Gambar 1, Aman Ruhdi dan isterinya, mampu meraup jutaan rupiah dari budidaya pucuk jipang (Doc. FMT)
Sungguh sebuah anugrah yang luar biasa, kabupaten Aceh Tengah yang terletak di Dataran Tinggi Gayo ini memiliki sebuah kawasan puncak dengan pemandangan indah dan lahan yang sangat subur. Hanya berjarak kurang lebih 3 kilometer dari kota Takengon, kawasan yang dikenal dengan nama Pantan Terong ini merupakan puncak dari kawasan perbukitan yang berada di ketinggian sekitar 1.800 meter di atas permukaan laut. Udaranya yang sejuk dan segar, membuat perasaan nyaman ketika memasuki kawasan yang menjadi salah satu destinasi wisata andalan abupaten Aceh Tengah ini. Akses menuju lokasi wisata inipun sudah lumayan bagus, jalanan berliku dan menanjak itu kini sudah dilapisi oleh aspal hotmix, sehingga dapat dilalui dengan mudah oleh berbagai jenis kendaraan.
Selain menyajikan pemandangan indah kota Takengon dengan Danau Laut Tawarnya dari ketinggian, kawasan ini juga dikenal memiliki ratusan hektar lahan pertanian yang subur. Berbagai jenis palawija dan hortikultura tumbuh sangat baik di kawasan ini, mulai dari jagung manis, ubi rambat, kentang, wortel, kentang, kol, kacang merah dan sebagainya. Didukung oleh kondisi tanah yang masih sangat subur, usaha pertanian di kawasan ini masih bisa mempertahankan sistim organic, dimana penggunaan pupuk maupun pestisida kimia sangat minim, sehingga berbagai sayuran yang dihasilkan oleh para petani di tempat ini benar-benar organic dan tentu saja sangat aman untuk dikonsumsi. Itulah sebabnya saat ini, berbagai jenis sayuran yang dihasilkan di kawasan ini menjadi “buruan” para pedagang maupun konsumen.
Ada sesuatu yang agak berbeda ketika penulis menyambangi kawasan ini beberapa hari yang lalu untuk melihat-lihat potensi pertanian di kawasan ini. Dari kejauhan, penulis melihat sepasang suami istri yang usianya sudah menjelang senja, sedang bercengkerama di gubuk terbuka yang ada di sebuah hamparan kebun sayuran. Penulis jadi tertarik untuk melihat dari dekat dan mengenal lebih dekat sepasang lansia itu. Meski usianya sudah lumayan tua, namun kedua orang ini masih terlihat bugar dan fit. Laki-laki tua yang kemudian memperkenalkan diri sebagai Aman Ruhdi, bersama isterinya Inen Ruhdi, menyambut kedatanganku dengan ramah.
Tidak seperti petani lainnya di daerah itu yang membudidayakan kentang, wortel atau kol, Aman Ruhdi, laki-laki 67 tahun, pensiunan pegawai negeri ini memilih budidaya sayuran yang modalnya tidak besar dan perawatannyapun tidak rumit. Sudah beberapa tahun belakangan ini Aman Ruhdi dan Istrinya, Inen Ruhdi, perempuan berusia 65 tahun, pensiunan guru ini menekuni budidaya sayuran yang berbeda dengan petani-petani lainnya di daerah itu. Di lahan kebun milik mereka, penulis dapat melihat hamparan tanaman Jipang atau Labu Siam seluas hampir setengah hektar. Pucuk daun Jipang itu terlihat hijau dan segar. Ternyata hari itu Aman Ruhdi dan isterinya sedang memanen pucuk jipang dibantu oleh dua orang keponakan mereka di kebunnya. Aman Ruhdi dibantu kedua orang itu baru saja usai memetik pucuk-pucuk ranum itu, sementara Inen Ruhdi mulai sibuk mengikat sayur-sayur itu menjadi ikatan-ikatan kecil. Melihat hamparan pucuk jipang yang terlihat hijau segar itu, segera terbayang nikmatnya sayur tumis atau sayur asem pucuk jipang yang menggugah selera, apalagi dipadu dengan sambal terasi atau sambal terong belanda.
Berbeda dengan budidaya jipang atau labu siam yang lazim dilakukan petani lainnya, sepasang suami istri ini memudidayakan tanaman labu siam bukan untuk diambil buah nya, tapi hanya diambil pucuknya. Itulah sebabnya mereka menanam sayuran itu di hamparan lahan terbuka langsung diatas bedengan-bedengan memanjang. Bukan tanpa alasan, ketika mereka memulai usaha tani pucuk jipang ini, mereka melihat bahwa permintaan sayuran pucuk jipang ini, dari hari ke hari terus mengalami peningkatan. Faktor usia dan tenaga yang tidak sekuat waktu muda dulu, juga jadi pertimbangan mereka, karena mereka tidak mungkin lagi melakukan aktifitas berat seperti menanam kentang atau kol yang butuh banyak tenaga.
Budidaya pucuk jipang ini ternyata sangat mudah dan tidak butuh biaya besar, begitu juga dengan perawatannya, tidak membutuhkan tenaga yang banyak. Cukup dengan mencangkul lahan, kemudian dibuat bedengan-bedengan besar memanjang, kemudian diberikan pupuk kandang. Setelah itu bibit jipang ditanam agak rapat sepanjang bedengan. Cara merawat tanaman inipun sangat mudah, yaitu dengan membersihkan rumput di sela-sela bedengan sebulan sekali. Setelah tanaman berumur 3 bulan, pucuk-pucuk jipang itu sudah bisa mulai dipanen, dan panen selanjutnya bisa dilakukan setiap seminggu sekali. Setelah pucuk-pucuk jipang itu dipanen, kemudian Inen Ruhdi mengikatnya menjadi ikatan-ikatan kecil dan siap untuk dijual. Inen Ruhdi juga tidak perlu repot-repot membawaya ke pasar sendiri, karena saat dia selesai mengikat pucuk-pucuk jipang itu, pedagang sayur akan langsung menjemputnya ke kebun mereka, karena akses jalan ke kebun itu memang sudah bagus. Mereka tidak tinggal di kebun itu, tapi mereka tinggal di desa Bebesen yang berada di kaki bukit Pantan Terong , hanya pada hari-hari tertentu saja mereka mendatangi kebun mereka, seperti waktu memanen atau membersihkan rumput-rumput saja.
Yang kemudian menarik sekaligus mengejutkan, adalah nilai ekonomis dari budidaya pucuk jipang ini ternyata cukup mencengangkan. Menurut penuturan Inen Ruhdi, setiap minggunya mereka dapat mengantongi penghasilan 700 – 800 ribu rupiah dari budidaya pucuk jipang ini, dan selama ini mereka tidak pernah kesulitan untuk memasarkan hasil kebunnya itu, karena pedagang sudah datang menjemput ke kebun mereka. Kelebihan dari budidaya sayuran ini, setiap kali habis dipetik pucuknya, hanya dalam beberapa hari saja, akan tumbuh lagi pucuk-pucuk baru dan siap untuk dipetik pada minggu berikutnya, tidak seperti tanaman lainnya yang sekali tanam hanya sekali panen. Bahkan semakin sering dipetik, akan semakin banyak pucuk baru yang akan tumbuh. Cukup dengan sekali menanam, suami isteri ini dapat memanen hasilnya sampai 3 – 4 tahun, dan setiap bulannya tidak kurang dari 3 juta rupiah mengalir ke kantong mereka, sebuah peluang ekonomi yang sangat menjanjikan. Kelihatannya hanya budidaya sederhana yang terkadang kurang diminati orang, tapi ternyata mampu menjadi pendongkrak pendampatan dan kesejahteraan keluarga yang cukup signifikan.
Ketika tanaman berusia lebih dari 4 tahun, dan produktivitasnya mulai menurun, barulah dilakukan pembongkaran tanaman dan menggantinya dengan tanaman baru. Itupun tidak butuh waktu lama untuk bisa memanen kembali. tanaman mereka. Pilihan usaha tani Aman Ruhdi, benar-benar pilihan cerdas, karena tidak banyak petani yang melirik peluang ini, tapi meskipun ada petani lain yang kemudian mengikuti jejaknya, Aman Ruhdi tidak pernah merasa khawatir, karena berapapun produk yang dihasilkan pasti akan terserap pasar, karena permintaan sayuran pucuk jipang ini memang cukup tinggi, bukan hanya untuk pasar lokal, tapi juga bisa dikirim ke luar daerah. Apalagi sayuran yang dihasilkan dari kawasan Pantan Terong ini merupakan sayuran organik yang banyak dicari konsumen dan pangsa pasarnya kedepan terus terbuka.