Mohon tunggu...
Tri Muhammad Hani
Tri Muhammad Hani Mohon Tunggu... -

Sekedar menulis pemikiran yang terkadang aneh, nyeleneh dan melawan arus...Serta selalu menjaga liarnya pikiran

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menagih Komitmen Penyedia Obat Dalam Layanan Program JKN

14 Mei 2015   10:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:03 2238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

1. Komponen pembiayan kesehatan terutama Rawat Jalan yang terbesar adalah pembiayan obat dan Bahan Habis Pakai (BHP). Sekitar 70% - 75% biaya pelayanan kesehatan pasien RJTL adalah dari obat-obatan dan BHP.

2. Persoalan penyediaan obat adalah permasalah yag sangat rumit karena menyangkut banyak pihak dan sektor. Ada industri farmasi dan perusaah distributor yang berperan dominan di sini dengan segala bentuk kepentingan dan komitmennya. Ada Kemenkes yang menjadi "eksekutor" dan tempat "pengaduan" ketika persoalan penyediaan obat di faskes terdapat kendala. Ada BPRS dan Dinkes yang harus mengawasi kinerja faskes terutama RS dalam pelayanan obat-obatan kepada pasien peserta BPJS.

3. Dalam konteks persoalan ini maka BPJS Kesehatan diharapkan berperan aktif tidak hanya sekedar menerima komplain, akan tetapi ikut berperan dalam meng-investigasi persoalan terutama di apotek jejaring BPJS yang memberlakukan iur biaya obat-obatan kepada pasien. Melakukan kredensialing ulang dan evaluasi penunjukan apotek jejaring jika memang persoalan penyalahgunaan atau penyelewengan aturan dilakukan oleh apotek jejaring tersebut.

4. Perlu adanya law enforcement (penegakan aturan) kepada industri farmasi dan PBF yang dengan sengaja "melawan" ketentuan yang berlaku. Latar belakang adanya kebijakan sepihak dari industri farmasi dan PBF harus dianalisa dan dicarikan solusi atas persoalan-persoalan tersebut. Oleh siapa? Jika adanya upaya melawan hukum dari industri farmasi dan PBF, maka Kemenkes harus melakukan penegakan aturan dari yang paling ringan (teguran) sampai yang paling berat (pencabutan izin). Jika adanya moral hazzard dari faskes, maka Kemenkes, Dinkes dan juga BPRS harus melakukan upaya pencegahan dan penindakan sesuai ketentuan yang berlaku.

Terakhir, adanya temuan kasus moral hazzard di sebuah/beberapa faskes TIDAK BOLEH menjadi alasan pembenaran oleh industri farmasi dan PBF tidak mau melayani pembelian obat-obatan dengan harga e-katalog oleh faskes swasta dan apotek jejaring BPJS. Yang melakukan penyalahgunaan silahkan ditindak, tapi saya yakin masih banyak faskes swasta dan apotek jejaring yang masih tetap menjalankan pelayanan dengan baik dan benar sesuai ketentuan yang berlaku. Tidak adil bagi faskes swasta dan apotek jejaring BPJS yang memiliki komitmen tinggi terhadap program JKN ini jika harus terkena "getahnya".

Melakukan pemecahan masalah yang sangat rumit terkait penyedian obat-obatan dan BHP bagi peserta program JKN sembari terus berupaya memperbaiki sistem pengadaan, penyaluran (distibusi) juga pengawasan merupakan salah satu faktor kunci utama keberhasilan program JKN menuju Universal Health Coverage (UHC) Indonesia tahun 2019. Selama masalah "complicated" ini tidak diatasi, maka rasanya sangat sulit bagi faskes untuk memenuhi komitmen tidak boleh ada iur biaya terhadap pasien peserta BPJS Kesehatan. Wallahu'alam.

Sekian,

Tri Muhammad Hani
RSUD Bayu Asih Purwakarta
Jl. Veteran No. 39 Kabupaten Purwakarta - Jawa Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun