Tanaman padi varietas Inpari 28 Kerinci yang kini mulai berkembang di Dataran Tinggi Gayo, Kabupaten Aceh Tengah dalam beberapa tahun terakhir ini, tidak terlepas dari peran seorang penyuluh pertanian yang begtu gigih memperkenalkan varitas padi unggul ini kepada para petani di daerah ini. Petani yang sudah terbiasa menanam padi lokal, awalnya sulit untuk menerima ajakan dari sang penyuluh, karena mereka berangkapan bahwa di daerah ini tidak cocok dikembangkan padi unggul.
Tahun 2010 yang lalu, seorang penyuluh pertanian, Ir. Masna Manurung, MP yang saat itu bertugas di wilayah kecamatan Bintang, kedatangan tamu dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Puslitbangtan) Kementerian Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh. Kedatangan mereka bertujuan untuk memperkenalkan beberapa varietas padi unggul seperti Ciherang, IR-64, Cobogo, Cisadane, Inpari 28, 29 dan 30 untuk di ujicobakan di kabupaten Aceh Tengah, khususnya kecamatan Bintang yang memiliki potensi lahan sawah yang cukup luas. Sebagai seorang penyuluh yang juga peneliti di Fakultas Pertanian Universitas Gajah Putih Takengon, Masna menyambut baik tawaran tersebut, karena dia melihat bahwa varietas padi lokal yang selama ini ditanam petani, selain umurnya cukup panjang, produktivitasnyapun cukup rendah.
Meski hasil panen dari uji varietas tersebut tidak bisa optimal akibat serangan hama tikus dan burung, tapi Masna cukup bernafas lega, karena beberapa varietas dapat diselamatkan. Dia kemudian membandingkan hasil panen dari beberapa varietas tersebut, dan dari hasil pengamatannya, dia dapat menarik kesimpulan bahwa varietas padi unggul yang cukup adapatatif untuk dikembangkan di dataran tinggi adalah varietas Inpari 28 Kerinci, karena varietas ini pertama kali dikembangkan di dataran tinggi Kerinci, Jambi yang secara agroklimat sangat sesuai dengan kondisi di dataran tinggi Gayo.
Berbekal sekitar 10 kilogram benih padi hasil uji varietas perdananya, Masna kemudian membagikan benih padi itu kepada beberapa teman penyuluh yang ada di kecamatan Kebayakan, Lut Tawar dan kecamatan Bintang sendiri. Karena benih yang dia ujicobakan pertama kali adalah F-0, menurut Masna, benih itu masih bisa dikembangkan beberapa keturunan lagi sampai F-6.
“Perjuangan” Masna mulai menampakkan hasil, ujicoba kedua yang dilakukan pada 3 kecamatan di sepeutaran Danau Laut Tawar itu menunjukkan bahwa varietas Inpari 28 memang cocok dikembangkan di daerah ini. Hasil ubinan dari penanaman varietas Inpari yang dilakukan Masna dan kawan-kawan menunjukkan bahwa varietas padi unggul ini mampu menghasilkan produktivitas yang cukup tinggi, yaitu antara 7 sampai 9 ton per hektar, tentu ini jauh lebih tinggi dari varietas lokal yang rata-rata produktivitasnya baru mencapai 4 ton per hektar. Para petani pun mulai “melirik” varietas baru ini, mereka menyatakan keinginan untuk ikut menanam pada musim tanam berikutnya.
Melihat upaya yang dilakukan oleh Masna mulai terlihat hasilnya, pihak BPTP mulai mensupport benih Inpari 28 ke beberapa titik di kecamatan Bintang dan Lut Tawar, karena dari hasil pantauan mereka, animo petani di wilayah ini untuk menanam padi varietas Inpari 28 cukup tinggi. Dan sejak tahun 2014 yang lalu, hampir 70 persen lahan sawah di kecamatan Lut Tawar sudah ditanami dengan varietas Inpari 28 ini, hasilnyapun sangat menggembirakan, sehingga antusias petani untuk mengembangkan varietas ini semakin tinggi.
Di bidang pengembangan kopi arabika Gayo, kiprah Masna juga cukup signifikan, selain menjadi anggota Masyarakat Peduli Kopi Gayo (MPKG), Masna juga pernah bergabung dengan International Organisation Of Migration (IOM), sebuah NGO yang eksis melakukan pembinaan dan rehabilitasi perkebunan kopi di daerah ini. Bukan tanpa alasan, pihak IOM kemudian merekrut penyuluh multi talenta ini untuk bergabung, Perwakilan IOM melihat kapasitas keilmuan Masna yang cukup mumpuni dalam bidang pertanian maupun perkebunan, sehingga sampai dengan berkahirnya kontrak IOM di kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah pada tahun 2013 yang lalu, Masna tetap dipertahankan posisinya dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh IOM.
Bergeser ke Kecamatan Lain.
Tahun 2016 yang lalu, Masna yang sudah bertugas di kecamatan Bintang kurang lebih 7 tahun, akhirnya di “reposisi” ke kecamatan Pegasing. Tujuan “penyegaran” ini, adalah agar keberhasilan Masna dalam membina petani di kecamatan Bintang juga bisa dia aplikasikan di kecamatan Pegasing, sebuah kecamatan yang memilki potensi lahan pertanian yang cukup luas dan menjadi salah satu tolok ukur pembinaan pertanian, karena lokasinya yang tidak begitu jauh dari pusat kota.
Tidak ada kesultan bagi Masna untuk beradaptasi dengan lingkungan dan wilayah kerja barunya, karena selama ini dia sudah cukup dikenal oleh berbagai kalangan, termasuk para petani. Berbekal pengalaman mengembangkan varietas unggul padi di tempat tugasnya yang lama, Masna mulai memperkenalkan varietas padi Inpari 28 di kecamatan Pegasing. Prediksi Masna tidak meleset, karena ternyata setelah mendapatkan penjelasan detil tentang keunggulan varietas ini, para petani di kecamatan Pegasing langsung antusias untuk mengembangkan varietas baru ini. Dan hanya dalam hitungan bulan, Masna telah berhasil mengajak ratusan petani di kecamatan ini untuk beralih dari varietas padi lokal ke varietas Inpari 28.
Hasil panen yang cukup memuaskan pada musim tanam 2016 yang lalu, membuat para petani di hampir semua wilayah kecamatan Pegasing, semakin antusias untuk mengembangkan varietas ini di lahan sawah mereka. Dalam musim tanam 2016/2017 yang dimulai pada bulan Januari 2017 ini, tidak kurang 200 hektar lahan sawah milik petani yang sudah ditanami dengan varitas Ipnpari 28 ini. Dan pada musim tanam 2017 yang akan dimulai pada bulan Maret 2017, mendatang, setidaknya sudah terindetifikasi 400 an hektar sawah yang petaninya sudah siap untuk mengembangkan varietas padi unggul yang sudah terbuksi punya adaptasi di dataran tinggi ini.
Tanpa mengecilkan peran para penyuluh pertanian lainnya, harus kta akui bahwa semua itu tentu tidak terlepas dari peran seorang Masna Manurung, meski secara genetis bukan urang Gayo asli, tapi semua ilmu, pengalaman dan pengabdiannya hanya dipersembahkan untuk masyarakat tani Gayo. Berkat kegigihannya, kini para petani di daerah ini mengenal varietas padi unggul yang cocok dikembangkan di dataran tinggi, dan berkat kerja kerasnya, para petani Gayo kini bisa menikmati hasil panen padi dengan produktivitas yang lebih tinggi. Baginya, tanah Gayo sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari hidupnya, itulah sebabnya pada diri penyuluh pertanian ini, kita dapat melihat totalitas pengabdian yang hanya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat Gayo khususnya para petani. Didukung kapasitas keilmuan dan semangat pengabdiannya yang tinggi, tidak perlu disangsikan lagi, bahwa sosok pengabdi yang tulus seperti inilah yang sejatinya dibutuhkan oleh masyarakat Gayo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H