"Itu... itu batunya bergerak!", ucapku setengah berteriak.
Aku sangat terkejut. Tiba-tiba kedua batu itu bergerak dan berputar perlahan lalu lambat laun makin cepat dan makin cepat hingga aku tidak bisa melihat dimana posisi batu yang kanan dan yang kiri. Putarannya menjadi sangat cepat hingga yang kulihat hanya putaran itu saja. Lama-lama putaran itu berubah menjadi sebuah piringan disertai dengan kesiuran angin.
"Kedua batu yang berbeda sifat itu kini sudah 'menyatu'. Bukan menyatu dalam arti harfiah namun menyatu dalam pengkondisian yang lain. Dan ini akan melahirkan tenaga jenis baru.", jawab kakek tua itu menjelaskan.
DHEG...!
Dadaku seperti di palu godam. Apa yang dikatakan kakek tua itu benar sekali. Bagaimana menyatukan dua hal atau lebih yang berbeda sifat bukanlah semata-mata dengan meleburnya atau mencampurnya apa adanya. Sifat dan bahan yang berbeda tentu saja tidak memungkinkan untuk disatukan. Maka kakek tua dengan sangat cerdas menggunakan pendekatan lain. Aku jadi teringat, bahwa di dalam tubuh manusia terdapat imajinasi, niat, rasa, raga, kehendak, kesadaran dan banyak lagi. Semuanya merupakan jenis 'batu' yang berbeda sifat. Memaksakan melebur menjadi satu bukanlah dalam pengertian mencampurkan apa adanya seperti air dengan air. Melainkan mesti dengan cara lain.
"Apakah kamu mulai memahami sesuatu anak muda?", tanya kakek tua kepadaku.
Aku langsung mengangguk dengan mantap.
"Bagus!", jawab kakek tua itu singkat. Secepat kilat kakek tua itu menutupkan telapak tangan kanannya dan menangkap batu yang sedang berputar tersebut.
Percakapan kami dibuyarkan oleh sebuah suara wanita muda yang sangat nyaring terdengar.
"Kakeeeeek... aku dataaang..."
Aku menoleh ke arah datangnya suara. Rupanya Dewi dan ada dua orang laki-laki keluar dari salah satu pintu di pendopo depan kami.