Akhirnya para pegadang juga yang memainkan peran untuk memasarkan produk pertanian tersebut ke luar daerah, karena petani memang tidak dibekali ilmu pemasaran yang memadai, sehingga masih kesulitan ketika akan membangun jaringan pasar di luar daerah.
Mestinya ketika dibangun pasar petani, para petani juga dibekali pengetahuan dengan ilmu dan manajemen pemasaran melalui berbagai pelatihan termasuk bagaimana membangun link ke lauar daerah dan bagaimana mem“protect” produk lokal dari “serbuan” produk serupa dari luar.
Ada memang beberapa pasar petani yang kemudian tetap eksis sampai sekarang, seperti pasar petani yang digelar setipa hari Jum’at di Komplek Kementerian Pertanian, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Namun kebanyakan pasar petani yang sudah dibangun hampir di semua daerah, kini sudah berubah menjadi pasar konvesional dimana porsi petani untuk memasarkan langsung hasil pertanian mereka, semakin kecil.
Salah satu penyebabnya, banyak pemerintah daerah yang tidak memahami fungsi dan peran pasar petani, karena minimnya sosialisasi dan pendekatan dari pusat ke daerah. Posisi tawar petani juga menjadi semakin lemah akibat “serbuan” produk pertanian dari luar yang memang tidak bisa dibendung lagi di era pasar bebas sekarang ini. Kalau kondisi seperti ini masih terus dipertahankan, upaya mensejahterkanan melalui usaha tani, sepertinya akan semakin sulit dicapai.
Berangkat dari keprihatinan atas kondisi tersebut, Balai Diklat Pertanian Aceh atau BDP Saree, sebagai salah satu stake holders pertanian yang akan bertindak sebagai tuan rumah pelaksanaan Pekan Nasional (Penas) Petani Nelayan ke XV, menggagas konsep pasar petani jilid dua yang diberi nama “Farmer’s Agro Market”.
Pada prinsipnya konsep farmer’s agro market ini mengadopsi konsep pasar petani yang udah ada sebelumnya, namun dengan penaekanan-khusus yang berfungsi sebagai bentuk “proteksi” kepada petani. Implementasi dari konsep ini sudah mulai digarap oleh BDP Saree dengan membangun Farmer’s Agro Market di komplek balai diklat pertanian yang terletak persis di lintasan utama jalur Medan – Banda Aceh itu.
Dengan demikian agro market yang saat ini dalam tahap pembangunan saranan dan prasarana ini, akan memiliki kekhasan sehingga bisa menjadi daya tarik konsumen untuk berbelanja disini, karena produk pertanian yang dibeli disini benar-benar produk organik yang tentu saja aman untuk dikonsumsi.
“Wilayah Saree dan sekitarnya adalah sentra berbagai produk pertanian termasuk produk-produk olahanan hasil pertanian, tapi selama ini para petani belum memiliki akses pemasaran yang bisa mereka kendalikan sendiri, konsep yang kami tawarkan ini diharapkan akan mampu menjadi solusi permanen bagi petani untuk bisa memasarkan produk pertanian mereka sekaligus menetapkan harga sendiri dari produk yang merka hasilkan, sehingga pendapatan mereka bisa meningkat dan kesejahteraan mereka juga ikut terdongkrak” ungkap Ahdar.
Lebih lanjut Ahdar menjelaskan, meskipun pembangunan agro market ini ada kaitannya dengan even Penas ke XV tahun 2017 dimana Aceh menjadi tuan rumah, namun keberadaan agro market ini akan terus dipertahankan selamanya dan bisa menjadi percontohan bagi kabupaten/kota di seluruh provinsi Aceh untuk bisa mengadopsi konsep ini dan menerapkannya di daerah masing-masing.
“Selama ini teman-teman penyuluh sudah melakukan pembinaan kepada petani dan produktivitas hasil pertanian semakin hari semakin meningkat, tapi kalau akses pemasaran produk pertanian ini tidak dibuka dan dikelola secara berkesinambungan, usaha mereka untuk meningkatkan kesejahteraan petani akan sia-sia” lanjut Ahdar “Insya Allah, awal tahun 2017 nanti Farmer’s Agro Market ini sudah bisa difungsikan dan para petani akan punya tempat sendiri untuk memasarkan produk pertanian yang selama ini mereka hasilkan” lanjutnya.