Penyuluh yang merupakan alumni Fakultas Pertanian Unsyiah kelahiran 28 Agustus 1980 ini kini agak sedikit lega, upayanya untuk ikut melestarikan plasma nutfah lokal asali di daerahnya  kini mulai 'menemukan jalan'nya. Beberapa varietas padi lokal Aceh Tengah yang telah berhasil diidentifikasi, rencananya akan akan dimurnikan di laboratorium BPTP Aceh di Keumala, Pidie dan pada waktunya nanti akan dikembalikan ke daerah asalnya untuk dikembangkan oleh petani.
![Gambar 4, Pengukuran tinggi tanaman padi lokal untuk memastikan keaslian varietas (Doc. FMT)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/28/pengukuran-tinggi-tanaman-padi-lokal-5b84d94f677ffb69e95990d3.jpg?t=o&v=555)
Jika padi Kebayakan bisa dikembangkan di wilayah lain, Insya Allah kejayaan beras Kebayakan akan kembali terulang. Jika program pelestarian ini berhasil, nama beras Kebayakan kemungkinan akan kembali 'bersinar' bersama beras unggul lokal lainnya dari Aceh seperti beras Tangse, beras Keuamala dan beras Pulo Aceh.
Dari segi aroma dan rasa beras Kebayakan dan beras lokal Aceh lainnya memang tidak kalah dengan beras Ramos, Rojolele maupun Pandan Wangi. Beras Kebayakan adalah 'legenda' pertanian Gayo, dan jika kelestariannya tidak mendapatkan perhatian para pihak, suatu saat kelak bukan tidak mungkin hanya menjadi legenda. Dan Ayuseara Putri Gayosia, SP, MP, penyuluh berdarah asli Gayo ini tidak rela kalao kekayaan plasma nutfah lokal didaerahnya musnah tanpa upaya apapun.
![Gambar 5, Ayuseara Putri Gayosia di ruang kerjanya, BPP Kebayakan Aceh Tengah (Doc. FMT)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/08/28/ayu-diruang-kerjanya-di-bpp-kebayakan-5b84d91512ae941c6c40f552.jpg?t=o&v=555)