Begitu memasuki wilayah kecamatan Pengalengan di bagian selatan kabupaten Bandung, udara dingin segera menyeruak, karena daerah ini memang merupakan dataran tinggi dengan topografi berbukit, mirip sekali dengan dataran tinggi Gayo diaman penulis tinggal. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah hamparan lahan pertanian mulai dari kebun teh, lahan hortikultura sampai peternakan baik peternakan rakyat maupun peternakan milik perusahaan swasta. Sebuah waduk besar bernama Situ Cileunca yang merupakan sumber energi PLTA dengan pemandangan indah di sekelilingnya, juga ikut 'menghiasi' wajah kota kecamatan yang sudah sangat dikenal sejak jaman penjajahan Belanda dulu itu.
Pangalengan adalah kecamatan yang terletak di bagian selatan kawasan Kabupaten Bandung yang terletak pada koordinat 07o07'00" LS sampai 07o18'00" LS dan 107o30'00" BT sampai 107o38'00" BT. Kecamatan ini memiki jarak sejauh 51 KM dari Kota Bandung dan 23 KM dari Ibukota Kabupaten Bandung yaitu Soreang. Dibatasi oleh Kecamatan Cimaung di sebelah utara, Kecamatan Talegong di sebelah selatan, Kecamatan Pasir Jambu di sebelah barat, dan Kecamatan Kertasari di sebelah timur. Berada di dataran tinggi dengan suhu rata-rata harian berkisar antara 13-25oC dan curah hujan rata rata 1.250 mm/tahun. Inilah yang menyebabkan udara di wilayah ini terasa sujuk bahkan cenderung sangat dingin, khas udara pegunungan.
Secara Administratif, total luas kecamatan Pengalengan adalah 27.204,77 Ha terbagi menjadi 13 desa yaitu (2.208,970 ha), Lamajang (4.016,10 ha), Margaluyu (860,200 ha), Margamekar (817,993 ha), Margamukti (2.613,05 ha), Margamulya (1.294,14 ha), Pangelangan (589,946 ha), Pulosari (5.118,15 ha), Sukaluyu (1.748,200 ha), Sukamanah (668,040 ha), Tribaktimulya (449,909 ha), Wanasuka (4.555,97 ha), dan Warnasari (2.354,12 ha). Jumlah penduduk kecamatan ini pada tahun 2015 terdapat 176. 465 jiwa (Data Statistik Kecamatan Pengalengan, 2015). Sebagian besar penduduk di kecamatan ini (lebih dari 90%) mengantungkan hidup mereka dari sektor pertanian.
Pola penggunaan lahan berdasarkan Monografi pada tahun 2015, terdiri dari tanah sawah (irigasi setengah teknis, irigasi sederhana dan tadah hujan),tanah kering (pekarangan, bangunan, tegal, kebun, ladang), tanah basah, tanah hutan (hutan lebat, hutan belukar, hutan sejenis), tanah perkebunan (negara/swasta), dan tanah keperluan lain. Sedangkan luas keseluruhan wilayah sebesar 27.294.71 ha, sebagian besar lahan didominasi oleh tanah hutan seluas 9.316.88 Ha (36.46 %), tanah kering seluas 7.710.66 ha (30.17%) dan tanah perkebunan seluas 6.992.91 ha (27.37%).
Akses untuk menuju ke Kecamatan Pangalengan dapat melalui beberapa jalur. Jalur pertama adalah melalui Jalan Raya Terusan Kopo-Jalan Raya Soreang Banjarang-Jalan Raya Pangalengan. Akses kedua adalah melalui Jalan Raya Moh.Toha-Jalan Raya Dayeuh Kolot- Jalan Raya Banjaran-Jalan Raya Pangalengan. Dengan kondisi infrastruktur jalan yang cukup baik, akses menuju wilayah Pengalengan, relatif lancar, sehingga daerah berhawa sejuk ini cukup ramai dikunjungi para pengunjung dari luar daerah.
Dari referensi yang penulis dapatkan, sejarah penguasaan tanah pertama kali di tanah pariyangan pada tahun 1800-an dilakukan oleh Raden Aria Natanegara adalah seorang Bupati Bandung bekerjasama dengan pemerintah hindia belanda. Dengan kerjasama ini, pemerintah Hindia Belanda mulai membuka hutan untuk dijadikan perkebunan kina dan perkebunan Teh. Perkebunan tersebut hingga saat ini masih tetap berdiri. Terdapat enam perkebunan teh besar yang dikelola dan menjadi Perusahaan Daerah Agrobisnis dan Pertambangan (PDAP) melalui PT Perkebunan Nusantara VIII. Keenam perkebunan adalah Perkebunana Malabar, Perkebunan Kertamanah, Perkebunan Talun Santosa, Perkebunan Purba Sari, Perkebunan Pasir Malang, Perkebunan Sedep dan perkebunan Jungjun. Sedangkan perkebunan dikuasi swasta takni perkebunan Cukul dan perkebunan Kertasari (Muhammad Marzuki, 2013)
Perkebunan di Pangalengan pertama kali didirikan orang belanda bernama Rudolf Edward Kerkhoven pada tahun 1890. Pembukaan perkebunan ini didasari oleh keberhasilan ayahnya membuka perkebunan Teh dan Kina Arjasari di daerah Banjaran pada tahun 1869 dan perkebunan Gembung di daerah Ciwidey pada tahun 1873. Pembukaan perkebunan ini mendapat dukungan S.J.W Van Buuren dan bantuan dana firma John Peet & Co. Pada tahun 1896, Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha yang merupakan sepupu dari Rudolf Edwar Kerkhoven datang ke wilayah Pangalengan dan meneruskan usaha sepupunya tersebut untuk mengembangkan perkebunan teh yang diberinama perkebunan Malabar.
Perkebunan Teh Malabar sendiri didirikan oleh Karel Albert Rudolf (KAR) Bosscha pada bulan Agustus 1896, setelah itu dirintis oleh sepupunya bernama RE Kerkhoven di wilayah Pangalengan. Pendirian perkebunan ini tidak lepas dari dikeluarkan Undang-Undang Agraria pada bulan April 1870. Undang-undang Agraria ini memberikan hak tanah kepada pribumi dan juga hak sewa pada swasta. Pemerintah kolonial Hindia-Belanda mengijinkan pihak-pihak swasta untuk menyewa tanah maksimal 500 bau (1 bau = 7096,5 m) dengan jangka waktu 50-57 tahun. Ini semakin mempermudah jalanya penguasaan tanah oleh pengusaha swasta yang dijadikan lahan perkebunan teh dan kina.
Perluasan perkebunan oleh Perusahaan Daerah Agrobisnis dan Pertambangan (PDAP) semakin menjadi pada tahun 1901 sampai tahun 1918 melalui peraturan pemerintah yang memberi hak setiap pengusaha memperluas perkebunannya. Akibatnya para pengusaha baik dari perusahaan swasta maupun negara berlomba-lomba membeli tanah petani juga menyewa tanah persil di Desa Pangalengan. Dalam  perkembanganya tahun 2013, perkebunan teh milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII terus berkembang dan memiliki 7 pabrik pengelolahan teh. Dengan total luas lahan perkebunan teh PTPN VIII sekitar 26.000 ha.
Sedangkan Jumlah aset PTPN VIII semakin meningkat yaitu, pada tahun 2007 sebesar 1.614.837 1, tahun 2008 memiliki 773.015, tahun 2009 memiliki 1.944.208 , tahun 2010 memilik 2.165.714 dan jumlah aset tahun 2011 sebesar 2.533.526. Pada keseluruhan Areal yang dikelola PTPN VIII seluas 114.391 ha, terdiri dari areal tanaman 66.788 ha dan areal lainnya seperti lahan cadangan, emplasemen, jalan dan lain-lain seluas 47.602 ha. Areal tanaman terdiri dari teh 26.329 ha, karet 20.276 ha, kelapa sawit 18.024 ha, Kina 1.842 ha dan Kakao 318 ha. Sebagian besar areal perkebunan, khususnya untuk perkebunan teh, yang dikelola oleh PTPN VIII ini berada di wilayah kecamatan Pengalengan.
Keberadaan perkebunan dan pabrik pengolahan teh ini memang memberikan kontribusi signifikat terhadap pendapatan Negara maupun daerah, namun ternyata berdampak ancaman keberlangsungan hidup petani di Kecamatan Pangalengan. Pasalnya, lahan pertanian warga semakin menyempit akibat perluasan perkebunan dengan sistem jual beli maupun sistem penyewahan lahan warga oleh PTPN VIII. Masalah yang dihadapi warga, akibat pemerintah mengatur hak sewa menjadi hak milik berdampak langsung terhadap kehidupan petani. Selain lahannya semakin menyempit akibat perluasan lahan perkebenunan milik negara dan swasta juga masyarakat Pengalengan menjadi buruh di tanahnya sendiri.
Namun seiring dengan 'meredup'nya bisnis teh, secara perlahan hamparan kebun teh di wilayah ini mulai beralih fungsi menjadi lahan pertanian, khususnya untuk pengembangan hortikultura jenis sayuran seperti kentang, kol, wortel, brokoli dan sebagainya. Prospek pemasaran produk hortikultura yang sangat bagus karena akses pemasaran ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Bogor dan sebagainya yang sangat lancar, membuat para petani disini semakin antusias untuk menjadi petani hortikultura. Lahan-lahan milik petani yang semula disewa oleh perusahaan perkebunan, perlahan mulai 'kembali' kepada pemiliknya, dan beralih fungsi sebagai lahan pertanian rakyat. Belakangan di daerah ini juga mulai berkembang komoditi kopi arabika yang sumber bibit awalnya berasal dari Dataran Tinggi Gayo.
Keberadaan Balai Pengembangan Benih Kentang (BPBK) Kementerian Pertanian yang juga berada di wilayah kecamatan ini, sangat mebantu pengembangan komoditi kentang, terutama dalam penyediaan benih kentang berkualitas. Keberadaan balai ini juga mendorong petani untuk menjadi penangkar benih/bibit kentang, karena permintaan bibit kentang dari luar daerah yang sangat besar, tidak dapat dipenuhi oleh BPBK, sehingga keberadaan para penangkar benih ini sangat dibutuhkan untuk memenuhi permintaan benih kentang yang terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
Ketika mengunjungi daerah ini beberapa waktu yang lalu, penulis sempat mewawancarai beberapa orang petani kentang yang sedang bekerja di lahan pertanian mereka. Dari penuturan petani yang sempat penulis temui, wilayah Penaglaengan yang dulunya didoninasi oleh perkebunan teh ini, kini sudah menjelma menjadi sentra produksi kentang sekaligus penyuplai benih kentang terbesar.
Menurut Asep Sanjaya, salah seorang petani di desa Warnasari, Pengalengan, para petani sudah puluhan tahun mengembangkan komoditi kentang ini. Selain sebagai petani kentang, Asep juga menjadi penangkar benih kentang yang banyak melayani pesanan benih dari luar daerah, bukan hanya di pulau Jawa tapi juga memasok benih kentang ke wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.
Asep bertutur, usaha tani dan penangkaran kentang memiliki prospek yang sangat bagus, karena harga komoditi ini relative stabil, begitu juga permintaan benih kentang juga terus mengalami peningkatan, bahkan menurutnya, para penangkar sampai 'kewalahan' memenuhi pesanan pembeli. Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, adalah dua daerah pengembangan komoditi kentang yang sering mendatangkan bibit kentang dari Pengalengan, salah satunya berasal dari hasil penangkaran bibit kentang Kang Asep ini.
"Prospek budidaya kentang sampai saat ini masih sangat bagus baik untuk kentang konsumsi maupun benih, untuk kentang konsumsi harganya saat ini rata-rata Rp 10.000 per kilogram di tingkat petani, sementara untuk benih atau bibit, harganya 26 sampai 28 ribu rupiah pe kilogramnya" ungkap Asep. Pemasarannyapun menurutnya tidak ada kendala, kerena setiap hari para pedagang sudah mendatangi lahan petani setiap kali panen tiba. Lancarnya akses transprtasi dari dan ke wilayah ini dengan infrastruktur yang cukup memadai, menjadi daya dukung pemasaran komodtti hortikultura di daerah ini.
Secara analisa usaha tani, bididaya dan penagkaran bibit kentang ini memang sangat menguntungkan, masih menurut penuturan Asep, untuk budidaya kentang seluas satu hektar, dibutuhkan modal usaha sebesar 100 juta rupiah, sementara hasil penjualan dari produksi kentang konsumsi bisa mencapai 200 sampai 250 juta rupiah, artinya keuntungan petani dalam satu kali musim tanam bisa mencapai 100 sampai 150 juta rupiah.
"Dari pengalaman saya selama beberapa tahun terakhir, hasil bersih yang bisa diterima petani untuk sekali tanam pada lahan seluas satu hektar mencapai 100 sampai 150 juta rupiah, itu untuk kentang konsumsi yang tidak membutuhkan perlakuan pasca panen secara khusus" ungkapnya "Sementara kalau dikembangkan menjadi bibit atau benih, hasilnya bisa dua kali lipat, tapi perlakuannya lebih rumit dan butuh ketelatenan sera waktu yang lebih lama" lanjutnya.
Satu hal yang terus dijaga oleh para petani kentang di pengalengan adalah kualitas produk pertanian yang mereka hasilkan. Salah satu upaya untuk mempertahan kualitas produk hortikultura di daerah ini adalah dengan meminimalisir penggunaan material kimia dalam usaha tani mereka. Untuk memenuhi unsure hara yang dibutuhkan tanaman, petani disini lebih sering menggunakan pupuk kandang dan agens hayati berupa tricodherma. Sementara penggunaan bahan kimia hanya dilakukan pada kondisi tertentu, dimana serangan hama dan penyakit terjadi dalam sjkala luas. Penggunaan material organic, selain dapat mempertahankan kualitas, juga menghasilkan produk pertanian yang aman dikonsumsi, sehingga konsumen merasa aman membeli produk pertanian yang berasal dari daerah ini. Penggunaan agens hayati tricodherma juga dirasakan penting, karena dapat mengendalikan hama dan penyakit tanaman sejak dini, teritama penyakit layu fusarium yang memang menjadi 'momok' utama petani kentang. Dengan penggunaan agens hayati ini, prinsip pertanian berkesinambungan dan ramah lingkungan, tetap bisa dipertahankan.
"Konsumen sekarang kan lebih memilih produk pertanian yang aman di konsumsi, itulah sebanya kami hanya menggunakan pupuk kandang dan agens hayati tricodherma dalam budidaya kentang yang kami lakukan, selain untuk menjaga kualitas, dengan penggunaan bahan hara organik ini, kami berani menjamin bahwa produk pertanian yang kami hasilkan aman untuk dikonsumsi, penggunaan tricodherma juga dapat meminimalisir serangan hama dan penyakit tanaman, namun tetap aman bagi lingkungan, karena kami menjalankan usaha tani disini bukan untuk jangka pendek, tapi terus berkesiambungan" ungkap Asep yang sedang mengawasi para pekerja melakukan perawatan tanaman kentangnya.
Tak heran jiga kita melintasi lahan pertanian di daerah ini, tumpukan pupuk kandang dalam karung-karung terlihat hampir di semua sudut lahan pertanian. Kebetulan daerah Pengalengan juga merupakan sentra produksi ternak khususnya ternak sapid an unggas, sehingga petani tidak kesulitan untuk memperoleh bahan dasar pupuk yang mereka butuhkan. Dari areal peternakan inilah, petani bisa mendapatkan limbah ternak yang kemudian diolah menjadi pupuk kandang atau pupuk organic padat. Selain aman, penggunaan pupuk kandanh juga bisa menhemat biaya produksi, karena harga pupuk kandang jauh lebih murah ketimbang pupuk kimia.
Meski hanya sekilas berkunjung ke daerah ini, penulis dapat melihat etos kerja yang sangat tinggi dari para petani di Pengalengan ini dalam memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang sebenarnya sangat terbatas, namun karena dikelola dengan manajemendan kinerja yang sangat baik, pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Dan dapat kita lihat dengan kasat mata, bagaiman kehidupan sebagaian masyarakat tani disana yang memang sudah sejahtera. Inilah kearifal lokal yang mungkin bisa diadopsi oleh petani-petani kita yang kebutulan tinggal di daerah yang kaya potensi sumberdaya alam seperti di Dataran tinggi Gayo dan daerah lain di Sumatera.
Itulash sekilas hasil kunjungan yang berhasil penulis 'rekam' dari daerah Pengalengan Bandung, saat penulis mengunjungi daerah ini beberapa waktu yang lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H