Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Meraup Rezeki dari Batang Kelapa Sawit Tua

15 Desember 2018   09:46 Diperbarui: 15 Desember 2018   19:21 4055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1, Dari satu batang tanaman kelapa sawit tua yang sudah tidak produktif, bisa dihasilkan sekitar 60 kg gula sawit (Doc. FMT)

Gula merah (Brown Sugar) dapat dihasilkan dari berbagai jenis tanaman dari family Palmae seperti kelapa, aren, nipah, lontar dan sebagainya. 

Proses pengambilan air nira sebagai bahan dasar pembuatan gula merah pada umumnya melalui penderesan pada tandan muda yang sengaja "digagalkan" menjadi buah. 

Gula kelapa, gula aren dan gula nipah, sudah lama populer di kalangan masyarakat, karena memang jenis gula merah ini yang banyak beredar di pasaran dan proses pembuatannya juga relatif mudah dan sudah biasa dilakukan oleh para petani di perdesaan yang punya potensi sumber daya kelapa, arena atau nipah. 

Gula merah atau Brown Sugar saat ini sudah menjadi salah satu komoditi industri yang punya prospek ekonomi sangat bagus, karena bukan saja digunakan sebagai barang konsumsi tapi juga untuk memenuhi kebutuhan industri pangan olahan, bahkan pasar ekspor gula merah juga terbuka lebar ke berbagai negara.

Kelapa sawit juga hasilkan gula merah

Selama ini kita mengenal tanaman sawit hanyalah sebagai tanaman penghasil Crude Palm Oil (CPO) yang merupakan produk olehan pertama dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. 

Dari CPO ini kemudian dapat diolah menjadi berbagai produk lemak nabati seperti minyak goreng, margarine, keju, sabut, kosmetik dan produk-produk lainnya. Hasil sampingan dari buah sawit adalah ampas atau bungkil sawit yang bisa diolah menjadi pakan ternak yang mempunyai kandungan protein tinggi. 

Komoditi sawit saat ini merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, karena permintaan akan produk sawit dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan.

Tapi siapa sangka, tanaman kelapa kawit (Elaeis Guineensis) juga bisa menghasilkan gula merah atau yang sekarang mulai populer dengan nama gula sawit. Sebenarnya ini bukan penemuan baru, karena kelapa sawit juga merupakan salah satu jenis tanaman palmae yang merupakan tanaman penghasil nira, bahan pembuat gula merah. 

Tapi pemanfaatan tanaman sawit sebagai penghasil gula merah, masih belum banyak diketahui orang. 

Pasalnya, proses untuk mendapatkan nira sawit juga berbeda dengan cara mengambil nira kelapa atau nira aren, kalau nira kelapa atau aren diperoleh dengan menderes bakal tandan buah, nira sawit diperoleh pada saat batang sawit tua sudah ditebang, untuk pohon kelapa sawit yang masih produktif, memang agakt sulit untuk "menderes" niranya. 

Pengambilan nira kelapa sawit, biasanya dilakukan pada saat replanting atau penanaman kembali tanaman sawit yang sudah berusia 25 sampai 30 tahun dan sudah tidak produktif lagi. 

Di beberapa daerah penghasil sawit seperti provinsi Riau, Jambi, Sumatera Utara, pemanfaatan batang sawit tua sebagai penghasil gula merah, sudah mulai dilakukan dalam beberapa tahun terakhir. Dan kini provinsi Aceh yang juga punya potensi perkebunan sawit cukup luas, juga sudah mulai dilakukan "eksplorasi" serupa.

Bagaimana cara memperoleh nira sawit? Ternyata prosesnya sangat mudah, batang kelapa sawit tua yang sudah tidak produktif ditebang dan potong pada bagian pucuknya atau yang bisa disebut umbut, setelah beberapa hari dari bekas potongan umbut tersebut akan mengeluarkan air nira yang bisa bertahan sampai sekitar satu bulan. 

Air nira itu kemudian ditampung menggunakan wadah dan untuk selanjutnya dimasak seperti proses memasak gula merah lainnya untuk menghasilkan gula sawit. 

Selama satu bulan, setiap batang kelapa sawit rata-rata mampu menghasilkan 300 liter nira yang dapat diolah menjadi sekitar 60 kilogram gula sawit dalam bentuk cetakan. Jika dalam satu hektare lahan ada sekitar 200 batang kelapa sawit, maka akan dihasilkan 12.000 kg gula sawit. 

Dengan harga pasar rata-rata saat ini Rp 15.000,- per kilogram, petani sawit yang akan meremajakan 1 hektare tanamannya, akan mampu meraup sekitar 180 juta rupiah, sebuah nominal yang luar biasa yang mampu dihasilkan dari batang kelapa sawit yang sudah tidak produktif itu. 

Boleh jadi hasil itu bisa menyamai atau bahkan lebih tinggi dari hasil yang didapat oleh petani dari penjualan tandan sawit segarnya.

Gambar 2, Penampungan air nira yang keluar dari potongan umbut tanaman kelapa sawit yang sudah ditebang (Doc. FMT)
Gambar 2, Penampungan air nira yang keluar dari potongan umbut tanaman kelapa sawit yang sudah ditebang (Doc. FMT)
Mulai digarap oleh Distanbun Aceh

Potensi ekonomi luar biasa dari pengolahan hasil sampingan perkebunan sawit inilah yang kamudian mulai "digarap" oleh Dinas pertanian dan Perkebunan Aceh untuk dikembangkan pada kabupaten/kota yang selama ini menjadi sentra produksi sawit. 

Dari data statistik pertanian pada Distanbun Aceh, sampai dengan bulan Oktober 2017 ini tercatat luas lahan perkebunan kelapa sawit di seluruh provinsi Aceh adalah seluas 421.820 hektare dengan perincian perkebunan rakyat seluas 220.092 hektare dan perkebunan swasta seluas 201.728 hektare (Sumber: Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, 2017). 

Mulai diliriknya potensi gula sawit ini, terkait dengan program replanting tanaman kelapa sawit rakyat di Aceh yang akan mulai dilaksanakan pada tahun 2019 yang akan datang.

Seperti diungkapkan oleh Kepala Distanbun Aceh, A. Hanan, SP, MM, khusus untuk perkebunan rakyat, Distanbun Aceh pada tahun 2019 yang akan datang sudah merencanakan untuk melakukan replanting seluas 12.000 hektare pada 7 kabupaten/kota di Aceh. 

Jika tanaman tua yang akan direplanting ini kemudian dimanfaatkan untuk produksi gula sawit, maka akan muncul angka fantastis, Aceh akan mampu menghasilkan sekitar sekitar 14.400 ton gula sawit. 

Artinya tidak kurang dari 216 miliar rupiah bakal diraup oleh petani sawit di Serambi Mekkah ini. 

Nilai tersebut bisa jadi akan bertambah jika gula sawit yang dihasilkan kemudian dipasarkan dalam bentuk gula semut atau Crystal Brown Sugar yang harganya bisa mencapai dua kali lipat dari gula sawit tradisional.

Hitung-hitungan "kasarnya" begini, dengan hasil sampingan dari batang-batang tua kelapa sawit ini, setidaknya para petani sawit tidak akan mengalami kesulitan ekonomi selama menunggu tanaman sawit barunya berbuah. 

Bagi petani yang memiliki lahan seluas 2 hektare misalnya, akan punya "cadangan devisa" keluarga tidak kurang dari 360 jutaan, denga perkiraan pengeluaran 60 juta rupiah per tahun, hasil pengolahan gula sawit ini akan mampu menopang hidup petani yang bersangkutan selama 6 tahun. 

Sementara pada umur 5 sampai 6 tahun, tanaman baru hasil replanting, sudah akan menghasilkan buah sawit. Jadi dengan optimalisasi pemanfaatan batang sawit tua sebagai sumber pendapatan, proses replanting tidak akan membuat hidup petani sawit sengsara. 

Pengalaman petani sawit di kabupaten Aceh Utara telah membuktikan, bahwa dari satu hektare tanaman sawit, petani bisa meraup 200 juta rupiah melalui pengolahan gula sawit. Artinnya dari kajian ekonomi, replanting sawit yang akan dilaksanakan oleh Distanbun Aceh ini tidak akan berdampak menurunnya tingkat perekonomian petani.

Gambar 3, Gula Sawit, salah satu jenis Brown Sugar yang dihasilkan dari batang kelapa sawit (Doc. FMT)
Gambar 3, Gula Sawit, salah satu jenis Brown Sugar yang dihasilkan dari batang kelapa sawit (Doc. FMT)
Hanya dengan sentuhan teknologi sederhana melalui pemanfaatan batang sawit sebagai penghasil gula merah, upaya mempertahankan dan meningkatkan produksi sawit Aceh bisa terus berjalan tanpa mengesampingkan kesejahteraan petani. 

Mengingat besarnya potensi pengembangan gula sawit di Aceh, lanjut Azanuddin, pihaknya juga akan bersinergi dengan stake holder terkait untuk membuka peluang pasar gula sawit Aceh baik untuk pasar domestic maupun pasar ekspor.

Rasa dan aroma gula sawit tidak jauh berbeda dengan gula kelapa atau gula aren, itulah sebabnya sekarang banyak keluarga yang mulai beralih kepada gula sawit, karena selain harganya lebih murah, gula sawit juga rendah kalori, sehingga aman dan sehat untuk dikonsumsi oleh semua orang. 

Para penikmat kopi arabika Gayo di Aceh, kini juga mulai beralih dari gula pasir ke gula sawit ini, karena menurut penuturan para penikmat kopi arabika, sajian espresso coffee atau black coffee akan lebih nikmat jika dipadu dengan gula sawit ini.

Gambar 4, Gula sawit mulai jadi tren bagi penikmat kopi arabika Gayo di Aceh (Doc. FMT)
Gambar 4, Gula sawit mulai jadi tren bagi penikmat kopi arabika Gayo di Aceh (Doc. FMT)
Penasaran dengan rasa gula sawit? Jangan khawatir, sudah banyak super market dan mini market yang mulai menjajakan produk gula sawit ini baik dalam bentuk cetakan maupun dalam bentuk gula semut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun