Bangkit dan berhasil
Dari Zaini, Ridwansyah mulai berlajar seluk beluk budidaya kopi ari A sampai Z, akhirnya dia juga tau, bahwa untuk lahan-lahan dengan hara minim, dibutuhkan asupan hara organik dalam jumlah besar. Begitu juga dengan kondisi tanah dengan resapan air rendah, penggunaan pupuk kandang akan membantu memperbaiki struktur dan tekstur tanah sehingga mampu menyerap air dengan volume lebih besar.
Tanpa ragu Ridwan mulai membongkar semua tanaman kopinya yang sudah mati kering. Dia membuat lubang tanam baru yang lebih besar dan dalam, kemudian dia memasukkan pupuk kandang ke luabng tanam tersebut, tidak tangung-tanggung, setiap lubang tanam dia isi dengan sekarung pupuk kandang. Ibarat merawat lahan yang 'sakit', Ridwanpun tidak terburu-buru untuk memanam kopi kembali, dia menunggu kondisi lahannya pulih kembali.
Memasuki umur setahun, kopi yang dia tanam menunjukkan pertumbuhan yang luar biasa, ini diluar dugaannya. Tanaman kopi berumur satu tahun itu tumbuh sangat subur dan mulai mengeluarkan bunga, padahal dalam kondisi normal, paling cepat kopi berbunga pada umur 18 bulan atau 1,5 tahun.Â
Ini membuat Ridwan semakin yakin bahwa penggunaan material organik adalah pilihan paling tepat dalam budidaya kopi. Dengan hanya menggunakan material organik, tentu saja akan mengahasilkan seratus persen kopi organik, apalagi belakangan permintaan pasar kopi organik juga mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Kesabaran dan ketelatenan Kompol Ridwansyah dalam merawat tanaman kopi di lahan yang tidak seberapa itu, kini mulai menampakkan hasil. Hanya dari lahan 0,25 hektar tersebut, Ridwan bisa meraup 1,5 Â ton green bean per tahun dari tanaman kopi yang baru berumur sekitar 3,5 tahun ini, Â sebuah capaian yang luar biasa, karena rata-rata produktivitas kopi arabika gayo di Aceh Tengah saat ini baru mencapai 800 kg green bean per hektar pertahun.Â
Bagi yang belum melihat langsung, mungkin agak sulit mempercayainya, tapi penulis yang sudah melihat langsung ke lokasi dan menghitung langsung buah di batang kopi, sangat yakin dengan fenomena ini.Â
Dari penghitungan secara acak, rata-rata tiap pohon mengsailkan 7.000 Â buah kopi, ini setara dengan 3,8 kg green bean. Dengan populasi sebanyak 400 batang, lahan seluas 0,25 hektar ini ternyata mampu menghasilkan 1.520 kg green bean, dan ini faktual. Dengan harga green bean rata-rata Rp 100.000,- per kg, Ridwan mampu meraup tidak kurang dari 150 juta per tahun dari lahan sempit tersebut.
Begitu juga dengan aroma kopi organik ini, sangat kuat, ini diakui oleh beberapa buyer yang sudah mencoba kopi organik dari kebun pak perwira polisi ini. Kebun kopi pak Ridwan boleh dibilang berada di kota, terletak di Kampung Jongok Meluem, Kebayakan, lokasi ini dpat dijangkau dalam sepuluh menit dari pusat kota takengon.