Kepedulian pemerintah daerah dalam penyediaan informasi cuca dan iklim untuk mendukung apa yang telah dilakukan oleh BMKG, Â sejatinya merupakan bagian dari pembangunan di daerah, karena manfaat dari program ini juga akan kembali kepada pemerintah daerah.Â
Pengadaan fisik peralatan klimatologi oleh pemerintah daerah, akan sangat membantu masyarakat maupun stake holder di daerah untuk memperoleh informasi cuaca dan iklim yang valid dan akurat, sehingga seluruh proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan tepat dan hasil pembangunan bisa lebih optimal.
Namun realita yang kita lihat pada saat ini, sebagian besar pemerintah daerah masih abai akan hal ini. Ada beberapa kemungkinan penyebab abainya pemerintah daerah terhadap aktifitas pengamatan, pengukuran dan pencatatan klimatologi ini.
Pertama, sebagian (besar) pejabat atau pemangku kebijakan di daerah baik di level eksekutif maupun legislatif, belum sepenuhnya memahami manfaat dari informasi cuaca dan iklim, sehingga menganggap bahwa pengadaan peralatan klimatologi bukanlah hal penting yang harus diprioritaskan.
Kedua, adanya asumsi sebagian besar pejabat daerah bahwa masalah cuca dan iklim sudah menjadi urusan BMKG, sehingga pemerintah daerah merasa tidak perlu campur tangan, padahal kalau ada sinergi yang terbangun antara pemerintah daerah dan BMKG, tentu manfaat yang akan diterima daerah akan lebih besar.
Ketiga, minimnya kemauan masyarakat untuk mengakses informasi cuaca dan iklim serta manfaatnya bagi mereka, sehingga nyaris tidak ada masukan atau saran kepada pemerintah daerah.
Keempat, kalaupun ada sebagian kecil masyarakat yang peduli akan hal ini, kemudian memberikan masukan kepada pemerintah daerah namun tidak mendapatkan respon, maka akan muncul sikap apatis dan skeptis masyarakat.
Dengan demikian akan lahir pemahaman pejabat daerah tentang pentingnya informasi cuca dan iklim ini bagi daerah, sehingga timbul iktikad baik untuk bersinergi dalam penyediaan sarana dan prasaran klimatologi di daerah.
Sebenarnya selama ini pihak BMKG juga sudah melakukan pendekatan dengan daerah melalui kegiatan Sekolah Lapang Iklim, Diklat Dasar Pengamat Curah Hujan serta FGD yang melibatkan aparatur daerah baik penyuluh, kelompok masyarakat mapun perorangan. Namun kegiatan-kegiatan tersebut baru menyentuk level akar rumput, sehingga pengaruhnya terhadap pemangku kebijakan sangat minim.
Kedepan, mungkin pola seperti ini harus dirubah, kegiatanm-kegian BMKG yang melibatkan aparur daerah, mesti ditindak lanjuti dengan koordinasi dan sinergi pada level penentu kebijakan, sehingga kegiatan seperti sekolah lapang iklim yang terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat ini, mendapat respons positif dari pemerintah daerah.Â