Sebelum melakukan pemotongan batang padi sisa panen, lakukan pemberian pupuk kandang/pupuk organik pada lahan sawah dengan kebutuhan 1 ton/ha. Pemberian pupuk organik ini bertutuan untuk memperkuat struktur perakaran dan mempertahankan kesuburan pangkal batang, sehingga pada saat pangkal batang dipotong, akan segera memunculkan tunas-tunas baru.
Setelah pupuk mulai diserap tanaman, maka dilakukan pengurangan air pada lahan sawah, kemudian dilakukan pemotongan batang sampai ke pangkalnya, hanya menyisakan sekitar 3,5 cm dari permukaan akar. Dalam beberapa hari,, tunas baru akan mulai terlihat tumbuh pada pangkal batang tersebut. Setelah tunas mulai tumbuh setinggi kurang lebih 5 cm, sawah kembali digenangi air secukupnya, kemudian diberikan pupuk susuran untuk merangsang pemecahan tunas dan penumbuhan tunas baru, sehingga membentuk rumpun-rumpun baru. Pemupukan ini dapat menggunakan pupuk organic yang ditambah dengan sedikit stimulant berupa pupuk kimia yang mengandung unsur NPK (Nitrogen, Phospor dan Kalsium) yang dosisnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
Untuk selanjutnya perlakuan budidaya padi Saliu sama dengan budidaya padi biasa, yaitu mengatur pengairan, melakukan penyiangan, mengendalikan hama dan penyakit tanaman jika terjadi serangan, sampai datangnya waktu panen yang umurnya kurang lebih sama dengan tanaman sebelumnya. Setelah dilakukan panen, maka dapat dilakukan lagi pengulangan teknik salibu pada lahan yang sama, ini dapat dilakukan 3 sampai 5 kali.
Di ujicoba di kecamatan Pegasing, Aceh Tengah
Salah satu tugas dan fungsi penyuluh pertanian adalah memperkenalkan teknologi pertanian baru kepada para petani yang menjadi binaan mereka, termasuk teknologi budidaya padi salibu ini. Seperti yang dilakukan oleh para penyuluh pertanian yang bertugas di BPP Pegasing, Aceh Tengah ini, berbekal referensi yang didapat dari berbagai literasi, para penyuluh ini mencoba memperkenalkan teknik budidaya salibu kepada patani setempat.
Tidak mudah memang, karena awalnya petani tidak yakin bahwa teknis budidaya padi salibu ini mampu menghasilkan produksi yang nyaris sama dengan budidaya yang menggunakan bibit baru, namun para penyuluh pertanian yang dimotori oleh Masna Manurung ini terus berupaya meyakinkan para petani. Hasilnya, ada beberapa petani yang kemudian merelakan lahan sawahnya untuk ujicoba teknik salibu ini, karena BPP memang tidak memiliki lahan sendiri.
Beruntung, selama ini hubungan interaksi antara penyuluh dan petani di kecamatan ini, berjalan dengan sangat baik, sehingga para penyuluh pertanian ini nyaris tidak mengalami kendala ketika melakukan ujicoba penerapan teknik salibu ini, Bahkan para petani peilik lahan juga cukup antusias untuk melibatkan diri berpartisipasi aktif dalam ujicoba ini, karena sebenarnya para petani pun cukup penasaran dengan teknik baru budidaya padi ini.
Tanpa harus menyediakan dan menanam bibit baru, ternyata mereka bisa kembali memanen padi di lahan yang sama. Kebetulan lahan ujicoba teknik salibu ini memang menggunakan varietas unggul Inpari 28 yang produktivitasnya di kecamatan ini berkisar 6,5 ton per hektar, dan hasil panen teknik salibu pada lahan yang sama, produktivitasnya juga tidak jauh berbeda dengan hasil panen pertama.
Keberhasilan ini membuat para petani semakin yakin bahwa teknik salibu ini bisa mereka terapkan untuk meningkatkan produksi padi di daerah ini. Dengan biaya produksi yang jauh lebih rendah, tentu saja provit margin yang akan didapat oleh para petani akan jauh lebih tinggi.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tengah, drh. Rahmandi, M Si yang sempat meninjau lahan penanaman budidaya padi teknik salibu ini beberapa hari sebelum panen, juga ikut gembira dan merasa optimis bahwa teknik baru budidaya padi salibu ini bisa menjadi alternative bagi petani untuk meningkatkan produksi padi di daerah ini. Dalam kesempata tersebut, Rahmandi juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para penyuluh di BPP Pegasing yang terus berupaya memperkenalkan teknologi pertanian baru yang sangat bermanfaat bagi petani.