Mohon tunggu...
Masge Yamin
Masge Yamin Mohon Tunggu... -

Environmental concern : Pelihara yang telah baik di muka bumi ini, dan adakan perbaikan bukan perusakan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Komitmen pada Penggunaan Bahasa Indonesia yang Benar

13 Februari 2016   22:00 Diperbarui: 13 Februari 2016   22:21 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejauh mana komitmen kita pada penggunaan Bahasa Indonesia, sebagai bahasa nasional kita? Kita sering dengar bahwa kita tentu kita sepakat untuk menggunakan Bahasa Indonesia yang benar, terlebih pada kegiatan formal dan yang bersifat dokumental. Semua pembentukan kata-kata dalam Bahasa Indonesia harus mengacu pada kaidah Bahasa Indonesia. Namun tidak kita sadari, telah sekian lama kita menggunakan kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa nasional kita itu. Berikut adalah kata-kata yang bahkan semenjak negara kita merdeka Tahun 1945 hingga sekarang masih kita gunakan:

1.       Kata “kabupaten” berasal dari kata dasar “bupati” mendapat awalan “ke” dan akhiran “an” harusnya menjadi  ‘’kebupatian”. “Kabupaten” adalah kata bentukan berdasarkan kaidah Bahasa Jawa.

2.       Kata “pesantren” berasal dari kata dasar “santri” mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” harusnya menjadi  “pesantrian”. “Pesantren” adalah kata bentukan berdasarkan kaidah Bahasa Jawa.

Dari kata “kebupatian” menjadi “kabupaten” , dan dari kata “pesantrian” menjadi “pesantren” tidak ada referensi dalam kaidah Bahasa Indonesia. Referensi itu hanya ada pada kaidah Bahasa Jawa.

3.       Kata “sesajen” berasal dari kata dasar “saji” mendapat awalan “se” dan akhiran “an” harusnya menjadi  “sesajian” yang berarti jamak dari kata “saji-sajian”. “Sesajen” adalah kata bentukan berdasarkan kaidah Bahasa Jawa.

4.       Kata “buron” berasal dari kata “buru” yang mendapat akhiran “an” harusnya menjadi “buruan”. “Buron” adalah kata bentukan berdasarkan kaidah Bahasa Jawa, dari kata “buruan” menjadi “buron”.

Kata “buron” mempunyai arti “sedang dalam pelarian  dan menjadi kejaran polisi atau penegak hukum lainnya akibat suatu perbuatan negatif yang telah dikerjakan”.  

Namun dalam Bahasa Hukum, untuk mendeskripsikan kata itu sebagai turunan dari kata dasar “buru” mestinya atau bisa menjadi “terburu” setelah mendapat awalan “ter”, seperti halnya pada kata “terpidana, tersangka, terdakwa, teradu, termohon, tergugat”, dst.

“Buron” adalah kata sifat yang diturunkan dari kata dasar “buru” mandapat akhiran “an” yang dalam kaidah Bahasa Jawa menjadi kata sifat sehingga berubah menjadi “buron”, seperti halnya pada kata “playon, kayon, temon, telon” dsb.

Namun dalam perkembangannya dalam Bahasa Indonesia, “buron” yang merupakan kata turunan masih mendapat akhiran “an” lagi, seolah ia adalah kata dasar, menjadi “buronan” yang adalah kata benda yang berarti obyek kejaran polisi atau penegak hukum lainnya. Mengapa tidak menggunakan kata “buruan”? Lebih sederhana dan sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia memang terus mengalami perkembangan dengan mendapatkan unsur dari luar dan dari dalam. Unsur dari luar, Bahasa Indonesia mengambil dari bahasa asing. Dan unsur dari dalam,  Bahasa Indonesia mengambil dari bahasa daerah. Salah satunya berasal dari Bahasa Jawa. Namun semua itu harus tetap memenuhi aturan atau sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia itu sendiri.

Maka kepada Badan Bahasa Kemendikbud untuk memperbaiki ihwal ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun