Itulah sebabnya sambil menunggu bibit, biasanya dia menyelingi lahan pertaniannya dengan kola tau wortel, kedua komoditi ini juga punya prospek ekonomi yang cukup bagus, hanya saja terkadang harganya fluktuatif, terutama untuk komoditi kol. Namun demikian, menyelingi tanaman dengan tanaman lain sebenarnya juga membawa keuntungan lain yaitu memutus rantai dan siklus hidup hama dan penyakit tanaman, sehingga untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman tidak membutuhkan penanganan kimiawi yang berlebihan dan keorganikan produk yang dihasilkan tetap terjamin.
Usaha tani yang sama juga dilakukan oleh rekannya, Riga, lulusan manajemen ekonomi ini memilih menekuni profesi sebagai petani di kawasan Pantan Terong. Profesi ini sudah dia tekuni sejak empat tahun yang lalu. Melihat potensi lahan yang menjanjikan, Riga yang juga aktif dalam kelompok tani ini mulai fokus dengan budidaya kentang dan sayuran lainnya.
Minggu kemarin, Riga juga sedang mulai memanen tanaman kentangnya, bahkan untuk panen kali ini, dia juga kedatangan “tamu istimewa” yang ikut menyaksikan panen yang kali ini ini hasilnya cukup menggembirakan. Tamu istimewa itu tidak lain Ir. Abdul Aziz, MP, seorang peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh yang hari itu ditemani seorang produsen pupuk organic, Gunawan Hadi Wibisono dari PT Ambagiri. Kedua orang ini khusus datang untuk melihat langsung panen di lahan yang dikelola Riga bersama kelompok taninya, sekaligus melihat tingkat keberhasilan aplikasi pupuk organik pada tanaman kentang tersebut.
Selama dua kali penanaman, Riga memang sudah mengaplikasikan penggunaan pupuk organik Ambagiri untuk tanaman kentangnya. Selain bisa menekan biaya produksi, ternyata penggunaan pupuk organic ini juga mampu meningkatkan produktivitas tanaman kentangnya dan yang jelas produk yang dihasilkan juga tetap organic. Pada panen kali ini Riga mentargetkan sekurangnya 5 ton kentang Grade A dari bibit sebanyak 350 kilogram yang ditanamnya sekitar tiga setengah bulan yang lalu.
Dia optimis targetnya akan tercapai, karena dari sampel tanaman yang dipanen, setiap batangnya mempu menghasilkan 22 sampai 30 umbi. Dengan hasil 5 ton itu, dipastikan Riga dan kelompoknya bisa meraup 35 juta rupiah, sementara dari catatanya, biaya produksi yang dia kelurkan untuk bibit, pupuk dan tenaga kerja, sekitar 12 juta rupiah,. Artinya pada panen kali ini Riga akan mendapatkan provit margin tidak kurang dari 23 juta rupiah, itu belum termasuk kentang grade B dan C yang dia rencanakan untuk dijadikan bibit untuk stok penanaman berikutnya.
Komitmen Riga untuk terus mengembangkan usaha tani organic itu bukan tanpa alasan, kawasan Pantan Terong yang sudah berubah menjadi lokasi wisata, membuat kawasan ini semakin ramai dikunjungi banyak orang, termasuk para pengusaha dan konsumen produk-produk pertanian organic. Kalau “land mark” organic yang sudak terlanjur melekat pada produk pertanian dari kawasan ini tidak dipertahankan, bukan tidak mungkin akan berpengaruh pada penurunan harga pasar produk yang di hasilkan. Lagipula para peneliti dari BPTP maupun Balitbang Kementerian Pertanian juga sudah menjadikan kawasan ini sebagai salah satu obyek penelitian sayuran organik, ini harus tetap dipertahankan untuk menjaga image dan kulaitas produk pertanian yang sudah mulai dikenal di luar daerah,
“Produk-produk pertanian organik memiliki keunggulan daya simpan yang lebih tahan lama dan jaminan kemanan pangan, dan ini sudah melekat pada komoditi hortikultura yang di hasilkan dari kawasan ini, orang luar sudah tau dari berbagai media yang sudah mempyblikasikannya, itulah sebabnya saya komit untuk mengajak teman-teman untuk mempertahankan predikat ini, supaya produk kita tetap dicari oleh konsumen” jelas Riga.
Sama seperti petani lainnya di kawasan ini, Riga juga mengembangkan komoditi hortikulturan lainnya seperti kol, wortel, cebe dan lain lainnya, komoditi buah-buahan khas dataran tinggi seperti Jeruk dan Markisa, juga sudah mulai dia kembangkan di lahan miliknya.
“Prospek tanaman buah seperti jeruk dan markisa juga sangat bagus, karena banyak wisatawan yang mengunjungi daerah ini, dan itu bisa jadi peluang pasar untuk komoditi kita” lanjutnya.
Pengembangan budidaya kentang dan komoditi hortikultura lainnya di kawasan Pantan Terong, sejatinya tidak terjadi secara serta merta. Perlu proses panjang sampai akhirnya para petani tertarik untuk memanfaatkan lahan-lahan tidur di kawasan ini untuk kegiatan produktif. Akses jalan yang waktu itu masaih cukup sulit dilalui, menjadi salah satu penyebab para petani enggan bertani di tempat ini. Pengembangan kentang sendiri dimulai sekitar 5 tahun yang lalu, melalui stimulant bantuan bibit dan sarana produksi lainnya dari Dinas Pertanian setempat kepada petani dan kelompok tani yang mau mengolah lahan di kawasan tersebut., Bersyukur, program itu cukup berhasil, sehingga para petani pun mulai melirik potensi ini, karena dianggap bisa meningkatkan kesejahteraan mereka.