Meski sudah kembali sekolah lagi, tapi candu nikotin itu nggak bisa serta merta 'kubunuh', meski dengan posti terbatas dan harus main 'petak umpet' dengan guru, namun aktifitas menjadi 'ahli isap' terus berlanjut.Â
Kecanduanku seperti 'mendapat angin' ketika akhirnya aku mendapatkan orang tua angkat di perantauan ini. Kebetulan bel;iau tau kalau aku memang sudah 'terjerat' oleh nikotin ini, karena beliau juga seorang perokok berat, dan akhirnya aku dapat jatah rokoh juga dari beliau, sebagai imbalan karena aku sambil sekolah juga menjaga sawah dan kebun milik beliau.
Tamat SMA tahun 1986, kembali aku harus menerima kenyataan tidak bisa 'meraih mimpi' untuk bisa duduk di bangku kuliah, padahal aku sudah dinyatakan lulus di perguruan tinggi melalui penelusuran minat dan bakat.
Tanpa banyak pertimbangan, aku memutuskan untuk kembali membatu orang tua di kebun, namun karena kebun baru dibuka, hasilnyapun belum seberapa, sementara gaji bapak sebagai pegawai negeri masih tertahan di Jawa akibat proses pemindahannya belum tuntas.
Kembali bekerja di kebun, 'antusia' untuk merokok kembali menggebu, karena hanya itu satu-satunya 'hiburan' pelepas lelah bagiku.
Aku mulai bisa merasakan nikmatnya isapat asap bernikotin itu, dan mulai tidak menghitung porsi lagi, dua tiga bungkus pun lewat.
Apalagi disamping bekerja di kebun, terkadang aku juga ikut bekerja menjadi pebang kayu di hutan yang hasilnya waktu itu tergolong lumayan, jadi 'budget' untuk rokok bisa tertutupi.
Meski aku hanya menjalani kuliah 'sekedarnya' namun IPku tidak pernah kurang dari 3. Padahal kalo dosen masuk, aku biasa mengikuti kuliah sambil mengisap rokok, kebetulan ruang kuliah memang tidak be AC, karena daerah kami memang berhawa sejuk dan dingin, jadi nggak perlu AC dan sebagian besar dosen tidak melarang mahasiswanya merokok di kelas.
Semua mata kuliah bisa 'kulahap' kurang dari 6 semester, sampai akhirnya aku dinyatakan lulus sebagai CPNS pada tahun 1989 dan awal tahun 1990, aku mulai bekerja setelah menrima SK pengangkatanku sebagai pegawai negeri. Kuliah yang hanya tinggal menyusun skripsipun aku tinggalkan, karena aku lebih fokus untuk bekerja dan aku nggak punya ambisi sedikitpun untuk menduduki jabatan apapun.
Punya gaji sendiri meski cuma sedikit dengan status lajang, kecanduanku pada rokok meski menjadi. Dan itu terus berlanjut ketika aku mulai berumah tangga setahun setelah diangkat sebagai PNS. Ya, meski harus berbagi dengan uang belanja untuk keluarga baruku, tapi aktifitas isap mengisap tetap jalan terus.