Mohon tunggu...
Fathan Muhammad Taufiq
Fathan Muhammad Taufiq Mohon Tunggu... Administrasi - PNS yang punya hobi menulis

Pengabdi petani di Dataran Tinggi Gayo, peminat bidang Pertanian, Ketahanan Pangan dan Agroklimatologi

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Geliat Petani Kentang di Pantan Terong

13 Desember 2016   15:19 Diperbarui: 13 Desember 2016   15:31 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1, Melihat panen kentang di Pantan Terong bersama teman dari BPTP Aceh dan PT Ambagiri (Doc. FMT)

Pantan Terong merupakan kawasan puncak perbukitan di kabupaten Aceh Tengah yang memiliki panorama yang sangat indah, dari ketinggian 1.800 meter diatas permukaan laut ini, kita dapat memandang keindahan kota Takengon dengan Danau Laut Tawarnya layaknya sedang memandangi kota Bogor dari daerah Pucak, karena lokasinya memang tidak begitu jauh dari ibukota Kabupaten Aceh Tengah itu.  Sejak beberapa tahun yang lalu, kawasan yang mulanya hanya berupa semak belukar ini, kini sudah menjelma menjadi lokasi wisata yang sudah ditata dengan cukup apik.

Akses jalan menuju puncak perbukitan ini juga sudah lumayan bagus, jalan yang cukup lebar dengan balutan aspal hotmix ini, sudah bisa dilalui berbagai jenis kendaraan. Meski medannya cukup menantang, menanjak dan berliku, namun kondisi jalan yang mulus, membuat para wisatawan dapat dengan mudah melintasi jalan menuju lokasi wisata ini. Berbagai fasilitas pariwisata juga sudah mulai dibangun di kawasan ini untuk memberikan kenyamanan bagi para pengunjung. Hari  Minggu atau hari-hari libur, kawasan ini sering dipadati wisatawan dari luar daerah bahkan mancanegara.

Tak hanya menyimpan keindahan panorama alam saja, kalau kita masuk lebih jauh ke kawasan ini, kita akan melihat hamparan lahan pertanian yang subur dengan berbagai jenis komoditi palawija dan hortikultura. Kawasan ini memang memilki potensi ratusan hektar lahan pertanian yang belakangan mulai digarap oleh para petani baik secara perorangan maupun melalui kelompok tani. Aneka tanaman palawija dan hortikultura seperti jagung manis, kacang merah, kentang, tomat, cabe, kol, wortel, ubi jalar dan lain-lainnya tumbuh dengan subur di daerah ini meskipun nyaris tanpa penggunaan pupuk dan obat-obatan kimia secara berlebihan. Justru inilah yang menjadi salah satu keunggulan produk pertanian yang dihasilkan oleh kawasan ini, semuanyanya masih alami dan organik.

Komoditi kentang misalnya, cukup banyak dibudidayakan oleh para petani yang berasal dari desa-desa di sekitar Pantan Terong. Kondisi agroklimat yang sangat mendukung budidaya kentang, membuat para petani cukup antusias untuk mengembangkan usaha tani mereka di kawasan ini. Satu keuntungan lagi, di kawasan ini penanaman kentang nyaris tidak mengenal musim alias bisa ditanam sepanjang tahun. 

Itulah sebabnya hampir setiap saat selalu ada produksi kentang dari daerah ini. Kondisi lahan berbukit justru menguntungkan petani, karena air selalu tiris, sehingga tanaman kentang tetap bisa diusahakan meski dalam musim hujan. Akses jalan yang sudah cukup baik, juga memudahkan petani untuk menmasarkan hasil pertanian mereka, sehingga mereka nyaris tidak pernah berhenti untuk membudidayakan komoditi ini, apalagi harga kentang di daerah ini, belakangan juga cukup stabil, sehingga dari analisa usaha tani, budidaya kentang di kawasan ini dinilai sangat menguntungkan petani.

Seperti yang sudah dilakoni oleh Ramli, seorang petani yang sudah menekuni budidaya kentang di kawasan Pantan Terong ini lebih dari 3 tahun. Senyum sumringah terlihat terpancar dari wajahnya saat memanen hasil tanaman kentangnya Minggu (11/12/2016) kemarin. Bermodalkan bibit kentang sebanyak 500 kilogram, Ramli berhasil memanen kentangnya lebih dari 6 ton dengan kualitas terbaik (Grade A) dan sekitar 2 ton dengan kualitas medium (Grade B dan C) atau totalnya 8 ton, sebuah hasil produksi yang cukup menggembirakan. 

Untuk usaha tani kentang yang dilakukan di lahan seluas kurang lebih setengah hektar ini, dia mengeluarkan modal untuk bibit , pupuk dan obat-obatan sekitar 15 juta rupiah, kalau ditambah dengan biaya tenaga kerja, total biaya produksi yang dia keluarkan sekitar 20 juta rupiah. Sementara hasil yang dia dapatkan dari panen kentangnya mencapai 42 juta rupiah untuk kentang grade A yang harga jualnya Rp 7.000 per kilogramnya  dan sekitar 8 juta rupiah dari kentang grade B dan C yang harga jualnya Rp 4.000 per kilogramnya. Dari budidaya kentang kali ini, Ramli bisa meraup keuntungan bersih sektar 30 juta rupiah selama 4 bulan, kalau di “pukul rata” , penghasilannya per bulan tidak kurang dari 7,5 juta rupiah.

Gambar 2, Senyum ceria Ramli, melihat hasil panen kentangnya yang menggembirakan (Doc. FMT)
Gambar 2, Senyum ceria Ramli, melihat hasil panen kentangnya yang menggembirakan (Doc. FMT)
Melihat potensi ekonominya yang lumayan menggiurkan itulah, Ramli selalu eksis untuk terus membudidayakan komoditi ini. Meski demikian kadang-kadang dia juga menyelingi tanamannya dengan Kol dan Wortel, kedua komoditi sayuran dataran tinggi ini juga cocok dikembangkan di kawasan ini. Namun dia tetap focus pada budidaya kentang, usha tani komoditi ini dinilai sangat menguntungkan karena harganya saat ini relative stabil eiring denganterus meningkatnya permintaan pasar.

Selain itu, karena produk pertanian yang dia hasilkan dari kawasan ini merupakan produk organic yang daya simpannya relative lebih tahan lama, dia nyaris tidak pernah merugi selama  bertani kentang ini. Hanya sesekali saja dia mengalami gagal panen, itupun tidak sepenuhnya gagal, minimal masih bisa “balik modal”. Untuk memasarkan hasil pertaniannya, dia juga tidak mengalami kesulitan, karena pedagang pengumpul akan langsung menjemput hasil panennya ini di kebunnya yang memang berada tidak jauh dari jalan besar.

“Alhamdulillah panen kali ini cukup menggembirakan, hasil panen sesaui dengan yang saya harapkan, kebetulan harga pasar juga lagi bagus dan pemasarannya juga sangat mudah, ini membuat saya makin bersemangat untuk terus berusaha tani kentang ini kedepannya, lahan disini masih sangat luas, saya juga kepingin mengajak teman-teman lain untuk memnafaatkan potensi lahan ini untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan kami” ungkap Ramli dengan senyum mengembang melihat hasil panennya kali ini “Pernah juga kami gagal panen akibat kondisi cuaca yang krang bagus, tapi sejauh ini belum sempat membuat kami merugi, meskipun kadang-kadang gagal panen, setidaknya masih bisa pulang modal lah” lanjutnya.

Selama menekuni budidaya kentang ini, nyaris tidak ada kendala yang dialami Ramli, satu-satunya kendala yang sering dia hadapi adalah agak sulitnya mendapatkan bibit kentang. Namun kendala ini sudah mulai dapat dia atasi dengan membuat bibit sendiri, sebagian hasil panennya sengaja tidak dia jual, tapi dijadikan bibit kembali. Memang untuk membuat bibit sendiri butuh waktu yang cukup lama, bisa sampai 3 – 4 bulan untuk bisa menghasilkan bibit yang bagus.

Itulah sebabnya sambil menunggu bibit, biasanya dia menyelingi lahan pertaniannya dengan kola tau wortel, kedua komoditi ini juga punya prospek ekonomi yang cukup bagus, hanya saja terkadang harganya fluktuatif, terutama untuk komoditi kol. Namun demikian, menyelingi tanaman dengan tanaman lain sebenarnya juga membawa keuntungan lain yaitu memutus rantai dan siklus hidup hama dan penyakit tanaman, sehingga untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman tidak membutuhkan penanganan kimiawi yang berlebihan dan keorganikan produk yang dihasilkan tetap terjamin.

Usaha tani yang sama juga dilakukan oleh rekannya, Riga, lulusan manajemen ekonomi ini memilih menekuni profesi sebagai petani di kawasan Pantan Terong. Profesi ini sudah dia tekuni sejak empat tahun yang lalu. Melihat potensi lahan yang menjanjikan, Riga yang juga aktif dalam kelompok tani ini mulai fokus dengan budidaya kentang dan sayuran lainnya.

Minggu kemarin, Riga juga sedang mulai memanen tanaman kentangnya, bahkan untuk panen kali ini, dia juga kedatangan “tamu istimewa” yang ikut menyaksikan panen yang kali ini ini hasilnya cukup menggembirakan. Tamu istimewa itu tidak lain Ir. Abdul Aziz, MP, seorang peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh yang hari itu ditemani seorang produsen pupuk organic, Gunawan Hadi Wibisono dari PT Ambagiri. Kedua orang ini khusus datang untuk melihat langsung panen di lahan yang dikelola Riga bersama kelompok taninya, sekaligus melihat tingkat keberhasilan aplikasi pupuk organik pada tanaman kentang tersebut.

Selama dua kali penanaman, Riga memang sudah mengaplikasikan penggunaan pupuk organik Ambagiri untuk tanaman kentangnya. Selain bisa menekan biaya produksi, ternyata penggunaan pupuk organic ini juga mampu meningkatkan produktivitas tanaman kentangnya dan yang jelas produk yang dihasilkan juga tetap organic. Pada panen kali ini Riga mentargetkan sekurangnya 5 ton kentang Grade A dari bibit sebanyak 350 kilogram yang ditanamnya sekitar tiga setengah bulan yang lalu.

Dia optimis targetnya akan tercapai, karena dari sampel tanaman yang dipanen, setiap batangnya mempu menghasilkan 22 sampai 30 umbi.  Dengan hasil 5 ton itu, dipastikan Riga dan kelompoknya bisa meraup 35 juta rupiah, sementara dari catatanya, biaya produksi yang dia kelurkan untuk bibit, pupuk dan tenaga kerja, sekitar 12 juta rupiah,. Artinya pada panen kali ini Riga akan mendapatkan provit margin tidak kurang dari 23 juta rupiah, itu belum termasuk kentang grade B dan C yang dia rencanakan untuk dijadikan bibit untuk stok penanaman berikutnya.

Gambar 3, Kawasan pengembangan hortikultura Pantan Terong, kini sering dikunjungi pejabat dan peneliti dari luar daerah (Doc. FMT)
Gambar 3, Kawasan pengembangan hortikultura Pantan Terong, kini sering dikunjungi pejabat dan peneliti dari luar daerah (Doc. FMT)
Selain aktif sebagai petani, Riga bersama kelompok P4S Rebe Bahgie dan Kelompok Tani Karang Kelumit, juga aktif membatu para penyuluh pertanian untuk mensosialisasikan budidaya pertanian organik di daerah itu. Itulah sebabnya, lahan yang dikelola ersama kelompoknya sering dikunjungi para pejabat dan peneliti dari berbagai instansi dan lembaga penelitian.

Komitmen Riga untuk terus mengembangkan usaha tani organic itu bukan tanpa alasan, kawasan Pantan Terong yang sudah berubah menjadi lokasi wisata, membuat kawasan ini semakin ramai dikunjungi banyak orang, termasuk para pengusaha dan konsumen produk-produk pertanian organic. Kalau “land mark” organic yang sudak terlanjur melekat pada produk pertanian dari kawasan ini tidak dipertahankan, bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada penurunan harga pasar produk yang di hasilkan. Lagipula para peneliti dari BPTP maupun Balitbang Kementerian Pertanian juga sudah menjadikan kawasan ini sebagai salah satu obyek penelitian sayuran organik, ini harus tetap dipertahankan untuk menjaga image dan kulaitas produk pertanian yang sudah mulai dikenal di luar daerah,

“Produk-produk pertanian organik memiliki keunggulan daya simpan yang lebih tahan lama dan jaminan kemanan pangan, dan ini sudah melekat pada komoditi hortikultura yang di hasilkan dari kawasan ini,  orang luar sudah tau dari berbagai media yang sudah mempyblikasikannya, itulah sebabnya saya komit untuk mengajak teman-teman untuk mempertahankan predikat ini, supaya produk kita tetap dicari oleh konsumen” jelas Riga.

Sama seperti petani lainnya di kawasan ini, Riga juga mengembangkan komoditi hortikulturan lainnya seperti kol, wortel, cebe dan lain lainnya, komoditi buah-buahan khas dataran tinggi seperti Jeruk dan Markisa, juga sudah mulai dia kembangkan di lahan miliknya.

“Prospek tanaman buah seperti jeruk dan markisa juga sangat bagus, karena banyak wisatawan yang mengunjungi daerah ini, dan itu bisa jadi peluang pasar untuk komoditi kita” lanjutnya.

Pengembangan budidaya kentang dan komoditi hortikultura lainnya di kawasan Pantan Terong, sejatinya tidak terjadi secara serta merta. Perlu proses panjang sampai akhirnya para petani tertarik untuk memanfaatkan lahan-lahan tidur di kawasan ini untuk kegiatan produktif. Akses jalan yang waktu itu masaih cukup sulit dilalui, menjadi salah satu penyebab para petani enggan bertani di tempat ini. Pengembangan kentang sendiri dimulai sekitar 5 tahun yang lalu, melalui stimulant bantuan bibit dan sarana produksi lainnya dari Dinas Pertanian setempat kepada petani dan kelompok tani yang mau mengolah lahan di kawasan tersebut., Bersyukur, program itu cukup berhasil, sehingga para petani pun mulai melirik potensi ini, karena dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kini tanpa bantuan dari pemerintahpun, puluhan bahkan ratusan petani sudah bergerak sendiri untuk melakukan usaha tani berrbagai komoditi di kawasan ini. Di sepanjang jalan terlihat hamparan tanaman jagung manis, ubi jalar, kentang, kol, wortel dan komoditi lainnya. Tidak mengherankan jika kemudian pemerintah kabupaten Aceh Tengah mulai merancang kawasan ini sebagai kawasan agrowisata, karena potensi pertanian pada lahan-lahan yang diapit perbukitan hikau, sangat mendukung wacana tersebut.

Kawasan perbukitan Pantan Terong benar-benar merupakan anugrah Tuhan yang luar biasa, selain menyimpan panorama keindahan alam, juga memiliki potensi lahan pertanian yang masih sangat layak untuk dikembangkan lebih lanjut. Kepedulan para pihak terkait untuk berperan aktif mengembangkan kawasan ini, tentu menjadi esuatu yang niscaya untk dilakukan. Karena para petani disini sudah membuktikan, potensi pertanian yang ada, sudah mampu memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan kepada petani secara signifikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun