Mohon tunggu...
Mas Garex
Mas Garex Mohon Tunggu... Editor - KBC - 55 | Kompasianer Brebes
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Tulisan itu rekam jejak. Sekali dipublikasikan, tak akan bisa kau tarik. Tulislah hal-hal berarti yg tak akan pernah kau sesali kemudian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hari Pahlawan: Mengenang Para Syuhada Desa Karangsembung

10 November 2020   23:58 Diperbarui: 11 November 2020   00:07 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanggal 10 November diperingati Hari Pahlawan, saya teringat dengan para pejuang atau syuhada di desa saya Karangsembung yang telah gugur ditembak penjajah pada saat itu Belanda. Karena dari para syuhada yang gugur tersebut juga ada yang masih satu keturunan/ keluarga dengan saya. Semua warga desa karangsembung pada saat itu mempercayai kalau mereka telah wafat dalam keadaan syahid dan diberi gelar sebagai syuhada.

Oke saya akan ceritakan secara singkat kejadian masalalu yang merupakan peristiwa nyata. Sebelumnya saya sampaikan cerita yang akan saya tulis berikut ini adalah kesaksian dari berbagai sumber yang terpercaya.

Desa Karangsembung merupakan sebuah desa di Kecamatan Songgom Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, yang mayoritas penduduknya beragama muslim (islam) dan merupakan desa yang aktif dalam berjihad melawan penjajah pada masa itu. Hal ini didasari karena iman dan Hubbul Wathon (Cinta Tanah Air) yang tinggi, dibuktikan pada tahun 1947 Masehi, Desa Karangsembung mengalami satu peristiwa yang patut kita kenang sampai hari ini dan hari kemudian.

Peristiwa tersebut diawali di waktu malam hari pada tanggal 23 Ramadhan / 1947 Masehi, pada waktu itu tentara Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) merupakan tentara yang dibentuk oleh kolonial Belanda untuk menghadapi perlawanan lokal atau bisa disebut KNIL adalah kaki tangan Belanda. Pada saat itu orang-orang beranggapan mereka adalah orang Manado yang datang ke Desa Karangsembung yang mengatakan, H. Sultoni (Kepala Desa Karangsembung pada saat itu) bahwa tentara TKR (Tentara Keamanan Rakyat) Yogyakarta akan menyerbu Belanda di Jakarta.

Mereka orang-orang Desa Karangsembung yang berhati suci (Jihad Fisabilillah) mengira bahwa tentara KNIL yang beranggotakan orang Manado tersebut merupakan tentara TKR Indonesia yang sah.

Dengan adanya berita tersebut, keesokan harinya pada tanggal 24 Ramadhan / 1947 Masehi para pejuang syuhada desa karangsembung keluar dengan membawa berbagai macam senjata, yang oada waktu sedang terkenal adalah senjata Bambu Runcing dari Parakan-Temanggung. Sambil membawa senjata, mereka para pejuang syuhada meneriakan yel-yel atau kata-kata sanjungan untuk tentara KNIL yang dikira tentara TKR. "Hidup tentara kitaaaa... hidup tentara kitaaaa", begitu teriakan para pejuang syuhada.

Selanjutnya, tentara KNIL menyuruh orang-orang Karangsembung tersebut untuk berbaris sambil berjalan menuju kearah barat desa menuju sungai pemali yang berada di tetangga desa yaitu Desa Wanacala Kecamatan Songgom. Sepanjang jalan menuju sungai pemali mereka para syuhada dipukuli.

Ketika sesampainya diwilayah Desa Kebonagung Kecamatan Jatibarang, mereka para syuhada baru mulai curiga atas perlakuan yang tidak wajar oleh tentara KNIL kepada rombongan mereka, di Desa Kebonagung juga mereka para syuhada disuruh membersihkan kayu-kayu yang menghalangi jalan menuju ke Desa Wanacala.

Masih dalam perjalanan, salah seorang anggota KNIL mengetahui bahwa ada dari rombongan calon syuhada tersebut merupakan anggota MASYUMI dengan diperjelas lagi orang tersebut membawa kartu anggota. Selanjutnya orang tersebut dihajar dan dipaksa urntuk mengatakan siapa saja yang menjadi anggota MASYUMI dalam rombongan tersebut, dengan ancaman kalau tidak mengatakan akan ditembak mati. Dan memang betul, orang tersebut menunjuk kepada beberapa orang dari rombongan yang ternyata anggota MASYUMI. Karena pada waktu itu MASYUMI merupakan partai politik yang dianggap paling berbahaya bagi Belanda.

jembatan aungai pemali. Sumber : brebespost
jembatan aungai pemali. Sumber : brebespost
Akhirnya sesampainya di jembatan Sungai Pemali tepatnya pada Ba'da Sholat Dhuhur 24 Ramadhan / 1947 Masehi, mereka para syuhada berbaris rapi disisi jembatan dan selanjutnya mereka  ditembaki secara brutal oleh tentara KNIL. Pada peristiwa itu sedang musim kemarau, sungai pemali pun surut airnya. Air sungai pemali yang pada saat itu sedang surut langsung berubah warna merah oleh darah para pejuang syuhada yang tertembak dan jatuh ke sungai pemali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun