Penjelasan di atas merupakan dua contoh dari ribuan akun yang menggunakan teks-teks kasar dan provokatif dengan gaya teks hujatan caci-maki. Ada beberapa akun yang coba penulis telusuri, ternyata tanpa identitas jelas. Akun-akun tersebut berfisat anonim tanpa dapat diketahui siapa pemiliknya. Menurut penulis akun-akun anonim tersebut robot (akun dengan mesin) yang digunakan untuk buzer.
Buzer yang dimaksud oleh penulis adalah akun yang dikelola oleh orang-orang bayaran. Netizen sering menyebut pasukan bayaran tersebut dengan istilah Panasbung “Pasukan Nasi Bungkus”. Istilah pasukan nasi bungkus juga tidak dapat ditelusuri dengan jelas kapan mulai muncul dan siapa penggagas pertama kali, menjadi misteri.
Penulis menyimpulkan sementera istilah pasukan nasi bungkus mulai muncul sejak pemilu tahun 2014. Artinya, pada pelaksanaan pemilu tahun 2014 itulah media sosial menjadi mesin partai politik yang baru. Hampir seluruh partai politik memanfaatkan media sosial sebagai alat kampanye yang massif. Kemungkinan dari sini muncul apa yang disebut dengan pasukan nasi bungkus.
Pendapat penulis di atas masih dapat dibantah dengan penelusuran yang lebih ilmiah (objektif). Sebab pendapat di atas hanya hipotesis sementara yang masih harus dibuktikan lewat riset ilmiah. Masih harus ditelusuri lebih lanjut motif-motif penggunaan pasukan nasi bungkus tersebut. Penulis memberikan asumi, kemunculan pasukan nasi bungkus tersebut dapat menimbulkan konflik sara yang lebih besar.
Kesimpulan sementara penulis, buzer-buzer dengan akun anonim tersebut memang digunakan sebagai alat perang di media sosial. Semacam dimanfaatkan untuk counter issue masing-masing tokoh (calon gubernur). Kemunculan akun anonim (pasukan nasi bungkus) sebenarnya melanggar etika di ruang media siber. Jika tidak segera diberi payung hukum (aturan) bukan tidak mungkin malah akan menimbulkan konflik sara yang jauh lebih besar.
Wallahu a’lam bis shawab