Mohon tunggu...
Mas Gagah
Mas Gagah Mohon Tunggu... Dosen - (Lelaki Penunggu Subuh)

Anak Buruh Tani "Ngelmu Sampai Mati"

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perdebatan Agama dalam Politik

26 Februari 2019   06:33 Diperbarui: 26 Februari 2019   08:33 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://gubukfilosofi12.blogspot.com

Politik sejatinya hanyalah seni untuk mengatur ranah kekuasaan. Walaupun pada praktiknya, politik bisa melebar kemana-mana. Pada tingkat tekstual politik maknanya baik-baik saja. Pada tingkat konteks atau pelaksanaannya, politik bisa berubah menjadi menakutkan.

Politik sebenarnya tidak menakutkan, tetapi hari-hari ini menjadi mitos menakutkan. Politik kadang dirindukan terkadang malahan dicaci maki. Mengembalikan makna politik pada teks, inilah yang sulit dilakukan. Sebabnya, pada konteks inilah politik dipraktikkan dengan cara yang salah.

Setelah debat kedua misalnya, memunculkan perdebatan yang lebih ramai. Media sosial maupun media arus utama (televisi), kerap kita temui lanjutan debatnya. Istilahnya, debat kedua capres hanyalah pemantik untuk memunculkan debat selanjutnya.

Masalahnya, debat di mediapun tidak pada hal-hal yang substantif. Progam kerja misalnya, justru dilupakan oleh kita sebagai penonton media. Kita hanya tertarik melihat pada hal-hal yang tidak bermutu, citra tokoh misalnya.

Isu identitas agama (ketakwaan) justru semakin riuh diperdebatkan. Pada akhirnya, agama, hari-hari nampak sekali disalahkan. Sebenarnya, bukan agama yang salah, tetapi perilaku orang yang salah. Pada konteks itulah yang salah.

Ahmad Syafii Ma'arif menuliskan, secara teori keagamaan yang diusung oleh para penganutnya, semua agama pasti bertujuan baik dan mulia bagi kepentingan manusia di muka bumi. Lain teori, lain pula yang ditemui dalam praktik yang dilakukan oleh sebagian penganutnya sepanjang abad. https://republika.co.id

Tetapi saya tidak setuju dengan pendapat Ahmad Syafii Ma'arif, Agama yang semestinya mendorong terciptanya peradaban kemanusiaan dengan wajah asri keadilan, keramahan, dan toleransi, tidak jarang yang ditampilkan adalah wajah kebiadaban, kezaliman, kebengisan, kekerasan, dan minus toleransi. https://republika.co.id

Tulisan di ata belum mampu membuktikan agama mana yang menampilkan wajah kebiadaban, kezaliman, kebengisan, kekerasan, dan minus toleransi. Tulisan ini malahan bisa diinterpretasikan secara bermacam-macam. Seharusnya harus dituliskan secara tegas, agama apa yang biadab dan bengis.

Jika itu mengacu pada Islam, toh selama ini di Indonesia baik-baik saja. Umat Islam dan seluruh penganut agama lain, bisa berdampingan dengan baik. Jika ada konflik, itupun pada skala yang sangat kecil. kita melihat bangsa Indonesia baik-baik saja.

Agama dalam hal ini memang menjadi dikotomis, selalu saja disalahkan. Padahal, letak permasalahannya hanyalah pada masalah politik. Kesalahan mengatur kekuasaan, itulah akar penyebab paling mendasar. Negara dengan pemerintahanya belum mampu memberikan keadilan pada rakyatnya.

Dalam Islam dikenal dengan konsep ulama dan umara atau ulama dan pemimpin. Jika menggunakan dua konsep ini, agama (Islam) harus hidup berdampingan dengan pemimpin. Ulama merupakan oposisi yang selalu memberikan nasihat pada penguasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun