Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kadistan "Zaman Now", Rela Rogoh Kocek Pribadi Modali Petani

29 Januari 2018   11:38 Diperbarui: 29 Januari 2018   11:47 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 3, Memanfaatkan momen harga bawang merah di pasar lokal yang sedang bagus, hasil panen langsung dipotong dan dipasarkan (Doc. FMT)

Bermula dari 'curhat' Basir, seorang petani dari Kampung Kute Lintang, Pegasing, Aceh Tengah kepada salah seorang penyuluh pertanian, Ir. Masna Manurung, MP yang bercerita tentang keinginan Basir untuk mencoba mengembangkan komoditi bawang merah di lahan sawah miliknya yang kebetulan saat itu sedang tidak ditanami padi (bera/lues belang). Tapi keinginan Basir untuk mencoba bertanam bawang merah, harus 'mentok' akibat tidak memiliki modal, terutama untuk pengadaan benih. Untuk menanam bawang merah pada lahan seluas kurang lebih satu hektar miliknya itu, dibutuhkan benih sekitar 800 sampai 1.000 kilogram benih yang harganya pada saat itu berkisar Rp 25.000,- per kilogramnya.

Pucuk dicinta, ulampun tiba, mungkin pepatah itu yang menggambarkan nasib mujur sang petani, curhatannya akhirnya terdengar oleh drh. Rahmandi, M Si yang tidak lain Kepala Dinas Pertanian di kabupaten penghasil kopi arabika itu.  Rahmandi secara spontan menyatakan kesanggupannya untuk memberikan modal berupa benih bawang merah sejumlah yang dibutuhkan oleh Basir. Meski untk membantu modal benih tersebut, Rahmandi mesti merogoh 'kocek' pribadinya, tapi dia optimis karena melihat kesungguhan petani itu. Tak sekedar benih, Rahmandi juga membantu pengadaan mulsa plastic untuk memberi motivasi kepada sang petani.

Dengan penuh semangat, Basir pun menyambut baik tawaran sang kadistan, lahan sawah yang tanahnya mulai mengeras akibat kemarau, mulai 'dihancurkan' dengan launan cangkulnya. Meski baru pertama kalinya dia akan membudidayakan komoditi bawang merah, dia tetap optimis usahanya akan berhasil, apalagi di selalu mendapat bimbingan secara rutin dari sang penyuluh, Masna Manurung. Akhir bulan Oktober 2017 lalu, selesailah Basir menggarap lahannya, diapun mulai memasang mulsa dan menanam benih bawang merahnya.

Kewalahan hadapi anomali cuaca.

Tapi 'cobaan' pertama langsung dihadapi Basir, hanya beberapa waktu setelah dia menanam benih bawang merahnya, curah hujan tinggi harus dihadapinya. Bagi petani bawang merah 'pemula' seperti Basir, tentu tidak mudah menghadapi tantangan yang cukup berat ini, karena curah hujan yang tinggi dan terjadi terus menerus, membuatnya harus bekerja ekstra untuk 'menyelamatkan' tanaman bawang merahnya darai ancaman hama dan penyakit tanaman. Seperti diketahui, komoditi bawang merah sangat tidak menghendaki curah hujan tinggi, karena akan rentan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman.

 Beruntung Basir punya penyuluh pendamping yang sudah kenyang makan 'asam garam' budidaya bawang merah seperti Masna Manurung ini. Penyuluh cantik penyandang gelar magister pertanian dari Univaersitas Barwijaya Malang inilah yang kemudian terus membantu dan menyemangati Basir untuk terus mempertahankan 'uji coba' budidaya bawang merah perdananya. Baru kali ini Basir merasakan betapa beratnya mempertahankan satu hektar tanaman bawang merahnya dalam kondisi cuaca yang 'kurang bersahabat', padahal awalnya dia sudah hampir putus asa

Akhirnya nikmati hasil panen

Dua setengah bulan berlalu, Basir dengan tekun merawat tanamannya, akhirnya di awal tahun 2018 ini diapun sudah bisa memetik hasilnya. Meski sempat 'didera' curah hujan yang sangat tinggi pada masa pertumbuhannya, namun berkat kegigihannya dalam merawat tanaman, akhirnya kini bisa tersenyum. Mulai pagi ini, Basir sudah bisa memetik hasil kerja kerasnya, bawang merah yang dia tanam sudah bisa dipanen.

Tidak ingin menjadi 'kacang lupa kulit', Basir dan Masna pun tidak lupa mengundang sang 'donatur' Rahmandi untuk ikut menyaksikan panen bawang merahnya. Bukan cuma Basir dan Masna yang akhirnya bisa tersenyum, Kepala Dinas Pertanian itupun terlihat sumringah ketika ikut mencabut umbi bawang merah dari lahan yang masih terlihat agak becek akibat hujan semalam itu. Umbi bawang merah yang dihasilkan Basir ternyata sangat bagus, ukurannya besar, warnanya merah mengkilat dan umbinya padat. Kulaitas bawang merah seperti inilah yang sangat diminati konsumen lokal maupun luar daerah, sehingga petani ini tidak khawatir sedikitpun untuk memasrkan hasil panen perdananya ini. Apalagi harga bawang merah di pasar lokal saat ini juga sangat baik,  erkisar 20 -25 ribu rupiah per kilogram dalam kondisi habis panen, sementara dalam keadaan kering, harganya bisa mencapai 30 sampai 35 ribu rupiah per kilogramnya.

Saat ikut memanen bawang merah itu, Rahmandi merasa semakin yakin bahwa wilayah Pegasing ini sangat potensial untuk pengembangan komoditi bawang merah dalam skala besar

"Melihat hasil panen hari ini, saya semakin optimis kalau wilayah ini memang sangat cocok untuk pengembangan komoditi bawang merah, wilayah ini berpotensi menjadi salah satu sentra bawang mrah di daerah kita, apalagi kalau didukung dengan semangat kerja kerja keras seperti yang sudah ditunjukkan oleh petani kita ini" ungkap Rahmandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun