Salah satu persoalan paling krusial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di era modern sekarang ini adalah persoalan Hak Asasi Manusia (HAM). Bahkan keharusan penghormatan terhadap HAM di suatu negara, kini menjadi prasyarat dalam hubungan international. Suatu negara yang mengabaikan HAM dapat dipastikan menjadi sasaran kritik oleh dunia international, dan dia pun akan terasing dari pergaulan international.
HAM yang dimaksud ini adalah hak-hak tertentu, baik diakui atau tidak, yang dimiliki oleh semua manusia disemua waktu dan semua tempat, tanpa melihat kebangsaan, agama, jenis kelamin, setatus sosial, pekerjaan, kekayaan, atau karakteristik etnis, budaya dan karakter sosial lainnya (A.J.M. Mile,, London,TP.1986).
Sebagai sebuah agama samawi yang terkahir, Islam diturunkan untuk menciptakan tata kehidupan dunia yang damai dan penuh kasihsayang (rahmatan lil ’âlamîn). Visi ini terrefleksi dalam keseluruhan teks-teks ilahiyyah, baik yang berkenaan dengan masalah teologi, syariat, maupun tasawuf atau etika. Konsepsi rahmatan lil ’âlamîn ini secara tidak langsung menekankan peran Islam dalam memenuhi hak-hak dasar manusia (huqûq al-insani). Hak-hak dasar manusia (huqûq al-insani) tercakup dalam lima perinsip dasar yang dikenal dengan al-dharuriyyat al khams atau disebut juga Maqâshid al- Syarî’ah: yakni Hifdhu al- Dîn (perlindungan Agama), Hifdhu al- Nafs (perlindungan diri), Hifdu al- ‘Aql (perlindungan akal), Hifdhu al- Nasl (perlindungan keluarga), Hifdhu al- Mâl (perlindungan harta).
Termasuk dalam Hifdhu al-Dîn (perlindungan Agama) adalah Islam melindungi dan menjamin kebebasan setiap individu untuk memilih dan memeluk agama, Termasuk dalam Hifdhu al-Nafs (perlindungan diri), adalah Islam melindungi dan menjamin kebebasan setiap individu untuk hidup, menjamin hak untuk mendapatkan keamanan, pelayanan kesehatan, mendapatkan makanan, hak bebas dari perbudakan dan penghambaan, bebas dari penyiksaan. Termasuk dalam Hifdu al-‘Aql (perlindungan akal), adalah Islam melindungi dan menjamin kebebasan setiap individu untuk berpendapat, mengembangkan pemikiran, mendapatkan pendidikan, berhimpun dan berserikat, mendapat informasi yang benar. Termasuk dalam Hifdhu al- Nasl (perlindungan keluarga) adalah Islam melindungi dan menjamin kebebasan setiap individu untuk menikah dan membentuk keluarga, memperoleh orang tua yang memelihara dan melindungi. Termasuk dalam Hifdhu al- Mâl (perlindungan harta) adalah Islam melindungi dan menjamin kebebasan setiap individu untuk mendapatkan hak atas kekayaan, mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kekayaan dengan cara yang legal, mendapatkan pekerjaan, memperoleh upah yang sama atas pekerjaan yang sama. Al-Imam as-Syâtiby dalam magnam opusnya ”al-Muâfaqât” telah menguraikan hal ini dengan cukup baik.
Inilah spirit Islam. Inilah yang dapat dibaca dalam teologi monoteisme yang diperkenalkan Nabi Muhammad SAW melalui doktrin La ilaha illallah Muhammadurrsulullah. Teks ini sesungguhnya merupakan teologi pembebasan yang membebaskan manusia dari ketertundukan kepada sesuatu selain Allah.
Doktrin ini seketika menyadarkan masyarakat bahwa sistem perbudakan, otoritarianisme penguasa, dan segala bentuk absolutisme merupakan praktik pelanggaran terhadap hak-hak dasar kemanusiaan (Sa’id Aqil Syiraj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial).
Penghormatan atas hak-hak dasar kemanusiaan itu juga tercermin dalam sikap politik Nabi SAW yang tertuang dalam Piagam Madinah (shahifah al- Madinah). Dengan perjanjian ini, Madinah menjadi sebuah komunitas yang anti-diskriminasi, menjunjung tinggi supremasi hukum dan berkeadilan. Penghormatan atas hak-hak dasar kemanusiaan juga tertuang dalam pidato terakhirnya dipandang Arafah: Wahai manusia, sesungguhnya nyawa, harta dan kehormatan kalian sangat dimuliakan sebagaimana mulianya hari ini (Hari Arafah), bulan ini (Dzulhijjah) dan negeri ini (Makkah). Penggalan pidato Nabi Muhammad SAW tersebut mengandung tiga subtansi yang menyentuh kebutuhan dasar manusia, yaitu jaminan mendapatkan perlindungan nyawa, pengakuan atas hak milik perseorangan atau kelompok, serta jaminan atas keturunan dan kehormatan kemanusiaan (Sa’id Aqil Syiraj, Tasawuf sebagai Kritik Sosial).
Islam bukan saja Aqidah dan syari’ah, tapi ad-Din al- Tsaqofah wa khadlarah wat tamaddun. Ini berarti Islam mencakup berbagai aspek, baik dari unsur peradaban, budaya, aturan perundang-undangan, ilmu, ataupun gaya hidup. Dasar (basic)Agama adalah aqidah, sedangkan temboknya adalah akhlak, dan atapnya adalah syariah.
Berdasarkan penjabaran di atas, maka penulis sepakat dengan pandangan sahabati Yeni Oktavia dalam tulisannya “ISIS: Ideologi Setan, Bukan Islam” (http://sosbud.kompasiana.com/2015/03/05/isis-ideologi-setan-bukan-islam-705185.html). Walapun judul tulisan dari sahabati Yeni terkesan sedikit “frontal”, namun penulis memahami mungkin itu adalah suatu kekecewaan yang mendalam terhadap pelanggaran HAM yang dilakukan oleh kelompok radikal ISIS (Islamic State of Iraq and Syria).
Islam sebagai agama yang cinta akan kemanusiaan dengan sendirinya telah mengcounter propaganda ISIS dan kelompok radikal lainnya yang menampilkan sikap kontra kemanusiaan. Dari sini penulis berharap akan lebih banyak lagi tulisan-tulisan dan pandangan-pandangan yang menampilkan ajaran Islam yang benar, yang penuh dengan keramahan dan kasih sayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H