kami di sini, alhamdulillah kami mempunyai teman-teman yang baik. Mereka bahkan sudah seperti saudara dan orang tua kami. Sampai sahur istri saya merasa mules perutnya tak kunjung beres. Padahal jadwal lahir menurut dokter masih sekitar seminggu lagi. Tak panjang pikir
sehabis salat subuh, aku telponlah Pak Munir yang sejak awal siap membantu proses persalinan istriku. Dia itu sudah 21 tahun di Aljazair dan semua pejabat negeri ini kenal dia. Dia baik sekali dan sudah aku anggap kakak sendiri. Semoga Allah membalas semua kebaikannya. Amin.

Setelah aku telpon, Alhamdulillah, dia juga habis sahur dan salat subuh. Aku langsung sampaikan niatku meminta tolong mengantar istri ke Elquds. Dia pun tanpa babibu, langsung siap dan menuju rumah mungilku. Padahal semalamnya dia habis begadang sama pak Dubes. Jazakumullah pak ... Aku langsung siap-siap semua tas yang sudah dipersiapkan istri sejak semalam yang berisi kebutuhan lahiran mulai dari pakaian ganti sampai pempers aku angkut keluar bersama anak-anak saya yang masih kiyap-kiyep karena ngantuk sehabis aku bangunkan paksa.

Bertiga dan dua anak-anak kami menuju Elquds dan sesampai di klinik, pintu gerbang masih tutup. Aku harus berupaya keras gedak gedok pintu sampai aku sendiri merasa perlu telpon pak Budi (lokal staf bidang protkon) yang mewanti-wanti juga agar tak sungkan minta tolong jika butuh sesuatu. Dia dan istrinya juga sangat baik. Aku minta dia yang punya kontak orang dalam agar menelpon penjaga yang masih tertidur agar membuka pintu sebab istriku sepertinya sudah tak kuat lagi.

Aku lihat bel di sebelah tembok, aku pencet lah bel samping berkali-kali, tak lama kemudian petugas jaga keluar membuka pintu gerbang di pagi buta itu. Aku tak tau apakah karena telpon pak budi atau bel di tembok, yang penting sekarang aku bisa masuk. Sesaat setelah kami masuk, beberapa perawat jaga malam terlihat baru kiyep-kiyep juga membuka mata, aku langsung meminta istriku diperiksa soal kemungkinan sudah bukaan untuk melahirkan.

Istriku langsung di bawa ke ruang persalinan, dan benar ternyata sudah bukaan dua. Alhamdulillah ternyata benar aku tak telat membawanya dan sekarang sdang proses lahiran. Sementara, istriku meminta aku di sampingnya selama lahiran tetapi perawat separuh baya itu melarangku sambil marah-marah. Aku pun mengalah daripada istriku tak diurus. Aku temani anak-anakku di ruang tunggu yang masih terlihat ngantuk bersama pak Munir yang setia menemani kami sampai pukul 13.00 waktu setempat.Aku coba pantau perkembangan istri di ruang persalinan dengan memberikan HP, tapi sayang sinyal tak sampai. Untungnya tak lama dari itu, istri pak Budi, bu Syafika datang. Alhamdulillah. Sejak saat itu, komunikasi kami lancar karena keterbatasan kami dalam bahasa perancis langsung teratasi.

Dan bu Syafika bisa menemani istri selama persalinan. Seperti Allah telah mengatur sebelumnya, Bu Syafika menjadi seperti ibu baru kami. Semua kebutuhan istriku dia bantu dan bahkan sampai disuapin dan dimasakin semua kebutuhan istri yang ingin makan telur dadar setelah lahiran. makasih ya Allah, kau telah mengirimnya di saat yang tepat. Semoga Allah membalas dan memudahkan semua urusannya. Amin.

Alhamdulillah, ditengah rasa tegang kami menunggu bersama anak-anak karena tak boleh masuk, bu Syafika datang sambil berlari mengatakan kepadaku, Pak Hayid sebentar lagi boleh masuk. Aku dah minta izin sama dokternya. Demikian dia laporan kepada saya soal hasil lobinya. Benar adanya, setelah dokter datang, kami bisa masuk dan saat itu seperti dejavu 4 tahun lalu saat aku menunggui menyaksikan langsung proses lahiran anak pertamaku Areta Chalwacetta di RS Permata Ibu. Subhanallah, aku bisa saksikan bukaan ke 4, 5 dan 6 sampai akhirnya aku tak boleh mendekat lagi dengan istriku yang aku peluk dan pegangi tangannya karena si jabang bayi dah mau keluar.

Aku menyingkir sebentar karena dilarang di dekat dokter yang akan menarik bayi dari rahim, tetapi aku bisa menyaksikan bagaimana proses bersejarah bagi anak ketigaku itu berjalan. Dan subhanallah ... kepala kecil itu mulai nampak, dan brul ... lahirnya Zhafira di tangan dokter yang langsung di serahlan ke perawat agar dibersihkan. Tak ada tangis dalam beberapa saat, baru setelah itu ... pyar ngoek ngoek ngoek ... Alhamdulillah ya Allah .... Aku sujud syukur di tempat itu pula. ku benamkan wajahku di keramik sambil berlinang air mata. Aku sendiri yang menunggui lahiran anak  ketigaku ...

Aku kembali bangkit untuk melihat proses lanjutan sambil mendapatkan ucapan selamat dari dokter Kharraci dan para perawat yang orang Alger dan Hongaria itu. Aku lihat ari-ari sudah keluar dan proses persalinan dinyatakan usai. Aku cium istriku sambil ke bisikkan I love you mama ... makasih ya atas perjuangannya untuk buah hati kita. Di pipinya pun mulai terasa basah karena meleleh air matanya. Dia pun juga mengucapkan hal yang sama, terimakasih ayah telah menemani dan proses panjang selama ini dan maafkan ya kalau ngerepotin," katanya.

Setelah kupeluk dan kucium dia, aku ambil anak ketiga kami dan aku sorongkan telingga kanannya ke mulutku, aku mulailah adzan. Allahu Akbar Allahu Akbar ... Setelah adzan usai, aku lanjutkan ke telingga kirinya ku bisikkan dengan agak lirik tak sekeras adzan kalimat untaian iqomat. Setelah semua prosesi sesuai ajaran agamaku itu usai, aku berdoa untuk si bayi dan kuakhiri kecupan kening dan bibir sebagai rasulullah lakukan kapada cucunya sayyidina Hasan bin Ali.

Setelah itu, bayi Zhafiraku diambil bu suster untuk dipanaskan. Dan sejak itu, aku ambil kamera yang sudah kusiapkan untuk mendokumentasikan semua meomen indah dan bersejarah itu. Di lubuk hati terdalam, rasa syukur dan syukur kepada Allah dan semua yang telah membantu proses ini terus ku lantunkan sambil melakukan aktifitasku. Areta dan Hawra pun mulai masuk ruang persalinan dan melihat adik barunya. Mereka surprise dan meminta foto-foto. Ngantuk mereka hilang saat melihat ibunya dan adiknya dalam gendongan dan pelukan kami. Makasih ya Allah ...

Sejak pagi itu, Sabtu 28 Juli. teman-teman kami berdatangan untuk menjenguk dan mengucapkan doa dan selamat setelah kami kabari keadaan keluarga kami. Pak Dubes, Pak Rahman, Pak Iskandar, Pak Budi, Pak Rahim, Bu Ida, Pak Yadi, Pak Toha, Pak Masrur, Pak Zenal, Pak Buchori dan semua ibu ibu dan anaknya di bawa, termasuk bu Sherli, pak Taufik dan semua lokal staf orang Alger yang tak mungkin kami sebutkan satu persatu yang telah mengucapkan mabruukkkk .... Kami merasa seperti saudara dan bersyukur mendapat saudara baru yang baik dan luar biasa di negeri orang ini.  Maturnuwun semuanya ya ... jazakumullah ahsanal jaza'.

Maturnuwun ya ALLAH. Alhamdulillah adada man fil ardi wassamawat ... merci mama sayang, merci areta, sukron jazila hawra dan ahlan wasahlan ya zhafira ... Allahummaj'alna min ibadikassolihin, waj'al auladana wadurriyatina min ahlil ilmi wa ahlil khoir wannajach. Wala taj'alna wa auladana wadzurriyatina min ahli sarri, wal fitnati waddoir. Tawakkalna alaika ya ALLAH ... la haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim, subhanakALLAH wabihamdika. Wasollallahu ala sayyidina muhammadin wa ala alihi wasahbih, walhamdulillahirabbil alamin. emmuah semuanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun