Bahkan masyarakat kemudian menanyakan apakah para lembaga survei ini hanya menjadi perpanjangan tangan salah satu pasangan tertentu. Keabsahan metodologi yang digunakan oleh beberapa lembaga survei tersebut perlu dipertanyakan ulang. Jika memang sudah benar metodologi yang digunakan mungkinkah justru digunakan untuk mencari ceruk uang dari pemilik modal dari salah satu partai pengusung paslon.
Pada survei di Jawa Tengah juga demikian menimbulkan berbagai pertanyaan menggelitik. Seakan-akan lembaga survei ini menjadi hakim bahwa kandidat yang diusung oleh PKS dan Gerinda memang tidak layak menjadi pilihan masyarakat Jawa Tengah.
Pada beberapa survei sebelum pilkada dilaksanakan, kandidat yang diusung oleh PKS dan Gerindra kalah jauh angkanya dari elektabilitas petahana yaitu Ganjar Pranowo. Ternyata hitungan-hitungan beberapa lembaga survei ini gagal total. Jika selisih kesalahan tidak lebih dari 5% mungkin tidak menimbulkan pertanyaan menggelitik. Masalahnya selisih angka antara survei dan hasil meleset jauh dari apa yang dihitung sebelumnya.
Dari pantuan beberapa media, angka hitung cepat atau quick count Litbang Kompas untuk Pilkada Jawa Tengah (Jateng) menempatkan pasangan calon (paslon) nomor urut 1, Ganjar Pranowo-Taj Yasin kembali unggul. Dalam quick count yang diadakan pada Rabu (27/6/2018), pukul 15.35 WIB, pasangan tersebut memperoleh 58,31 persen. (tribunnews.com).
Jika ditanya apakah lembaga survei memihak salah satu paslon, lembaga survei tersebut tidak akan pernah mau jujur. Tetapi fakta selisih survei dengan hasil setelah pillkada berlangsung inilah cukup menjadi bukti bahwa lembaga survei hanya memihak salah satu peserta pemilu dan partai pengusungnya.
Survei yang dilakukan beberapa saat sebelum pemilu hanyalah propaganda untuk mengusung salah satu paslon dan menjatuhkan salah satu pasangan paslon.
Dengan kondisi yang telah dijelaskan di atas, bisakah pada perhelatan pemilu tahun 2019 nanti lembaga survei masih dapat dipercaya? Hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi lembaga survei tersebut. Mereka harus mampu membuktikan bahwa lembaga survei selama ini bekerja secara independen, kalau memang benar begitu. Jangan sampai lembaga survei ini hanyalah sebagai alat politik praktis yang digunakan untuk mencari ceruk uang dalam dalam ranah pollitik praktis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H