Tidak mau ketinggalan dengan rekan mereka di daerah lain, petani Aceh, khususnya di wilayah kabupaten Aceh Besar, sejak tahun 2016 yang lalu mulai mengembangkan komoditi yang bernilai ekonomis tinggi ini. Dipelopori oleh drh. Ahdar, MP, Kepala Balai Diklat Pertanian Aceh, labu madu mulai dikembangkan di komplek Balai Diklat Pertanian yang berlokasi di Saree, Aceh Besar itu. Lahan seluas 1 hektar dengan populasi 5.000 tanaman ini, kemudian dijadikan areal ujicoba komoditi pangan baru ini, Hasilnya cukup mengembirakan, ujicoba yang dilakukan oleh Ahdar menunjukkan produktivitas yang cukup tinggi. Namun kemudian terkendala masalah pemasaran, karena sebagian besar masyarakat Aceh belum mengenal manfaat dari labu madu ini.
Beruntung di komplek balai diklat itu kini telah berdiri Farmer Agro Market, sehingga Ahdar bisa 'memajang' hasil panen labu madunya di tempat ini. Dan secara perlahan konsumen yang kebetulan singgah ditempat itu mulai tertarik untuk membeli produk pertanian baru tersebut, bahkan harga yang ditawarkan juga jauh lebih murah, hanya 13 ribu rupiah per kilogram.
Namun dengan harga tersebut, nilai ekonomis dari budidaya labu madu masih jauh menguntungkan dibandingkan dengan komoditi lainnya. Jika satu hektar tanaman mampu menghasilkan 50 ton, maka pendapatan yang bisa diraih petani bisa mencapai Rp 65.000.000,- hanya dalam waktu 4 -5 bulan saja.
Menurut Masnun, dengan dipasarkannya komoditi pertan ian ini melalui jaringan on line TTI, jangkauan pasarnya akan lebih luas dan harganya juga akan setara dengan produk sejenis dari daerah lain. Apalagi labu madu yang dihasilkan di Aceh ini juga memiliki kualitas baik, rata-rata masuk grade A karena berat per buahnya diatas 1 kilogram.  Jaringan pasar yang semakin luas, juga akan memberi peluang kemudahan bagi petani untuk memasrkan produk pertanian  yang mereka hasiklkan, ini akan memacu semangat petani untuk mengembangkan komoditi ini, sehingga suatu saat Aceh akan menjadi sentra produksi labu madu. Bahkan menurut Masnun, tidak tertutup kemungkinan, labu madu asal Aceh ini akan mampu mengisi pangsa pasar ekspor, setidaknya untuk Negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand.
Selain melalui jaringan TTI, Masnun juga menginginkan komoditi ini juga tetap dipasarkan melalui jaringan pasar tradisional, hanya saja jangkauannya lebih diperluas. Kalau selama ini hanya dipasarkan di Saree dan Banda Aceh, kedepan produk ini juga dapat dipasarkan di kota-kota lain di Aceh, sehingga produk ini akan dikenal dan digemari oleh masyarakat, karena menurutnya labu madu ini merupakan produk pangan yang sangat baik untuk mendukung program diversifikasi pangan.
Selain sangat mendukung diversifikasi pangan, pengembangan komoditi labu madu juga bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan petani Aceh, karena potensi pengembangannya masih sangat terbuka.
"Prospek ekonomi labu madu ini sangat bagus, ini bisa menjadi peluang untuk meningkatkan kesejahteraan petani, karena kita punya potensi lahan yang sangat luas untuk pengembangan komoditi ini" lanjut Masnun.
Apalagi kalau minat masayarakat untuk mengkonsumsi labu madu ini sebagai salah satu asupan pangan mereka semakin meningkat, tentu ini akan menjadi peluang bisnis yang sangat menjanjikan, pungkasnya.