Sepak Bola itu Apa
Semakin hari bangsa kita malahan hilang keadabannya. Malahan berubah semakin biadab. Kebangsaan kita semakin hancur berantakan. Sesama anak bangsa saling dendam kesumat, kemudian saling menumpahkan darah. Â Ada apa dengan nilai-nilai luhur bangsa kita?
Sepak bola sejatinya merupakan olahraga yang menyatukan kebangsaan kita. Dengan sepak bola bangsa kita diuji integritasnya. Sepakbola menjadi sebuah tolok ukur martabat bangsa Indonesia. Sepak bola selalu diunggulkan dibandingkan dari olahraga-olaharaga lain. Meskipun sepak bola kita saat ini baru sampai pada level Asia Tenggara.
Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu pandai bermain sepak bola. Menonton juga tidak terlalu suka. Apalagi menonton bola hingga larut malam, saya hampir tidak pernah melakukannya. Dalam benaknya saya, tidak ada untungnya begadang menonton bola hingga tengah malam.
Pagi saya harus bekerja mengajar mahasiswa. Jika malam begadang menonton sepak bola, tentu badan di pagi hari akan letih. Maka, menonton sepak bola bagi saya bukan menjadi sebuah prioritas. Jika pun menonton hingga larut malam tidak ada keuntungan buat saya.
Terlepas dari ketidaksukaan saya menonton sepak bola, olahraga merupakan sarana untuk sehat. Bermain sepak bola menjadikan phisik sehat. Akan tetapi, apa jadinya jika sepak bola kemudian dikomodifikasi menjadi industri? Tentu, wajah sepak bola kita berubah. Makna sepakbola menjadi bias dan nihil. Sepak bola akhirnya tidak bermakna apa-apa bagi kemajuan bangsa ini.
Wajah Suporter Bola Kita
Kejadian tewasnya supporter sepak bola kemarin sepertinya hanya ulangan patologis sosial kita. Jika menghitung, waktu-waktu sebelumnya juga banyak supertor sepakbola yang tewas. Wajah supporter bola kita saya menyebutnya 'biadab'.
Apa sih untungnya saling membunuh sesama anak bangsa? Apa dengan menumpahkan darah sesama anak bangsa, ada kebahagiaan? Kalau jawabannya iya, maka benar jiwa-jiwa supertor bola kita sedang 'sakit'.
Dengan kejadian tewasnya Anggota 'The Jakmania, Haringga Sirila Jelang Persib vs Persija Liga 1 2018 Senin, 24 September 2018'.' (Tribunnews Banjarmasin) bisa jadi akan menimbulkan dendam yang terulang. Ke depan kondisi persebakbolaan kita akan menjadi semakin menakutkan. Bahkan kondisi ini akan mengancam nilai kebangsan Indonesia yang damai.
Banyak faktor yang menjadikan supporter kita dengan beringas saling membunuh. Salah satu faktor yang mungkin mendominasi adalah tidak adanya pemahaman yang benar tentang sepakbola. Wajah sepakbola yang ramai selama ini bukan permainan di tengah lapangan, tetapi ramai suporternya.
Lihat saja pemberitaan beberapa media jika ada pertandingan sepak bola. Sebagian yang disorot bukan permainan bolanya tetapi euphoria suporternya. Bahkan saat terjadinya kasus tewasnya Haringga Sirila, wajah sepak bola kita belum juga berbenah.
Selama sepakbola hanya menjadi industri kapitalistik, wajah supporter bola kita akan terus menjadi biadab. Pada industri olahraga yang kapitalistik ini, bukan permainan bola yang terpenting. Tetapi bagaimana bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, itulah yang dikejar.
Generasi Sepak Bola Kita Sedang 'Sakit'
Sebelum ada ide menuliskan artikel pendek ini, saya melihat video detik-detik saat Haringga Sirila dikeroyok. Anak muda tambun ini dipukul dengan balok kayu. Belum puas jiwa membunuhnya, Haringga Sirila dihantam diinjak, dihantam lagi. Â Saya tidak menyelesaikan menonton video ini.
Miris hati saya melihat kondisi pada Haringga Sirila. Bisa jadi anak muda ini tidak tau apa. Ia hanyalah korban dari kebiadaban bangsa kita yang sedang sakit. Para pembunuh itu beringas tanpa dosa merobek nurani kebangsaan kita.
Lalu apa itu akan selesai? Tentu, tidak wajah sakti supporter bola itu akan memunculkan dendam baru. Jika nanti ada pertandingan bola antara Persija dan Persib, rasa dendam para supporter akan muncul lagi. Begitulah kondisi kebangsaan kita yang benar-benar sedang sakit.
Kondisi ini seharusnya menjadikan bangsa kita introspeksi diri. Kemudian bertanya, apa yang salah dengan sepak bola kita? Kenapa tewasnya supporter bola ini selalu berulang? Siapa yang harus bertanggung jawab?
Pertanyaan itu seperti benang kusut yang sulit diuraikan. Mungkin saat ke depan kondisi patologis ini akan berulang, kita belum juga selesai menemukan jawabannya. Sepakbola kita tidak bermanfaat apa-apa untuk kemajuan bangsa ini, jika supporternya rela saling membunuh.
Semoga tulisan ini mampu membuka mata hati kita. Kebangsaan kita yang terpecah belah dan saling menumpahkan darah ini harus segera diselesaikan. Kemudian, wajah sepak bola kita harus diselamatkan dari ulah supporter yang biadab dan sakit.
Salam Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H