Sebagai putra Gayo asli, dia merasa terpanggil untuk membenahi perkebunan kopi yang selama ini menjadi "nafas" bagi sebagian besar penduduk di daerahnya. Itulah yang kemudian melatar belakangi kepulangannya ke tanah kelahirannya, dia ingin eksistensi kopi Arabika Gayo sebagai kopi terbaik di dunia harus dipertahankan.
Agak kecawa memang, karena pemerintah daerah setempat seperti tidak merespon kehadirannya kembali di Tanoh Gayo, tapi itu tidak membuatnya frustasi, toh sebelumnya dia membina petani kopi di daerah ini lebih dengan swadayanya sendiri dan nyaris tanpa bantuan pemerintah. Pernah mengunjungi berbagai daerah dengan ikon komoditi pertanian andaraln mereka, Zaini merasa prihatin, "negeri" Â penghasil kopi terbesar dan terbaik seperti Gayo, tidak meiliki ikon kopi di pusat kotanya.Â
Zaini mulai berfikir untuk menciptakan ikon berupa tugu atau monumen kopi yang bisa dikenang dan memberi kesan bagi para pengunjung yang pernah mengunjungi daerah ini. Tapi sebagai masyarakat biasa yang tidak punya akses pada kebijakan publik, akhirnya Zaini hanya bisa menyimpan ide briliannya itu di benaknya.
Inilah yang kemudian mengilhami Zaini untuk ikut terjun ke bisnis kafe, bukan semata karena latah atau mengejar keuntungan, tapi dia ingin merealisasikan ide-idenya lewat kafe, karena saat ini nongkrong di kafe seolah sudah menjadi tren, jadi menurutnya kafe juga bisa jadi media sosialisasi yang efektif tentang kopi Gayo.Â
Memanfaatkan lahan seluas sekitar 0,5 hektar miliknya yang berlokasi di desa kelahirannya, Belang Gele, sekitar 3 kilometer dari pusat kota Takengon, Zaini mulai merealisasikan idenya. Dia berprinsip, kafe yang akan dia bangun harus berbeda dengan kafe-kafe yang sudah ada dan harus punya nilai plus.
Beberapa saung yang dia sebut sebagai Jamur Gayo (jamur dalam bahasa Gayo berarti Saung, Gubuk atau Pondok), semuanya menggunakan bahan yang berasal dari tanaman kopi. Batang-batang kopi tua yang tidak produktif lagi, dia sulap menjadi pagar dan dinding pondok kopinya. Tanpa sentuhan cat atau vernis, semuanya jadi terlihat sangat alami.Â
Ditambah view berupa pemandangan alam khas desa di daerah pegunungan, tempat ini menjadi lokasi yang sangat nyaman untuk bercengkerama dengan keluarga. Suasana tenang dan nyaman karena jauh dari keramaian, juga menjadikan tempat ini ideal sebagi tempat meeting atau bertemu dengan relasi. Aneka tanaman bunga warna warni yang mengelilingi saung-saung di kafe ini, membuat suasana nyaman dan damai bagi pengunjung.
Aneka jus seperti Alpukat, Jeruk, Wortel, Nanas dan Terong Belanda, juga menjadi sajian khas kafe ini. Meski menunya hampir sama dengan kafe-kafe lainnya, tapi menikmati kuliner khas Gayo dengan pemandangan alam terbuka yang sejuk dan segar, adalah kenikmatan langka dan "mahal", ini salah satu keunggulan kafe ini.
Gagasan itu kemudian dia wujudkan dengan menyelipkan wahana edukasi bertajuk "Klinik Kopi Gayo" di kafenya. Sebuah saung khusus disediakan bagi pengunjung yang ingin "sambil menyelam minum air", atau sambil menikmati refreshing di alam terbuka bebas polusi, sekaligus juga bisa menimba ilmu dan pengalaman dari sang pemilik kafe yang skill tentang perkopiannya tidak diragukan lagi.Â