Tapi malang tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih, Sabri mulai panen tomat pada saat krisis covid sedang berkecamuk di daerahnya. Dampaknya, harga tomat hasil panennya hanya berani dibanderol oleh pedagang pengumpul seharga seribu rupiah per kilogram.
"Panen tomat kali ini sangat bagus, dalam bebebrapa kali panen sudah dapat sekitar 4 ton, tapi kalau harga hanya seribu, saya cuma dapat 4 juta kotor, belum dipotong ongkos panen dan biaya pengangkutan, dengan harga seperti ini sulit rasanya membalikkan modal yang sudah saya keluarkan lebih 20 juta rupiah, saya betul-betul merasa terjepit karena sebagian modal juga dari utang, saya nggak tau lagi bagaimana membelanjai keluarga," ungkap Sabri dengan pasrah.
Dia melanjutkan, dengan harga yang sangat murah itupun tidak banyak pedagang yang mau membeli, padahal di luar daerah, seperti Banda Aceh dan Lhokseumawe, harganya masih tinggi, berkisar 5.000 sampai 6.000 rupiah per kilogramnya. Sabri mengaku tidak tau mengapa harga tomat di daerahnya anjlok begitu tajam.
"Saya dengar informasi lewat hape, harga di Banda Aceh masih 6 ribuan, tapi kenapa disini cuma dihargai segitu, saya nggak tau apa masalahnya" lanjut Sabri.
Sabri juga menuturkan, saat ini ada ratusan hektar tanaman tomat di daerahnya, karena para petani memang sudah mengatur jadwal tanam agar bisa panen menjelang puasa atau hari raya.
Ironisnya, dengan harga yang sangat rendah itupun, pedagang enggan membeli tomat dari petani, sehingga banyak tomat yang sudah dipanen akhirnya membusuk dan harus dibuang.Â
Sebagian petani malah membiarkan buah tomatnua membusuk di batang, karena kalau dipanen pun harganya tidak seimbang dengan biaya produksi. Ini yang membuat para petani disana menjerit pilu, namu tidak tau harus mengadu kemana.
"Ini bukan keinginan kami, tapi pasar di luar daerah saat ini banyak yang tutup, kalau mereka tutup dan tidak terima barang kita, kita tidak mungkin menyetok barang dalam jumlah besar, karena barang ini mudah busuk dan kita tidak punya gudang pendingin" kata seorang pedagang yang enggan menyebut namanya.
Kondisi seperti ini menurut para pedagang diluar kemampuan mereka untuk mengatasinya, karena semua daerah saat ini menghentikan semetara aktifitas usaha untuk membendung penyebaran virus corona ini.