Mohon tunggu...
Masganti Sitorus
Masganti Sitorus Mohon Tunggu... Dosen - Dosen UIN Sumatera Utar Medan

Saya suka menulis hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan anak usia dini

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Anak, antara Anugerah dan Amanah

5 Maret 2023   08:38 Diperbarui: 5 Maret 2023   08:37 538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia dikurniakan Allah rasa cinta kepada anak-anak secara alami. Setiap orang yang telah menikah berharap mendapatkan anak. Mereka berusaha mendapatkan anak jika setelah beberapa tahun pernikahan tak kunjung mendapatkan. Rasa cinta kepada anak tidak hanya dimiliki orang awam, bahkan para Nabi juga selalu berdoa untuk mendapatkan keturunan. Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Zakaria menunjukkan bahwa memiliki anak merupakan dambaan setiap manusia. Nabi Zakaria memilih mihrab Maryam sebagai tempat berdoa karena meyakini bahwa tempat memiliki keistimewaan dalam pengabulan doanya untuk mendapatkan keturunan. Nabi Zakaria berdoa memohon Allah memberikannya keturunan sebagai berikut:

"Ia berkata "Ya Rabbku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Rabbku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku (yang mewarisiku) sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera, yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya'qub; dan jadikanlah ia, ya Rabbku, seorang yang diridhai." (Q.S. Maryam/ 19: 4-6)

Anak merupakan anugerah sekaligus amanah Allah kepada manusia yang diberikan bersamaan dengan tanggung terhadap amanah tersebut dalam bentuk pemenuhan hak-hak anak. Di sisi lain Allah juga menjelaskan bahwa anak merupakan cobaan bagi manusia. Anak dapat menyebabkan orang tua masuk syurga tetapi pada waktu yang sama dapat menyebabkan orang tua masuk neraka. Allah berfirman: "Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar" (QS. Al-Anfal/8: 28). Bahkan Anak-anak dapat menjadi musuh seorang muslim dalam menaati Allah sebagaimana firman yang artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka; dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (Q.S. at-Taghabun/ 64: 14). Lalu bagaimana agar anak tidak  menjadi musuh bagi orang tua? Jawabnya ajarkan keimanan kepada Anak. Bagaimana caranya? Tirulah cara para Rasul di bawah ini:

1. Cara Ibrahim mengajarkan keimanan kepada Ismail melalui keteladanan

Nabi Ibrahim mengajarkan keimanan kepada anaknya, Nabi Ismail, dengan keteladannya mematuhi perintah Allah dan mengajak anaknya untuk mematuhinya. Ibrahim mengajarkan keimanan kepada Allah kepada Islam dengan menyeimbangkan perintah dengan keteladanan. Hal ini dapat dilihatkan ketika Ibrahim menyampaikan perintah Allah tentang Qurban kepada Ismail. Sebagaimana dalam firman Allah dalam al-Qur'an yang artinya:  Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim. sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik (Q.S as-Saffat/7: 102-105)

2. Cara Nabi Ya'cub mengajarkan keimanan kepada anak melalui dialog

Nabi Ya'cub AS bertanya kepada anak-anak  tentang Zat yang akan mereka setelah Ya'cub tidak ada lalu anak-anaknya menjawab mereka akan menyembah Allah Swt. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: Adakah kamu hadir ketika Yaqub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" Mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya" (Q.S. al-Baqarah/2: 133).

3. Cara Nabi Muhammad SAW mengajarkan keimanan melalui nasehat

Nabi Muhammad SAW mengajarkan keimanan kepada Ibn Abbas ketika masih kecil dilakukan melalui nasehat. Sebagaimana ditemukan dalam hadis Rasulullah yang artinnya sebagai berikut: Dari Abdullah bin Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jagalah Allah, niscaya Dia menjagamu; jagalah Allah, niscaya kamu mendapati-Nya bersamamu; jika kamu mempunyai permintaan, mintalah kepada Allah; jika kamu membutuhkan pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh manusia bersatu untuk memberi manfaat dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu; dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu dengan sesuatu, mereka tidak akan dapat melakukannya kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah mengering" (HR At Turmudzi).

Orang tua perlu meniru cara-cara para Rasul Allah dalam mengajarkan keimanan kepada anak-anaknya. Di samping itu jangan lupa mendoakan anak, sebagaimana yang selalu dibaca oleh para Nabi yaitu: 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun