Mohon tunggu...
Hartono Rakiman
Hartono Rakiman Mohon Tunggu... Konsultan - Freelance consultant pada bidang pemberdayaan masyarakat, komunikasi, dan advokasi

Menjaga keseimbangan hidup antara bekerja, keluarga, sosial dan spiritual. Travel writer: "Mabuk Dolar di Kapal Pesiar."

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sang Raja

23 Oktober 2018   17:26 Diperbarui: 23 Oktober 2018   17:30 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Menulis sejarah bisa dari berbagai sudut pandang (angle). Iksaka Banu, salah satu penulis di tanah air, tertarik mengulas sejarah kerajaan bisnis rokok kretek di Kudus, dalam balutan novel berjudul "Sang Raja" (KPG: September 2017).

Iksaka Banu adalah seorang desainer grafis, lulusan FSRD ITB, yang lama  malang  melintang sebagai pengarah seni pada beberapa biro iklan di Jakarta, dan sekaligus penulis lepas di berbagai media nasional. Tak heran, dengan latar belakang dirinya itulah dalam novel ini terungkap banyak kisah menarik tentang bagaimana NV Nitisemito menjadi pelopor ide-ide kreatif dalam promosi rokok kretek yang dipakai hingga saat ini.

Ide-ide out of box yang dipakai kala itu antara lain adalah menyebar pamfel tentang rokok kretek Tjap Bal Tiga, yang menjadi merek rokok kretek NV Nitisemito, melalui pesawat  Foker F.VIIb milik Belanda yang disewa secara komersil. Ide ini terbilang liar kala itu, menjadikan alun-alun kota Bandung yang dijadikan target promosi seperti mendapat hujan salju berupa kertas pamflet warna putih melayang terbang di udara. Di kemudian hari, ide ini tampaknya ditiru oleh Tung Desem Waringin dengan menyebar uang lewat udara, yang mengundang kontroversi.

Ide lain adalah mensponsori acara kesenian rakyat Stamboel Bangsawan Melajoe, dengan mencetak berbagai media promosi seperti karcis tanda masuk, poster, hingga melatih para pemain untuk tampil menawarkan rokok melalui cerita guyonan saat selingan lawakan tiba.

Ide-ide kreatif NV Nitisemito terus menaglir, antara lain mendirikan Koedoesch Radio Vereeneging Bal Tiga dan Nitisemito Bioscoop sebagai channel informasi dan promosi rokok kretek mereka. Ide-ide kecil lain yang sampai saat ini masih dipakai dan diterapkan oleh hampir seluruh pabrik rokok dalam mempromosikan produknya adalah membuat mobil promosi keliling, menyelenggarakan paket hiburan malam, menyediakan hadiah pring, gelas, hingga sepeda, dengan menukarkan beberapa bungkus rokok. Ide-ide brilian soal promosi ini keluar dari tokoh Karmain dan Wirosoeseno.

Ide-ide kreatif itu bahkan masih muncul di bawah tekanan pemerintah pendudukan Jepang yang menginginkan propaganda: Nippon - cahaya, pelindung, dan pemimpin Asia. Di tangan Wirosoeseno, ketiga kata kunci itu diterjemahkan secara terpisah. Pesan Nippon sebagai "Cahaya Asia" dieksekusi pada bungkus korek api batangan. Pelindung Asia, dibuat dengan teknik saring di atas payung, dan Pemimpin Asia dicetak di atas empat kartu As, tepat di bawah gambar-gambar tokohnya! Semua media promosi itu digratiskan kepada setiap pembeli 5-10 bungkus rokok Bal Tiga!

Sekali lagi, sejarah kerajaan rokok dibedah dari sudut pandang yang berbeda. Alaih-alih menggali cerita dari keluarga besar Nitisemito, namun Iksaka Banu lebih suka mengurai sejarah dengan meminjam mulut kedua tokoh Wirosoeseno dan Filipus Rechterhand, yang tak lain adalah karyawan NV Nitisemito.

Cerita dimulai dengan munculnya tokoh wartawan Matahari Timur, Bardiman, yang ingin menggali sejarah dibalik kerajaan rokok yang dibangun Nitisemito hingga kejatuhannya pasca kemerdekaan Indonesia.

NV Nitisemito menjadi menarik untuk dikupas karena dialah satu-satunya perintis rokok kretek yang dimiliki pribumi tulen, jauh sebelum munculnya pabrik rokok sampai saat ini, yang mampu mempekerjakan lebih dari 10.000 karyawan, dan menyewa orang Belanda sebagai tenaga ahlli pembukuan (Poolman dan Filipus).

Layaknya sebuah kerajaan bisnis yang kaya raya waktu itu, kisah hidup  Nitisemito yang bernama asli Rusdi, anak seorang lurah sedikit terbalut intrik perempuan dan judi hasil pengaruh dari menantunya sendiri, Karmain. Namun dalam perjalanannya, Karmain harus tersingkir oleh Akoen Markoem, yang tak lain adalah cucu Nitisemito dari istri pertama. Karmain tersangkut kasus penggelapan pajak cukai rokok, yang dicurigai dipakai untuk mendanai pergerakan politik Sarikat Islam.

Jatuh bangun kerajaan rokok kretek NV Nitisemito dimulai sejak jaman pendudukan Belanda, Jepang, hingga kejatuhannya pasca kemerdekaan Indonesia, sekaligus selepas meninggalnya Sang Raja: Nitisemito.

Review novel oleh Hartono Rakiman, pendiri Rumah Baca (www.rumahbaca.wordpress.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun