Dengan harga tersebut, kondisi petani kopi Gayo terlihat lebih sejahtera karena hasil pertanian mereka, mau dibeli oleh para buyer dengan harga relatif tinggi. Meskipun produktivitas kopi yang mereka capai saat ini belum optimal dan masil dapat ditingkatkan, namun dapat dilihat langsung di lapangan, rata-rata tingkat perekonomian dan kesejahteraan kopi Gayo sudah relative tinggi.
Kalau kita memasuki perkampungan di daerah ini, rumah tinggal penduduk yang kebanyakan berada di tengah rerimbunan kebun kopi, akan terlihat rumah-rumah dengan ukuran besar dan kondisinya bagus. Begitu juga dengan fasilitas kendaraan yang mereka miliki, hampir semua warga memiliki kendaraan bermotor sendiri baik roda empat maupun roda dua, bahkan dalam satu keluarga kepemilikan kendaraan mereka bisa sampai beberapa unit.
Dari hasil kebun kopi ini pula, para petani juga berhasil memberikan fasiltas pendidikan yang cukup baik bagi putra putri mereka, jarang sekali kita lihat petani kopi yang anak-anaknya tidak kuliah.
Selain mampu menjadi penyangga utma perekonomian masyarakat, aktivitas pada usaha tani kopi arabika menyerap relatif banyak tenaga kerja setempat, tenaga kerja ini terutama terserap pada  kegiatan panen dan pasca panen. Dengan dukungan iklim yang sesuai maka kopi arabika kita dapat dipanen sepanjang tahun, meskipun dengan berbagai variasi fluktuasi produksi.
Artinya, pengangguran musiman (seasonal unemployment) yang kerap terjadi di sektor tanaman semusim, semakin berkurang dengan adanya komoditas kopi arabika ini. Dengan dua indikator saja (pendapatan dan penyerapan tenaga kerja), dapat dipastikan bahwa pengembangan kopi arabika berkontribusi positif bagi perekonomian wilayah dataran tinggi Gayo ini.
Dan ketika kopi Gayo kemudian mulai dikenal di seluruh Indonesia, setelah sebelumnya sudah dikenal oleh penikmat kopi dunia, itu berarti perekonomian masyarakat Gayo yang selama ini bergantung pada komoditi 'emas hitam' ini, akan terus 'tegak' berdiri ditengah gelombang krisis yang melanda di semua sector.
Yang kemudian menjadi 'pekerjaan rumah' bagi para pihak yenag terkait dengan pengembangan kopi Gayo ini adalah bagaiman kualitas kopi arabika Gayo ini bisa terus dipertahankan dan ditingkatkan produktivitasnya, namun masih dengan mempertahankan pola pertanian organiknya.
Munculnya daerah-daerah penghasil kopi arabika  baru dengan kulaitas yang juga semakin membaik seperti Jawa Barat (Kopi Green Preanger), Jawa Timur (Kopi Ijen), Sulawesi Selatan (Kopi Toraja), Sumatera Utara (Kopi Gunung Lintong dan Mandhailing Coffee) bahkan Papua, juga menjadi tantangan baru bagi para petani kopi di dataran tinggi Gayo.
Hanya dengan mempertahankan kualitas, aroma dan rasa serta meningkatkan produktivitas, kopi Gayo akan mampu bertahan dalam persaingan pasar global. Menjadi tugas para penyuluh pertanian dan pemangku kebijakan di daerah ini untuk terus menjaga dan mempertahankan 'marwah' kopi Gayo yang sudah mendunia ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H