Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sepak Bola dan Kejayaan Bangsa

27 Februari 2019   13:39 Diperbarui: 27 Februari 2019   15:15 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua koran yang menjadi langganan saya, sejenak meninggalkan headline politiknya. Kompas dan Republika membuat berita tentang kemenangan Timnas U-22 merebut Piala AFFU-22. Kompas membuat judul berita "Oase Garuda Muda".

Sepakbola bisa mendinginkan suasana politik Indonesia yang memanas. Jika menang, Tim Nas akan mendapatkan pujian dari segala penjuru daerah Indonesia. Media massa akan memperindah framing dengan beragam pujian hebat. Tapi jika kalah, Tim Nas akan dihujani kritik hingga sumpah serapah dan sampah. Sepakbola selalu saja memunculkan perdebatan yang belum akan selesai.

Kompas 27 Februari 2019 halaman pertama mengawali tulisannya, "Tim nasional sepak bola Indonesia u-22 melampaui batas ekspektasi dengan menjuarai Piala AFFU-22 2019 sesuai membekap Thailand 2-1, pada final turnamen itu di Phnom Penh Kamboja..."

Republika 27 Februari 2019 halaman pertama mengawali tulisan, "Timnas Indonesia U-22 berhasil menjuarai Piala di Olympic Stadium Phnom Penh Kamboja...."

Saya sendiri tidak terlalu antusias terhadap pertandingan sepakbola. Suka sepak bola, tetapi tidak sampai pada sikap yang menggilai. Saat pertandingan tadi malam, saya sedang ada mengajar kelas malam. Tidak sempat menonton, hasil kemenangan saya peroleh dari berita media utama maupun media sosial.

Olahraga sejatinya tidak hanya terkait dengan urusan kebugaran tubuh. Lebih dari itu, olahraga merupakan kegiatan yang terkait dengan pembangunan ilmu pengetahuan. Sering kali, kita hanya mengganggap olahraga hanya sebatas kegiatan phisik.

Sepak bola tentu tidak hanya dituntut memiliki skill menggiring bola dan kemudian mengocek lawan. Sepak bola, tentu tidak hanya berhenti pada seni untuk mengatur permainan bola. Menurut saya,  sepakbola juga menuntut kemampuan intelektual yang di atas rata-rata (https://sport.detik.com). 

Orang yang bermain sepak bola, dia harus memiliki strategi bermain. Mengukur jarak tendangan atau mengukur arah angin, itu yang saya sering dengan dari kemampuan David Beckham. Maka, bermain sepak bola juga memerlukan keahlian matematika, fisika, dan manajamen waktu.

Begitu indah sepakbola, tidak hanya berhenti pada permainan kaki. Sepakbola, merupakan olahraga yang memadukan beragama ilmu pengetahuan atau kecerdasan intelektual. Mestinya tidak hanya sepak bola, olahraga apapun harus dikaitkan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Puncak tertinggi, olahraga menjadi sebuah representasi kebesaran peradaban sebuah bangsa.

Kita sering mendengar adagium 'mensana in corpore sano', di dalam tubuh yang sehat terhadap jiwa yang sehat. Kita bisa elaborasi maksudnya terkait dengan kisah kemenangan Tim Garuda Muda memenangkan Piala AFFU-22. Capaian ini merupakan kabar gembira bagi dunia sepak bola Indonesia yang telah lama paceklik juara.

Mimpi buruk itu semakin panjang bagi dunia sepak bola di Indonesia, bola sudah tidak ladi menuai prestasi. Sepakbola Indonesia sudah tidak lagi berbicara tentang prestasi, tetapi yang muncul adalah berbagai skandal oknum PSSI yang menciderai citra sepak bola Indonesia. (Republika, 27 Februari 2019)

Sepakbola kita, selalu saja dirundung masalah yang belum pernah selesai. Sepakbola kita selama ini selalu saja minim prestasi, kondisi yang sangat buruk. Kondisi sepak bola di Indonesia semakin kacau dengan adanya manajamen yang amburadul. Sejumlah pengurus PSSI menjadi tersangka pengaturan skor pertandingan. Oknum yang menjadi tersangka saat ini adalah PLT Ketua umum PSSI. (Republika, 27 Februari 2019).

Sepakbola kita selama ini hanya dilihat sebagai olahraga yang sifatnya industri. Sepertinya tidak ada niat baik pemerintah untuk memajukan persepakbolaan Indonesia. Misalnya saja terkait kaderisasi pemain yang tidak berjalan. Pemangku kebijakan baru akan ribut mengumpulkan pemain jika akan ada even besar. Setelah selesai, para pemain di lepas lagi tanpa ada pembinaan lebih lanjut.

Sering kali kita dengar kabar, nasib eks pemain sepak bola yang nasibnya dilupakan oleh negara. Di masa tua, para exs timnas berada dalam kondisi hidup susah. Tidak ada jaminan kesejahteraan bagi mereka setelah pensiun dari timnas. Nasib mereka layaknya gelandangan yang dibuang oleh negara.

"Saat ini kehidupan pesepak bola bisa dikatakan begitu mewah. Dibayar dengan gaji selangit, apapun bisa dibeli. Syaratnya cukup memiliki kemampuan mengolah bola yang baik. Namun, banyak yang bilang kalau berkarir di dunia olahraga di Indonesia itu hanya buang-buang duit. Pasalnya, di masa emas, kita mungkin kaya. Namun saat sudah tua, mungkin bisa terlunta-lunta." (http://bangka.tribunnews.com) 

Jika ingin maju, sepakbola Indonesia harus berbenah. Segera menyelesaikan konflik internal PSII yang menghambat kemajuan sepakbola Indonesia. Membangun sebuah visi jangka panjang bahwa sepakbola merupakan representasi kemajuan peradaban Indonesia. Sepakbola merupakan sebuah aktivitas untuk membuat Indonesia disegani di mata dunia.

Salam Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun