"Kunci utama keberhasilan pengembangan komoditi pertanian adalah tersedianya bibit atau benih tanaman berkualitas, karena dari bibit atau benih yang bermutu akan mampu menghasilkan produktivitas tinggi dan berkualitas baik. Oleh karenanya, pemilihan bibit atau benih berkualitas dan bersertifikat adalah sayarat mutlak dalam pengembangan usaha tani".
Hal tersebut diaungkapkan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A. Hanan, SP, MM ketika membuka Pertemuan Koordinasi Sertifikasi dan Pengawasan Mutu  Benih Tahun 2018 di Hotel Arabia, Banda Aceh, Rabu (21/11/2018) kemarin. Petemuan yang diikuti oleh seluruh jajaran Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) XII Aceh dan perwakilan Dinas Pertanian kabupaten/kota seluruh Aceh ini akan digelar selama 3 hari dari tanggal 21 sampai dengan 23 Nopember 2018.
Lebih lanjut Hanan menegaskan, bahwa dalam kegiatan usaha tani jangan ada prinsip yang penting tanam, tanpa memperhatikan kualitas bibit atau benih. Mustahil tanaman akan berproduksi tinggi dan berkualitas jika bibit atau benihnya diperoleh secara sembarangan.
"Tanaman yang bagus berasal dari bibit atau benih yang baik, tentu dengan syarat dirawat dan dipelihata dengan baik, jadi jangan ada statemen asal tanam, tanpa memikirkan baik buruknya bibit atau benih, karena proyeksi kita dalam aktifitas usaha tani adalah produktivitas yang tinggi dan kualitas produk yang baik" ungkap Hanan.
Bibit atau benih yang tidak jelas sumbernya, tidak bersertifikat dan tidak pernah melalui uji varietas dan pengawasan benih, selain produktivitasnya rendah dan kulaitas hasilnya buruk, juga sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman, serta berpeluang menyebarkan penyakit tanaman di suatu daerah. Itulah sebabnya diperlukan pengawasan yang ketat terhadap beibit atau benih yang berdar di pasaran. Semua bibit atau benih yang diperjual belikan secara bebas, harus memiliki sertifikat dari BPSB, lanjut Hanan.
Hanan juga menegarai banyaknya bibit atau benih tanaman palsu yang beredar di pasaran yang sangat merugikan petani. Oleh karenanya pihaknya menghimbau kepada semua stake holder terkait untuk berpartisipasi aktif dalam pengawasan bibit atau benih, setidaknya melaporkan bila melihat adanya peredaran bbit atau benih tanaman ilegal.
Data luas lahan kopi belum valid.
Dalam kesempatan tersebut, Hanan juga mengungkapkan bahwa sampai saat ini data luas tanam, luas panen dan produksi kopi arabika di Aceh belum valid. Hal ini agak menyulitkan dalam menyusun perencanaan dalam pengembangan kopi arabika di provinsi Aceh yang saat ini menjadi salah satu perhatian khusus dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.
"Masih ada perbedaan antara data statistik pertanian pada instansi teknis dengan data dari Biro Pusat Statistik (BPS), kami berharap teman-teman di lapangan bisa memberikan data yang valid tentang luas tanam, luas panen dan produksi kopi arabika ini, karena kopi arabika merupakan salah satu komoditi andalan dan unggulan di daerah kita' ungkap Hanan.
Sementara itu Kepala UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Aceh, Ir. Fauzi selaku penanggung jawab pertemuan ini mengungkapkan bahwa pihaknya secara rutin terus melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap para penangkar benih, agar bibit atau benih yang dihasilkan oleh para penangkar memnuhi standar mutu benih atau bibit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pertanian.
 Dalam pertemuan koordinasi perbenihan lingkup Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh ini juga menghadirkan nara sumber dari Balai Peneltian Tanaman Kementerian Pertanian, DR. Ir. Otih Rostiana, seorang peneliti yang selama ini konsen dalam bidang perbenihan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H