Mohon tunggu...
Mugito Guido
Mugito Guido Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Senang menulis tapi tidak pinter menulis. Aku hanya asal menulis, menulis asal!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Yuk, Bisnis Udara

27 April 2013   22:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:30 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hah! Ide gila? Bukan. Kalau dianggap gila, mungkin hanya pada tahap awal saja. Sebelum Tirto Utomo, dulu orang yang punya gagasan jualan air mungkin dianggap gila juga. Masak, air saja dijual. Setiap rumah punya sumur atau, ledeng PAM. Tinggal tuang air dalam panci dan rebus. Tapi Tirto tidak takut dianggap gila. Ia lantas merealisasikan idenya dengan mengemas air dalam kemasan botol dan gelas pastik dan menjualnya. Hasilnya, siapa sekarang yang tidak mengenal air minum dalam kemasan merk ‘Aqua’? Dari rumah tangga, kantor-kantor sampai hotel bintang lima air kemasan itu tersedia di sana. Bahkan air kemasan serupa dengan merk lain bermunculan tak terhitung jumlahnya.

Dulu ketika harga premium masih Rp.2.500, harga satu liter air lebih mahal dari pada seliter bensin. Tak masuk akal? Ya begitulah faktanya. Setelah menyadari kenyataan itu lalu semua orang bilang: gila! Jadi, siapa sebenarnya yang gila, yang punya ide atau yang mencela ide itu?

AlbertEinstein awalnya dianggap sebagai orang gila karena teori relativitasnya. Barulah berpuluh tahun kemudian dunia mengakuinya kalau ia salah satu orang genius yang pernah ada di dunia ini. Thomas Alva Edison dulu dianggap bodoh dan dikeluarkan ibunya dari sekolah. Percobaannya yang tak mengenal menyerah untuk menciptakan bola lampu juga membuatnya diaggap tidak waras. Tapi karena jasa Thomas Edison pula lah, kita tak pernah lagi kegelapan di waktu malam. Kita wajib berterima kasih kepadanya. Masih banyak penemu-penemu lain yang ketika ia mengemukakan idenya dianggap gila. Tapi, telah terbuktibahwa ide yang pada awalnya itu tidak masuk di akal sering menjadi begitu berharga.

Awal tahun lalu, Chen Guangbiao dari China sudah mulai bisnis gila ini. Ya, bisnis udara! Saat itu, di wilayah Xiangjianm, China sedang dilanda polusi asap. Warga sangat menderita karena akibat asap ini mereka batuk tersedak-sedak. Maka munculah ide gila Chen. Ia memulai bisnis udara. Ia mengemas udara yang diambil dari daerah Tibet dan Yunan dan mengemasnya dalam kaleng-kaleng sebesar kaleng kemasan soda, lantas menjualnya ke warga yang menderita polusi asap itu. Satu kaleng udara dijual 5 yuan atau R.7.800. Menurut laporan CNBC, karena Chen saat ini sudah menjadi jutawan hasil jualan udara itu didonasikan kepada wilayah miskin di negaranya (sumber: Plasadana.com.

Sekarang ini, kondisi udara di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya sudah buruk karena berbagai zat polutan.Pencemaran terjadi oleh asap kendaraan bermotor, asap pabrik atau bau sampah yang sulit pengelolaannya. Pemerintah mencari berbagai cara untuk mengatasi polusi udara. Para ahli mengajukan berbagai alternatif solusinya. Sedangkan warga tak henti-hentinya mengeluhkannya.

Pencemaran udara ini memprihatinkan memang, namun di sisi lain bisa saja menciptakan sebuah peluang bisnis. Ya itu tadi, bisnis udara. Seperti halnya bisnir air kemasan saat ini, kita mengambil udara dari daerah pegunungan dalam tangki besar dan membawanya ke kota. Udara kita kemas dalam kaleng atau botol dan menujualnya kepada masyarakat kota. Di label kemasan ditulisi: UDARA ASLI PEGUNUNGAN.

Seandainya Tuhan hitung-hutangan seperti manusia, berapa besar uang yang harus kita bayar hanya untuk keperluan udara atau oksigen saja? Ingat, di rumah sakit kita pun membayar oksigen! Sayangnya, kita sering merusak sendiri kebutuhan-kebutuhan yang dikaruniakan Tuhan secara cuma-cuma. Dasar manusia!

Mr, 27-04-2013

gambar: vusdek.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun