"Ini adalah mimpi kami yang sudah hampir 35 tahun menetap di kampung Telegesari dan Gegarang, kami bisa memanen padi padi dari sawah kami sendiri," ungkap Mudiyono (61) salah seorang petani di kampung Telegesari kecamatan Jagong Jeget kabupaten Aceh Tengah, saat mendampingi Kepala BPP, Babinsa TNI dan anggota kelompok tani memanen padi di lahan cetak sawah baru di kampung Telegesari dan Gegarang, Minggu (24/6/2018) kemarin.
Sudah sejak lama Mudiyono dan kawan-kawan mendambakan lahirnya lahan sawah di kmpung ini, karena di bagian bawah kampung ini berupa rawa-rawa yang berpotensi untuk dijadikan lahan sawah.Â
Itulah sebabnya sejak 7 tahun yang lalu, secara swadaya, dia bersama beberapa petani lainnya mulai 'merukah' (membuka) rawa-rawa yang berada di sekitar Danau Kecil (Lut Kucak) Gegarang menjadi lahan sawah yang bisa ditanami padi.Â
Hasilnya, sekitar 5 hektar lahan sawah berhasil mereka 'cetak' secara swadaya, dan sejak saat itu mereka sudah bisa menikmati beras dari sawah mereka sendiri.Â
Namun itu belum membuat Mudiyono puas, karena hasil sawah yang dia buka baru bisa mencukupi kebutuhan pangan beberapa keluarga saja, dia terobsesi agar warga di kampungnya tidak lagi tergantung pasokan bahan pangan terutama beras dari luar.
Pucuk di cinta, ulampun tiba, begitu pepatah untuk menggambarkan 'mimpi' Mudiyono dan kawan-kawan. Melalui anggaran APBN Kementerian Pertanian Tahun 2017, Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tengah kemudian meluncurkan kegiatan cetak sawah baru di kedua desa eks pemukiman transmigrasi ini.
Di 'back up' sepenuhnya oleh TNI dari jajaran Kodim 0106/Aceh Tengah-Bener Meriah, lahan rawa yang selama ini hanya ditumbuhi bambu air (prumpung/pelu), mampu di'sulap' menjadi hamparan lahan sawah yang siap untuk ditanami padi.Â
Tentu saja kegiatan yang merupakan bagian dari program percepatan swasembada pangan ini langsung disambut antusias oleh petani setempat.
Butuh perjuangan berat.
Membuka lahan rawa dengan struktur gambut berlumpur, memang bukan perkara mudah, beberapa alat berat yang dikerahkan oleh pihak TNI 'terbenam' dalam lumpur dalam dan butuh tenaga ekstra untuk mengeluarkannya. Begitu juga dengan traktor dan hand tracktor yang dikerahkan untuk melakukan pekerjaan land leveling, tidak bisa diopreasionalkan secara optimal mengingatnya beratnya kondisi lahan.
Namun itu tidak membuat para petani menjadi putus asa, bersinergi dengan para Babinsa dan penyuluh pertanian di BPP Jagong Jeget, kemudian mengkombinasikan pekerjaan pembukaan lahan sawah baru dengan cara meknis dan manual.Â